Brilio.net - Kasus pelecehan seksual yang melibatkan Agus, seorang difabel asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, terus memunculkan fakta mengejutkan. Sejak pertama kali terungkap pada Oktober 2024, jumlah korban yang melaporkan tindakan kekerasan seksual ini terus bertambah. Tercatat sedikitnya 13 korban, dengan tiga diantaranya masih di bawah umur.
Joko Jumadi selaku Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB mengonfirmasi bahwa penyelidikan kasus ini masih dalam proses. Kepolisian telah memeriksa beberapa korban, sedangkan Lembaga Kasus ini menjadi lebih kompleks karena Agus, yang tidak memiliki kedua tangan, sempat mengklaim dirinya sebagai korban fitnah dari pihak-pihak yang menuduhnya.
Namun, fakta yang terungkap selama penyelidikan menunjukkan bahwa tindakan Agus tidak hanya terjadi sekali. Dia diduga melakukan kekerasan seksual secara berulang, termasuk di tempat umum seperti penginapan di Mataram.
Psikolog yang menangani kasus ini menjelaskan modus operandi yang digunakan Agus ialah trik manipulasi emosional, sebuah strategi psikologis untuk memengaruhi dan menjebak korbannya secara halus. Bisa dibilang, perbuatan yang dilakukannya ini telah direncanakan dengan matang.
Lantas apa yang dimaksud dengan manipulasi emosional? Yuk simak ulasan lengkapnya, brilio.net himpun dari berbagai sumber, Kamis (5/12).
Apa itu manipulasi emosional?
Manipulasi emosional adalah sebuah cara di mana seseorang dengan sengaja mencoba mengendalikan atau memengaruhi emosi orang lain demi kepentingannya sendiri. Biasanya, manipulasi ini dilakukan secara halus sehingga korban sering tidak menyadarinya. Pelaku manipulasi emosional sering memanfaatkan kelemahan, empati, atau perasaan bersalah seseorang untuk mendapatkan apa yang diinginkan, baik itu perhatian, kendali, atau bahkan keuntungan materi.
Cara ini tidak selalu melibatkan kekerasan fisik atau ancaman langsung. Sebaliknya, manipulasi emosional sering terlihat seperti perhatian atau keprihatinan yang tulus, padahal sebenarnya hanya kamuflase untuk tujuan tersembunyi. Misalnya, pelaku mungkin memposisikan diri sebagai korban agar mendapatkan simpati, atau membuat orang lain merasa bersalah atas sesuatu yang sebenarnya bukan tanggung jawab mereka.
Apa yang membuat manipulasi emosional begitu berbahaya adalah efek jangka panjangnya. Orang yang menjadi korban manipulasi emosional sering kali kehilangan rasa percaya diri, merasa bingung, atau bahkan mulai meragukan persepsi mereka sendiri. Dalam kasus yang lebih parah, manipulasi emosional dapat menyebabkan korban terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, baik itu di lingkungan keluarga, pertemanan, maupun hubungan romantis.
Ciri-ciri manipulasi emosional.
Ciri-ciri umum manipulasi emosional yang perlu diperhatikan:
1. Membuat korban merasa bersalah secara berlebihan
Pelaku manipulasi emosional sering menggunakan rasa bersalah sebagai senjata utama. Pelaku menyalahkan korban atas sesuatu yang sebenarnya tidak sepenuhnya salah korban, atau memperbesar kesalahan kecil untuk menekan emosi korban. Hal ini dilakukan agar korban merasa bertanggung jawab untuk memenuhi keinginan pelaku.
2. Memutarbalikkan fakta
Manipulator sering kali memutarbalikkan fakta untuk membuat korban bingung. Pelaku bisa mengubah narasi agar terlihat sebagai korban, meskipun sebenarnya dia jadi pelaku. Teknik ini sering disebut gaslighting, yang membuat korban meragukan ingatannya sendiri lalu kehilangan kepercayaan pada persepsinya.
3. Menggunakan pujian yang manipulatif
Pujian memang terlihat positif, tetapi dalam manipulasi emosional, pujian sering digunakan sebagai alat untuk memengaruhi. Misalnya, pelaku mungkin memuji korban secara berlebihan untuk membuatnya merasa dihargai, tetapi kemudian menghancurkan rasa percaya diri korban dengan kritik tajam ketika tidak menuruti kehendak pelaku.
4. Menciptakan ketergantungan emosional
Pelaku manipulasi sering kali membuat korban merasa bahwa tidak bisa hidup tanpanya. Pelaku mungkin menciptakan ilusi bahwa hanya mereka yang peduli bahkan memahami korban, sehingga korban menjadi takut untuk menjauh maupun meninggalkan hubungan tersebut.
5. Menanamkan rasa takut
Manipulasi emosional kadang melibatkan ancaman, baik langsung maupun tidak langsung. Contohnya, pelaku mungkin mengancam akan mengakhiri hubungan, berhenti memberi dukungan, atau menyakiti diri sendiri jika korban tidak menuruti kehendaknya. Meski ancaman ini tidak selalu diucapkan secara eksplisit, korban tetap merasa tertekan lalu takut akan konsekuensinya.
