Brilio.net - KH Hasyim Asyari adalah salah satu tokoh paling penting dalam sejarah Islam di Indonesia. Sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, perannya sangat besar dalam perkembangan keislaman di Nusantara. Selain itu, ia juga dikenal sebagai kakek dari Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab dipanggil Gus Dur, presiden keempat Indonesia.
KH Hasyim Asyari lahir pada 14 Februari 1871 di Desa Gedang, Jombang, Jawa Timur. Dari keluarga yang sangat religius, sejak kecil ia sudah dibekali pendidikan agama yang kuat. Namanya tidak hanya harum di kalangan umat Islam Indonesia, tetapi juga dunia internasional karena kontribusinya dalam mempertahankan nilai-nilai Islam yang moderat dan toleran. Sepanjang hidupnya, KH Hasyim Asyari mendedikasikan waktu dan tenaga untuk memperkuat akidah umat, terutama dalam masa penjajahan Belanda yang berusaha menggerus nilai-nilai Islam di Indonesia.
Selain mendirikan NU, KH Hasyim Asyari juga berperan besar dalam pembentukan identitas nasional umat Islam di Indonesia. Dia selalu mengedepankan pentingnya persatuan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur spiritual dan pendidikan. Hingga kini, pemikirannya terus hidup melalui karya-karyanya dan juga organisasi yang dia dirikan, yang kini menjadi salah satu pilar utama umat Islam Indonesia.
Masa Muda KH Hasyim Asy'ari.
foto: X/@pojokNU
Dilansir brilio.net dari berbagai sumber pada Rabu (16/10), masa muda KH Hasyim Asyari dipenuhi dengan pencarian ilmu. Lahir dari keluarga ulama, dia mendapatkan pendidikan dasar agama dari orang tuanya, Kiai Asyari dan Nyai Halimah. Pada usia 15 tahun, Hasyim Asyari mulai menuntut ilmu, belajar dari pesantren ke pesantren di Jawa. Salah satu pesantren yang sangat memengaruhi perjalanan intelektualnya adalah Pesantren Tebuireng, Jombang, tempat yang ketika sudah berumur berhasil dia kembangkan menjadi salah satu pesantren terbesar di Indonesia.
KH Hasyim Asyari kemudian melanjutkan belajar ke Mekah untuk memperdalam ilmu agama. Selama di Mekah, ia berguru kepada banyak ulama besar, termasuk ulama terkenal dari Indonesia, seperti Syaikh Nawawi al-Bantani. Pengalaman ini memperkaya pemahaman keagamaannya, terutama dalam menggabungkan ajaran tradisional Islam dengan pemikiran modern yang mulai berkembang saat itu.
Pengalaman belajar di Mekah membawa pengaruh besar dalam cara KH Hasyim Asyari memandang Islam. Hasyim Asyari melihat pentingnya memadukan tradisi dengan kemajuan, sehingga Islam bisa relevan di zaman yang terus berubah. Inilah yang kelak menjadi salah satu dasar dari pendirian Nahdlatul Ulama, organisasi yang dia dirikan untuk menjaga dan mengembangkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di Indonesia.
Pendirian Nahdlatul Ulama.
foto: X/@pojokNU
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada 31 Januari 1926 oleh KH Hasyim Asyari bersama dengan ulama-ulama lain. Latar belakang pendirian NU adalah keprihatinan terhadap arus pemikiran modernisme Islam yang mulai berkembang di Indonesia saat itu. Modernisme yang digerakkan oleh organisasi seperti Muhammadiyah dianggap terlalu condong pada penafsiran Islam yang meninggalkan tradisi-tradisi lokal yang sudah lama dianut masyarakat Indonesia.
Dalam mendirikan NU, KH Hasyim Asyari ingin menjaga tradisi-tradisi Islam Nusantara, seperti tahlilan, ziarah kubur, dan maulid, yang kala itu dianggap menyimpang oleh kelompok modernis. Bagi KH Hasyim Asyari, tradisi ini merupakan bagian dari ajaran Islam yang telah berkembang dengan baik di Indonesia dan harus dipertahankan. Dengan memadukan ajaran Islam klasik dengan konteks lokal, KH Hasyim Asyari berharap NU bisa menjadi benteng pertahanan akidah umat Islam di Indonesia dari pengaruh yang bisa merusak keutuhan beragama.
Awal berdiri, NU tidak hanya fokus pada aspek keagamaan tetapi juga sosial dan pendidikan. KH Hasyim Asyari mendirikan banyak madrasah di bawah naungan NU untuk membekali umat dengan pengetahuan agama dan ilmu umum. Di bawah kepemimpinan Hasyim Asyari, NU berkembang menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia, yang memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan nasional.
Kiprah KH Hasyim Asyari mencetuskan resolusi jihad santri.
foto: X/@pojokNU
Sebagai seorang ulama besar, KH Hasyim Asyari tidak hanya dikenal karena keilmuannya, tetapi juga kiprahnya dalam perjuangan melawan penjajah. Salah satu momen paling bersejarah dalam perjalanan hidupnya adalah ketika mencetuskan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Resolusi ini berisi seruan kepada seluruh santri dan juga umat Islam Indonesia untuk berjihad melawan penjajah Belanda yang berusaha kembali menguasai Indonesia setelah kemerdekaan.
Pemikiran KH Hasyim Asyari tentang jihad tidak terbatas pada peperangan fisik. Baginya, jihad adalah upaya sungguh-sungguh dalam membela agama dan bangsa. Melalui Resolusi Jihad, KH Hasyim Asyari berhasil memobilisasi ribuan santri untuk terlibat pertempuran melawan sekutu, terutama pada peristiwa Pertempuran Surabaya. Resolusi ini menjadi titik tolak penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Selain kontribusinya dalam jihad fisik, KH Hasyim Asyari juga dikenal sebagai pembaru pemikiran Islam di Indonesia. Hasyim Asyari mendorong umat Islam untuk selalu mengedepankan akhlak, kebijaksanaan, dan persatuan dalam menghadapi berbagai tantangan. Melalui pesantren dan NU, Hasyim Asyari mencetak banyak ulama yang hingga kini menjadi panutan umat.
Recommended By Editor
- Begini penjelasan tema Hari Santri 2024 lengkap dengan link download logo
- Peran santri di Indonesia, dari era kemerdekaan sampai kemajuan digital
- Sejarah Hari Santri yang perlu diketahui, kenang perjuangan kaum sarungan membela negara
- Hari santri nasional jatuh pada Selasa 22 Oktober 2024, ini 5 kegiatan untuk merayakannya
- Jangan dulu salahkan guru, begini peran orang tua dalam mencegah bullying di pesantren
- Kasus bully di pesantren kian marak, masihkah pendidikan berbasis agama jadi pilihan bagi anak?
- 50 Gombalan maut ala santri, maknanya romantis khas kaum sarungan bikin hati berdebar
- Alih-alih pakai kostum tari, momen santri pentas pakai makeup pocong ini idenya nggak ada lawan