Brilio.net - Di dalam dunia kerja, tim HR (Human Resources) adalah garda depan yang mengelola berbagai aspek terkait karyawan. Mulai dari perekrutan, pelatihan, hingga urusan administrasi. Meski begitu, interaksi dengan HR sering kali menjadi momen yang membuat karyawan mengelus dada. Ada hal-hal yang kadang terasa kurang masuk akal atau bikin jengkel.

Kamu mungkin pernah mendengar keluhan dari rekan kerja, atau bahkan mengalaminya sendiri. Momen ketika HR melakukan hal-hal yang terasa nggak sesuai ekspektasi atau malah membuat kamu ingin menggaruk kepala. Memang, niat mereka baik, tapi tetap saja, ada beberapa kebiasaan nyeleneh dari tim HR yang sukses bikin karyawan geregetan.

Nah, kalau kamu merasa pernah sebal dengan tim HR di kantormu, mungkin ada alasan yang masuk akal di baliknya. Berikut brilio.net himpun dari berbagai sumber, Jumat (18/10), delapan kebiasaan HR yang sering kali bikin karyawan berdecak gemas dan geregetan.

1. Mengirim email panjang lebar yang isinya nggak penting.

Kebiasaan nyeleneh tim HR © 2024 brilio.net

foto: freepik.com

Kadang, HR suka mengirimkan email super panjang dengan judul yang serius, membuat kamu berpikir ada hal penting yang perlu dibaca. Setelah membuka, ternyata isinya cuma pengingat soal hal-hal sepele yang sebenarnya bisa disampaikan dalam dua kalimat. Bikin kamu merasa membuang waktu dan bertanya-tanya, “Kenapa nggak langsung to the point aja, sih?”

2. Kebijakan yang berubah-ubah tanpa pemberitahuan jelas.

Ketika kebijakan perusahaan sering berubah, HR biasanya yang bertanggung jawab menyampaikannya kepada karyawan. Masalahnya, sering kali perubahan ini nggak dijelaskan dengan baik atau malah bikin bingung. Jadi, kamu baru tahu aturan baru ketika sudah melakukan kesalahan, yang jelas bikin frustrasi.

3. Terlalu bertele-tele saat wawancara.

Kebiasaan nyeleneh tim HR © 2024 brilio.net

foto: freepik.com

Saat mengikuti proses wawancara, HR kadang suka nanya hal-hal yang kelihatannya kurang relevan atau terlalu bertele-tele. Mulai dari pertanyaan yang sebenarnya bisa langsung dijawab singkat, tapi malah dikemas jadi diskusi panjang. Bukannya fokus ke kompetensi, wawancara justru berasa kayak sesi curhat panjang yang bikin kamu jadi deg-degan tanpa alasan.

4. Memaksa karyawan ikut training yang nggak ada hubungannya sama pekerjaan.

Karyawan pasti paham kalau pelatihan itu penting. Tapi kalau dipaksa ikut pelatihan yang nggak ada hubungannya sama job desk, rasanya bikin jengkel juga. Kamu mungkin lagi sibuk dengan proyek penting, tapi mendadak harus menghadiri seminar tentang hal yang sama sekali nggak relevan, cuma karena "ini program perusahaan."

5. Sulit ditemui saat dibutuhkan.

Salah satu momen yang paling bikin gregetan adalah ketika HR tiba-tiba jadi susah ditemui, padahal kamu butuh bantuan atau klarifikasi segera. Kamu sudah mengirim email, mencoba menelepon, bahkan datang langsung ke ruang HR, tapi hasilnya nihil. Sering kali, urusan administratif yang harusnya simpel jadi berlarut-larut hanya karena sulitnya komunikasi.

6. Menuntut dokumen yang terlalu banyak untuk hal sepele.

Kebiasaan nyeleneh tim HR © 2024 brilio.net

foto: freepik.com

Urusan administrasi memang jadi bagian dari tanggung jawab HR, tapi kadang proses yang diharuskan terasa berlebihan. Kamu mungkin cuma butuh mengajukan cuti, tapi syaratnya ada segudang formulir yang harus diisi. Rasanya nggak sebanding antara usaha yang dikeluarkan dengan kebutuhan sederhana yang kamu ajukan.

7. Kebijakan cuti yang nggak fleksibel.

Soal cuti sering jadi isu sensitif di banyak kantor. Ada HR yang mempersulit pengajuan cuti, apalagi kalau alasan cutinya dianggap "nggak penting." Padahal, karyawan juga butuh refreshing atau bahkan punya keperluan mendadak, tapi kebijakan yang kaku membuat proses izin jadi ribet dan bikin stres.

8. Sering kali membela perusahaan, bukan karyawan.

Kebiasaan nyeleneh tim HR © 2024 brilio.net

foto: freepik.com

HR memang bertugas mengelola sumber daya manusia dan menjaga hubungan antara perusahaan dan karyawan. Namun, nggak jarang mereka lebih berpihak pada perusahaan daripada karyawan. Kamu mungkin merasa sudah memberikan bukti atau argumen yang kuat, tapi pada akhirnya keputusan HR tetap menguntungkan perusahaan, dan membuatmu merasa kurang didukung.