6. Terus-menerus menyalahkan korban
Pelaku manipulasi sering menuduh korban sebagai penyebab masalah dalam hubungan. Bahkan ketika masalah tersebut jelas berasal dari pelaku, mereka akan berusaha memutar balik situasi agar korban merasa bertanggung jawab dan meminta maaf.
7. Membuat korban merasa tidak cukup baik
Pelaku manipulasi emosional seringkali merendahkan korban secara halus untuk merusak kepercayaan dirinya. Mereka mungkin mengatakan bahwa korban tidak kompeten, tidak cukup cerdas, bahkan tidak mampu tanpa bantuan mereka.
8. Isolasi dari lingkungan sosial
Beberapa manipulator mencoba memisahkan korban dari teman, keluarga, atau lingkungan sosialnya. Dengan cara ini, korban menjadi lebih bergantung pada pelaku karena kehilangan dukungan dari orang lain.
Jenis-jenis manipulasi emosional.
Manipulasi emosional bisa muncul dalam berbagai bentuk yang sering kali sulit dikenali. Setiap jenis memiliki cara unik untuk memengaruhi emosi korban. Adapun jenis manipulasi emosional yang umum ditemukan:
1. Gaslighting
Gaslighting merupakan salah satu bentuk manipulasi emosional yang paling berbahaya. Pelaku sengaja membuat korban meragukan ingatan, persepsi, bahkan kewarasannya. Contohnya, pelaku mungkin menyangkal fakta yang jelas-jelas terjadi atau memutar balik cerita sehingga korban merasa bingung lalu kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri.
2. Guilt-tripping
Jenis manipulasi ini menggunakan rasa bersalah untuk mengontrol korban. Pelaku membuat korban merasa bertanggung jawab atas perasaan maupun tindakan mereka. Misalnya, mereka mungkin berkata, "Kalau kamu benar-benar peduli, kamu akan melakukan ini untukku," meskipun permintaan tersebut tidak masuk akal.
3. Love bombing
Pada awal hubungan, pelaku mungkin memberikan perhatian, pujian, hingga hadiah secara berlebihan untuk memenangkan kepercayaan korban. Namun, begitu korban merasa nyaman, pelaku mulai menarik perhatian tersebut sekaligus menggunakannya sebagai alat kontrol. Taktik ini sering digunakan untuk menciptakan ketergantungan emosional.
4. Silent treatment
Pelaku manipulasi sering menggunakan metode diam sebagai bentuk hukuman. Contohnya pelaku berhenti berbicara atau merespons korban tanpa penjelasan, sehingga membuat korban merasa cemas lalu merasa bersalah. Metode ini digunakan untuk memaksa korban menuruti keinginan pelaku.
5. Playing the victim
Dalam jenis manipulasi ini, pelaku berpura-pura menjadi korban untuk mendapatkan simpati bahkan menghindari tanggung jawab atas tindakannya. Mereka mungkin mengatakan hal-hal seperti, "Aku melakukan semua ini karena aku merasa tidak dihargai," untuk memanipulasi emosi korban.
6. Emotional blackmail
Manipulasi ini melibatkan ancaman emosional, seperti, "Kalau kamu tidak melakukan ini, aku akan pergi," atau bahkan ancaman untuk menyakiti diri sendiri. Taktik ini bertujuan untuk menakut-nakuti korban agar menuruti keinginan pelaku.
7. Using flattery to control
Pujian berlebihan seringkali digunakan untuk memengaruhi korban. Pelaku mungkin memuji korban dengan tujuan membuat merasa istimewa, tetapi kemudian menggunakan pujian ini sebagai alat untuk menuntut sesuatu. Misalnya, pelaku bisa berkata, "Kamu kan pintar, pasti bisa menyelesaikan ini tanpa masalah," untuk memanipulasi korban agar mengambil tanggung jawab yang tidak adil.
8. Triangulation
Triangulation adalah taktik di mana pelaku melibatkan orang ketiga untuk menciptakan ketegangan. Misalnya, membandingkan korban dengan orang lain atau membawa pihak ketiga dalam konflik untuk memperbesar masalah dan mengalihkan perhatian dari kesalahannya sendiri.
9. Creating dependency
Beberapa pelaku manipulasi emosional berusaha menciptakan ketergantungan emosional dengan membuat korban percaya bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa pelaku. Ini dilakukan dengan mengisolasi korban dari dukungan sosial sekaligus menciptakan kebutuhan palsu akan keberadaan pelaku.
Recommended By Editor
- 7 Sifat kepribadian yang membawa perlindungan dan kedamaian
- 6 Zodiak ini punya daya tarik yang memikat, sekali lihat langsung kepincut
- [KUIS] Manakah gambar tanaman yang paling nyeleneh menurut kamu? Hasilnya ungkap sisi unik di dirimu
- Terlalu terikat masa lalu, 7 zodiak ini gampang melamun ketika teringat kenangan lama
- 7 Outfit andalan karyawan startup ini menunjukkan kepribadian
- Gampang tersulut emosi, 6 zodiak ini dikenal sulit mengendalikan amarah