Brilio.net - Di Indonesia, kasus bullying atau perundungan di kalangan pelajar terus menjadi masalah serius yang mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang. Bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk verbal, fisik, serta sosial yang semuanya berdampak negatif pada korban.
Mengetahui ciri-ciri dari perilaku bullying merupakan langkah pertama yang penting dalam upaya pencegahannya. Cara mencegah bullying memerlukan pendekatan komprehensif, mulai dari pendidikan di sekolah hingga dukungan dari keluarga dan masyarakat.
Tak kalah penting, untuk menciptakan lingkungan yang mendukung serta aman untuk setiap orang agar mereka tidak terjebak dalam siklus perundungan. Oleh karena itu, pentingnya untuk cara mencegah bullying secara efektif membantu mengurangi kejadian tersebut sekaligus menciptakan suasana yang lebih positif di lingkungan sekitar.
Dengan kerjasama dari berbagai pihak, kamu dapat melawan bullying hingga melindungi anak-anak dari dampak yang merugikan. Yuk simak ulasan di bawah ini seperti dirangkum brilio.net dari berbagai sumber, Rabu (14/8).
Apa itu bullying?
foto: freepik.com
Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang dianggap lebih lemah atau rentan.
Perilaku ini ditandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku serta korban, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk:
a) Bullying fisik: Melibatkan kontak fisik langsung seperti memukul, menendang, atau mendorong.
b) Bullying verbal: Berupa kata-kata yang menyakitkan seperti mengejek, mengancam, atau memanggil dengan julukan buruk.
c) Bullying sosial: Meliputi tindakan yang merusak reputasi atau hubungan sosial korban, seperti menyebarkan rumor atau mengucilkan seseorang dari kelompok.
d) Cyberbullying: Terjadi melalui media digital atau online, seperti mengirim pesan yang mengintimidasi melalui media sosial atau menyebarkan foto atau video yang memalukan tanpa izin.
Bullying dapat terjadi di berbagai lingkungan, termasuk sekolah, tempat kerja, lingkungan sosial, atau bahkan di rumah. Dampaknya dapat sangat serius dan berkepanjangan bagi korban, mempengaruhi kesehatan mental, fisik, serta perkembangan sosial mereka.
Ciri-ciri bullying.
foto: freepik.com
a) Relasi kuasa antar pelaku dan korban
Relasi kuasa ini melibatkan peran kekuatan yang dimiliki oleh pelaku. Pelaku punya kekuatan penuh dalam mengendalikan korban sehingga lebih mudah untuk mem-bully korban.
Pelaku bullying biasanya memiliki kekuatan atau kekuasaan yang lebih besar, baik secara fisik, mental, atau sosial. Kekuatan ini bisa berupa ukuran tubuh yang lebih besar, popularitas yang lebih tinggi, status sosial yang lebih tinggi, atau kemampuan verbal yang lebih baik.
Korban, di sisi lain, sering kali dianggap lebih lemah atau kurang mampu membela diri. Ketidakseimbangan ini membuat korban sulit untuk melawan atau menghentikan perilaku bullying yang mereka alami.
b) Niat untuk menyakiti
Bullying selalu melibatkan niat yang jelas untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Pelaku bullying secara sadar dan sengaja melakukan tindakan yang mereka tahu akan menyakiti atau membuat tidak nyaman korbannya.
Niat ini bisa terlihat dari cara pelaku merencanakan tindakan mereka, memilih target yang rentan, atau terus melanjutkan perilaku mereka meskipun sudah jelas bahwa korban terluka atau terganggu.
Penting untuk dipahami bahwa bullying bukanlah lelucon atau candaan biasa, tetapi merupakan tindakan yang disengaja untuk menyakiti orang lain.
c) Pengulangan
Bullying bukan kejadian yang terisolasi atau hanya terjadi sekali. Salah satu ciri khasnya adalah pengulangan perilaku agresif terhadap korban yang sama secara konsisten selama periode waktu tertentu.
Pengulangan ini bisa terjadi dalam bentuk yang sama (misalnya, terus-menerus mengejek dengan kata-kata yang sama) atau dalam berbagai bentuk yang berbeda (misalnya, kombinasi antara bullying fisik, verbal, dan sosial).
Pola pengulangan ini menciptakan lingkungan yang terus-menerus mengancam dan tidak aman bagi korban, yang dapat menyebabkan dampak psikologis jangka panjang.
d) Penyalahgunaan kekuasaan
Dalam kasus bullying, pelaku sering kali menyalahgunakan kekuasaan atau posisi mereka untuk mengintimidasi atau mengendalikan korban.
Hal ini bisa terjadi dalam berbagai konteks, seperti senior yang mem-bully junior di sekolah, atasan yang mengintimidasi bawahan di tempat kerja, atau anggota kelompok populer yang mengucilkan siswa yang dianggap kurang populer.
