Brilio.net - Fenomena "childfree" atau keputusan untuk tidak memiliki anak kian meningkat di kalangan perempuan Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk periode 2023, sekitar 71 ribu perempuan usia 15 hingga 49 tahun di Indonesia memilih untuk tidak mempunyai anak.

Survei ini berfokus pada kelompok perempuan yang pernah menikah, tetapi belum pernah memiliki anak yang hidup dan tidak menggunakan alat kontrasepsi. Dalam empat tahun terakhir, angka perempuan yang memutuskan childfree terus menunjukkan peningkatan.

Pada awal pandemi COVID-19, tren ini sempat mengalami penurunan, dengan prevalensi berada pada kisaran 6,3 hingga 6,5 persen. Namun, tahun-tahun setelah pandemi menunjukkan tren yang kembali meningkat, menandakan perubahan sikap yang mungkin disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, atau perubahan pandangan pribadi.

Pada 2022, survei menunjukkan bahwa dari 100 perempuan usia produktif yang pernah menikah, terdapat sekitar delapan perempuan yang memilih tidak memiliki anak. Fenomena childfree ini tentu membawa dampak bagi negara, baik dalam aspek positif maupun negatif.

Berikut brilio.net himpun dari berbagai sumber, Rabu (13/11) empat dampak utama yang dapat dirasakan negara akibat meningkatnya tren childfree di kalangan masyarakat.

Dampak positif

71 Ribu wanita RI enggan punya anak © 2024 brilio.net

foto: freepik.com/jcomp

1. Penurunan angka pertumbuhan penduduk.

Meningkatnya jumlah perempuan yang memilih childfree dapat membantu menurunkan angka pertumbuhan penduduk. Di negara-negara padat penduduk seperti Indonesia, penurunan ini berpotensi mengurangi beban kepadatan yang sering kali mengarah pada masalah seperti ketimpangan ekonomi, akses layanan publik yang kurang memadai, dan masalah lingkungan.

Dengan berkurangnya tingkat pertumbuhan penduduk, diharapkan kualitas hidup masyarakat dapat meningkat seiring dengan pemerataan sumber daya.

2. Fokus pada pengembangan diri dan peningkatan karier.

Keputusan untuk tidak memiliki anak memungkinkan perempuan lebih fokus pada pengembangan diri dan karier. Dengan berkurangnya tanggung jawab pengasuhan, mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi profesional dan berkontribusi secara maksimal di tempat kerja. Hal ini dapat berdampak positif bagi negara, karena semakin banyak perempuan yang mencapai posisi penting di berbagai sektor, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing ekonomi nasional.

3. Dampak positif pada kesejahteraan anak yang ada.

Meski jumlah perempuan yang childfree meningkat, hal ini justru bisa memberikan peluang lebih baik bagi anak-anak yang sudah ada dalam hal kesejahteraan. Pengurangan tingkat kelahiran dapat memungkinkan pemerintah untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya bagi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan anak-anak yang sudah ada. Dalam jangka panjang, alokasi sumber daya yang lebih merata dapat menciptakan generasi yang lebih berkualitas dan siap berkontribusi bagi pembangunan negara.

4. Perbaikan lingkungan hidup.

Penurunan angka kelahiran juga berdampak pada penurunan konsumsi sumber daya alam. Dengan populasi yang tidak tumbuh secara pesat, negara dapat mengurangi eksploitasi sumber daya dan menekan emisi karbon. Kebutuhan akan lahan, energi, dan air bersih juga dapat berkurang seiring menurunnya jumlah penduduk, memberikan ruang lebih luas bagi upaya pelestarian lingkungan dan keberlanjutan.

Dampak negatif

71 Ribu wanita RI enggan punya anak © 2024 brilio.net

foto: freepik.com

1. Berkurangnya populasi usia produktif di masa depan.

Salah satu dampak yang patut diperhatikan dari meningkatnya angka childfree adalah kemungkinan berkurangnya populasi usia produktif di masa mendatang. Ketika banyak perempuan usia produktif memilih untuk tidak memiliki anak, maka pada beberapa dekade ke depan negara bisa menghadapi tantangan dalam hal regenerasi tenaga kerja. Hal ini bisa menyebabkan ketimpangan antara populasi usia produktif dan non-produktif, yang dapat berdampak pada stabilitas ekonomi negara.

2. Tantangan dalam pembiayaan jaminan sosial.

Berkurangnya jumlah generasi muda yang dapat berkontribusi terhadap ekonomi akan memengaruhi sistem jaminan sosial di masa depan. Jika proporsi usia tua lebih besar daripada usia muda, maka pendapatan dari pajak atau dana jaminan sosial mungkin tidak cukup untuk menutupi kebutuhan populasi lansia. Situasi ini bisa menjadi beban bagi negara, karena harus mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk perawatan kesehatan dan kesejahteraan lansia.

3. Potensi kehilangan sumber daya manusia berkualitas.

Dengan meningkatnya keputusan childfree, negara bisa kehilangan peluang lahirnya sumber daya manusia berkualitas yang mampu berinovasi dan berkontribusi bagi pembangunan. Kekurangan tenaga kerja terampil dapat berdampak negatif pada laju pertumbuhan ekonomi dan daya saing negara dalam skala global. Tantangan ini menjadi semakin kompleks apabila pemerintah tidak menyiapkan strategi pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.

4. Merosotnya konsumsi rumah tangga.

Berkurangnya populasi dalam usia produktif dan generasi baru akan berpengaruh pada tingkat konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu pendorong utama perekonomian. Tanpa adanya regenerasi dalam jumlah yang cukup, perekonomian dapat mengalami perlambatan akibat turunnya permintaan barang dan jasa. Kondisi ini juga bisa berdampak pada sektor-sektor yang mengandalkan konsumsi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan produk kebutuhan anak-anak.

Menghadapi fenomena childfree dengan kebijakan yang bijak

71 Ribu wanita RI enggan punya anak © 2024 brilio.net

foto: freepik.com/fwstudio

Tren childfree yang meningkat di kalangan perempuan Indonesia merupakan kenyataan yang tidak bisa diabaikan. Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan paradigma dalam pandangan hidup, terutama terkait peran keluarga dan pengasuhan.

Pemerintah perlu menyesuaikan kebijakan untuk mengakomodasi perubahan ini, baik dengan memberikan edukasi mengenai perencanaan keluarga, maupun mendukung perempuan yang ingin fokus pada karier. Di sisi lain, strategi untuk menjaga keseimbangan jumlah populasi produktif juga perlu dipikirkan secara matang demi menjaga stabilitas ekonomi dan sosial negara.