Brilio.net - Bulan Suro (muharram) dikenal sebagai bulan yang penuh dengan pantangan, terutama bagi orang yang ingin menikah. Masyarakat Jawa meyakini bahwa menikah di bulan Suro bisa mendatangkan kesialan, bahkan dianggap dapat membawa energi negatif bagi pasangan. Kepercayaan ini masih kental hingga kini, meski sebagian generasi muda mulai mempertanyakannya.
Larangan menikah di bulan Suro ternyata bukan hanya soal kesialan semata. Banyak orang percaya bahwa bulan ini berkaitan dengan aktivitas spiritual yang intens, sehingga sebaiknya digunakan untuk mendekatkan diri pada leluhur serta memohon keselamatan. Tradisi ini menjadikan bulan Suro sebagai waktu untuk berdiam diri dan introspeksi, bukan untuk menggelar pesta pernikahan.
Selain kepercayaan soal kesialan, ada pula makna simbolis yang lebih dalam dari larangan ini. Bulan Suro diyakini sebagai waktu yang sarat makna dan sering dianggap sakral dalam budaya Jawa. Karena itu, banyak keluarga yang lebih memilih menunda pernikahan hingga bulan-bulan berikutnya sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi.
Nah, berikut ini delapan makna mitos larangan menikah di bulan suro, yang dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (7/11)
1. Bulan suro dianggap bulan untuk introspeksi diri.
foto: freepik.com/jcomp
Bulan Suro dalam budaya Jawa dipandang sebagai bulan yang sakral dan penuh makna spiritual. Pada bulan ini, masyarakat Jawa dianjurkan untuk lebih banyak melakukan introspeksi sekaligus mendekatkan diri pada Tuhan serta leluhur.
Menikah pada bulan ini dianggap tidak sesuai karena fokus bulan Suro lebih kepada kegiatan yang bersifat spiritual, bukan perayaan atau hal-hal yang dianggap mengganggu ketenangan. Makna dari larangan ini bahwa bulan Suro sebaiknya dijalani dengan kesederhanaan dan ketenangan untuk refleksi diri maupun penghormatan pada leluhur.
2. Diyakini dapat menghindari datangnya kesialan.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, menikah di bulan Suro dianggap dapat mendatangkan kesialan atau hal-hal yang tidak menguntungkan bagi pasangan. Keyakinan ini berakar pada pandangan bahwa bulan Suro adalah bulan yang “berat” dan dipenuhi energi yang dapat memengaruhi kehidupan baru, seperti pernikahan.
Kesialan yang dimaksud sering dikaitkan dengan kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis, munculnya masalah yang bertubi-tubi, atau bahkan perceraian. Walaupun ini hanya kepercayaan turun-temurun, banyak yang lebih memilih untuk menghindari risiko dengan menunda pernikahan hingga bulan yang dianggap lebih baik.
3. Menghormati leluhur dengan tidak mengadakan pesta.
foto: freepik.com/stockking
Bulan Suro bagi masyarakat Jawa juga dikenal sebagai bulan yang kental dengan tradisi menghormati leluhur. Pada bulan ini, banyak ritual dan upacara adat yang dilakukan untuk mengenang leluhur serta meminta perlindungan maupun keselamatan.
Mengadakan pesta pernikahan di bulan ini dianggap tidak sopan atau kurang menghormati leluhur, sebab pesta pernikahan identik dengan kebahagiaan dan hingar-bingar, sementara bulan Suro lebih mengutamakan suasana tenang. Oleh karena itu, larangan menikah di bulan Suro juga dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
4. Bulan yang cocok untuk tolak bala, bukan perayaan.
Bulan Suro dalam tradisi Jawa lebih banyak diisi dengan kegiatan tolak bala atau upaya untuk menghindarkan diri dari mara bahaya dan energi negatif. Masyarakat sering mengadakan ritual ruwatan ataupun doa-doa untuk keselamatan.
Ketika mengadakan acara pernikahan pada bulan ini dianggap tidak tepat karena pesta pernikahan menjadi bentuk perayaan, sementara bulan Suro lebih diutamakan sebagai waktu untuk meminta perlindungan. Dengan tidak menikah di bulan Suro, pasangan dapat menghindari kemungkinan hal-hal buruk ataupun energi negatif yang dikhawatirkan muncul.
5. Bulan suro sebagai waktu mendekatkan diri pada Tuhan.
Sebagian masyarakat Jawa percaya bahwa bulan Suro menjadi bulan yang paling tepat untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Pada bulan ini, umat diajak untuk lebih banyak beribadah, bertapa, atau berdoa sebagai bentuk pendekatan batin dan permohonan perlindungan.
Karena itulah, banyak yang merasa tidak pantas mengadakan pernikahan di bulan ini, sebab pernikahan adalah acara yang berfokus pada hubungan antar-manusia, bukan pada hubungan spiritual dengan Tuhan. Larangan menikah di bulan Suro dimaknai sebagai upaya menjaga kesucian bulan ini untuk ibadah serta refleksi batin.
6. Menjaga keselarasan dengan alam dan tradisi.
foto: freepik.com/freepik
Larangan menikah di bulan Suro juga memiliki makna menjaga keselarasan antara manusia, alam, dan tradisi. Bagi masyarakat Jawa, mematuhi tradisi jadi bagian dari menjaga hubungan harmonis dengan alam maupun energi yang ada di sekitarnya.
Dengan menunda pernikahan hingga bulan lain, diharapkan pasangan tidak mengundang hal-hal yang mengganggu keharmonisan dalam hidup. Mematuhi tradisi ini diyakini dapat membantu menjaga kedamaian sekaligus keberkahan dalam kehidupan rumah tangga kelak.
7. Bulan suro sebagai pengingat sejarah tragis.
Sebagian orang percaya bahwa bulan Suro menyimpan sejarah tragis, seperti peperangan atau konflik besar dalam masa lalu Jawa, yang membawa duka dan penderitaan. Karena itu, menikah di bulan ini dianggap bisa membawa aura kesedihan ataupun tragedi ke dalam kehidupan pernikahan pasangan tersebut.
Meskipun tidak semua orang Jawa meyakini hal ini, beberapa kalangan yang menghormati sejarah memilih untuk tidak menikah di bulan Suro sebagai bentuk penghormatan lalu pengingat akan kisah-kisah masa lalu yang kelam.
8. Memberikan waktu persiapan yang lebih matang.
Larangan menikah di bulan Suro juga dapat dimaknai sebagai kesempatan bagi pasangan untuk mempersiapkan diri dengan lebih matang sebelum memasuki jenjang pernikahan. Dengan menunda pernikahan hingga bulan lain, pasangan memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan keputusan besar ini sekaligus memastikan bahwa benar-benar siap.
Dalam konteks ini, bulan Suro dipandang sebagai bulan untuk bersabar lalu memperkuat fondasi hubungan sebelum memulai kehidupan rumah tangga yang baru.
Recommended By Editor
- Katanya ada yang ngikutin, 11 mitos nengok ke belakang ini bikin merinding
- 8 Arti mitos burung gagak di sekitar rumah, tak cuma dianggap sebagai pembawa kabar kematian
- BPOM tarik Latiao yang mengandung bakteri, ini 9 cara memilih jajanan aman di lingkungan sekolah
- Sering dianggap penyebab sial, ini 9 mitos menabrak kucing
- Ternyata nggak cuma bikin seret jodoh, 7 arti mitos duduk di depan pintu ini banyak dipercaya
- Nggak cuma diganggu mahluk halus, ini 8 mitos larangan tidur habis maghrib