Penyalahgunaan kekuasaan ini sering kali digunakan untuk mempertahankan status sosial, mendapatkan keuntungan pribadi, atau sekadar untuk memuaskan rasa superioritas pelaku.
e) Dampak negatif pada korban
Bullying selalu mengakibatkan dampak negatif pada korban, baik secara fisik, emosional, maupun sosial.
Dampak ini bisa berupa luka fisik, penurunan harga diri, kecemasan, depresi, kesulitan berkonsentrasi di sekolah atau pekerjaan, isolasi sosial, atau bahkan pikiran untuk bunuh diri dalam kasus yang ekstrem.
Penting untuk diingat bahwa dampak bullying tidak selalu terlihat secara langsung dan dapat berlangsung lama setelah tindakan bullying itu sendiri berhenti.
f) Ketidakmampuan korban untuk membela diri
Korban bullying seringkali merasa tidak berdaya dan tidak mampu membela diri mereka sendiri. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketakutan akan pembalasan, kurangnya keterampilan sosial atau kepercayaan diri, atau bahkan keyakinan bahwa tidak ada yang akan membantu mereka.
Ketidakmampuan untuk membela diri ini semakin memperkuat siklus bullying, sehingga membuat pelaku merasa lebih berkuasa serta korban semakin terjebak dalam situasi yang merusak.
g) Ketidakpedulian pelaku terhadap perasaan korban
Pelaku bullying sering kali menunjukkan kurangnya empati atau kepedulian terhadap perasaan korban mereka. Alhasil, si pembully mungkin terus melakukan tindakan yang menyakitkan meskipun sudah jelas bahwa korban menderita.
Ketidakpedulian ini bisa muncul dari berbagai faktor, termasuk kurangnya keterampilan empati, keinginan untuk mempertahankan status sosial, atau masalah psikologis yang lebih dalam pada diri pelaku.
Cara mencegah bullying.
foto: freepik.com
1. Edukasi dan kesadaran
Langkah pertama dalam mencegah bullying ialah meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang masalah ini di kalangan siswa, guru, orang tua, dan masyarakat umum.
Program edukasi yang komprehensif harus dilaksanakan di sekolah maupun komunitas untuk mengajarkan tentang dampak negatif bullying, cara mengidentifikasinya, serta pentingnya menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi setiap orang.
Pendidikan ini harus mencakup diskusi tentang berbagai jenis bullying, termasuk bullying fisik, verbal, sosial, dan cyber-bullying. Dengan meningkatkan pemahaman, kita dapat membangun empati sekaligus mendorong orang untuk bertindak ketika menyaksikan perilaku bullying.
Selain itu, penting untuk mengajarkan keterampilan resolusi konflik maupun komunikasi yang efektif kepada anak-anak atau remaja, sehingga mereka dapat mengelola perbedaan maupun ketidaksepakatan tanpa harus melakukan bullying.
2. Implementasi kebijakan anti-bullying
Sekolah dan organisasi masyarakat harus mengembangkan sekaligus menerapkan kebijakan anti-bullying yang komprehensif. Kebijakan ini harus mencakup definisi yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai bullying, prosedur pelaporan yang mudah diakses dan aman, serta konsekuensi yang tegas bagi pelaku bullying.
Penting untuk memastikan bahwa kebijakan ini dikomunikasikan dengan baik kepada semua pihak terkait, termasuk siswa, staf, maupun orang tua. Kebijakan ini juga harus mencakup langkah-langkah untuk mendukung korban bullying serta upaya rehabilitasi bagi pelaku.
Selain itu, kebijakan harus ditinjau dan diperbarui secara berkala untuk memastikan efektivitasnya dalam menangani tren bullying yang mungkin berubah seiring waktu. Implementasi kebijakan yang konsisten dapat menciptakan lingkungan yang aman serta mendukung bagi semua orang.
3. Pembentukan budaya sekolah yang positif
Menciptakan lingkungan sekolah yang positif menjadi kunci dalam mencegah bullying. Meliputi upaya untuk membangun rasa komunitas yang kuat di antara siswa dan staf, mempromosikan nilai-nilai seperti rasa hormat, empati, hingga kebaikan.
Sekolah dapat mengorganisir kegiatan yang mendorong kerja sama tim, menghargai keragaman, serta merayakan perbedaan yang ada di lingkungan sekolah. Program mentoring teman sebaya juga dapat membantu menciptakan jaringan dukungan di antara siswa.
Penting juga untuk memastikan bahwa guru dan staf sekolah mencontohkan perilaku positif dalam menangani konflik dengan cara yang konstruktif. Lingkungan yang mendukung dan inklusif dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bullying serta mendorong siswa untuk saling mendukung satu sama lain.
4. Pelatihan untuk guru dan staf sekolah
Guru dan staf sekolah memainkan peran krusial dalam mencegah bullying. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pelatihan komprehensif kepada mereka tentang cara mengidentifikasi tanda-tanda bullying, bagaimana merespons secara efektif, dan strategi untuk menciptakan lingkungan kelas yang aman dan inklusif.
Pelatihan ini harus mencakup pemahaman tentang dinamika bullying, termasuk peran bystander, serta teknik intervensi yang efektif. Guru juga harus dilatih untuk mengenali maupun menangani bullying yang mungkin tidak terlihat jelas, seperti pengucilan sosial atau cyberbullying.
Selain itu, pelatihan harus mencakup cara berkomunikasi dengan orang tua tentang masalah bullying hingga bagaimana bekerja sama untuk mengatasi masalah ini. Dengan pelatihan yang tepat, guru maupun staf sekolah dapat menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan bullying.
5. Keterlibatan orang tua dan komunitas
Pencegahan bullying membutuhkan pendekatan kolaboratif yang melibatkan tidak hanya sekolah, tetapi juga orang tua dan komunitas yang lebih luas.
Sekolah harus secara aktif melibatkan orang tua dalam upaya anti-bullying, memberikan informasi tentang kebijakan sekolah, tanda-tanda bullying, serta cara mendukung anak-anak mereka.
Selain itu, kerjasama dengan organisasi komunitas, penegak hukum, dan profesional kesehatan mental dapat memperkuat upaya pencegahan bullying. Program setelah sekolah, klub, dan kegiatan berbasis komunitas dapat memberikan lingkungan yang aman bagi anak-anak dan remaja di luar jam sekolah. Dengan pendekatan yang melibatkan seluruh komunitas, kita dapat menciptakan jaringan dukungan yang lebih luas untuk mencegah bullying.
6. Pengembangan keterampilan sosial-emosional
Mengajarkan dan memperkuat keterampilan sosial-emosional merupakan strategi penting dalam mencegah bullying. Mencakup pengembangan empati, manajemen emosi, resolusi konflik, dan keterampilan komunikasi yang efektif.
Program pembelajaran sosial-emosional (SEL) yang terstruktur dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah untuk membantu siswa memahami dan mengelola emosi mereka, membangun hubungan positif, serta membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Keterampilan ini tidak hanya membantu mencegah bullying, tetapi juga mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan sosial di masa depan. Misalnya, mengajarkan siswa cara mengenali dan menghargai perbedaan dapat mengurangi prasangka yang sering menjadi akar dari perilaku bullying.
7. Pemanfaatan teknologi dan media sosial secara positif
Mengingat prevalensi cyberbullying, penting untuk mengajarkan siswa cara menggunakan teknologi dan media sosial secara bertanggung jawab. Hal yang bisa dilakukan meliputi pendidikan tentang keamanan online, privasi digital, hingga konsekuensi dari perilaku online yang tidak pantas.
Sekolah dapat mengembangkan program literasi digital yang mencakup topik-topik seperti etika online, pemikiran kritis tentang konten media, maupun cara merespons cyberbullying. Penting juga untuk mendorong penggunaan teknologi secara positif, seperti menggunakan platform online untuk kolaborasi, pembelajaran, dan advokasi anti-bullying.
8. Pemberdayaan bystander
Salah satu strategi yang efektif dalam mencegah bullying adalah memberdayakan bystander - individu yang menyaksikan tindakan bullying - untuk bertindak.
Program pelatihan bystander dapat mengajarkan siswa cara mengintervensi secara aman ketika mereka melihat bullying terjadi, seperti berbicara membela korban, melaporkan insiden kepada orang dewasa yang berwenang, atau menawarkan dukungan kepada korban.
Dengan memberdayakan bystander, harapannya dapat menciptakan budaya di mana bullying dianggap tidak dapat diterima dan di mana setiap orang merasa bertanggung jawab untuk mencegahnya.
Recommended By Editor
- 100 Bullying quotes penuh makna, cocok untuk hentikan perundungan
- 100 Kata-kata stop bullying di sekolah, mengajarkan siswa pentingnya rasa empati antarsesama
- Vincent Rompies buka suara usai kasus perundungan diduga libatkan anaknya, serahkan semua ke polisi
- Perundungan di SMA Tangsel libatkan anak Vincent Rompies, KemenPPPA minta polisi usut tuntas
- Korban perundungan SMA internasional di Tangsel alami luka bakar & memar, polisi langsung gerak cepat
- Kisah 7 anak seleb pernah jadi korban perundungan di sekolah, putra Mikaila Patritz sampai terluka