Brilio.net - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar acara Sarasehan Nasional Pendidikan pada Rabu (23/10). Dalam acara bertema "Refleksi 20 Tahun Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Tantangan dan Harapan Dalam Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Bangsa untuk Pemerintahan ke Depan" ini, BRIN memberikan masukan penting terkait perkembangan dan implementasi program-program yang telah dijalankan oleh Kementerian Pendidikan yang kini telah dipecah menjadi tiga, yakni Kementerian Dasar dan Menengah, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Kebudayaan.
Sarasehan ini dilakukan atas inisiatif Pusat Riset Pendidikan BRIN, dengan menghadirkan sebanyak 43 pembicara dari berbagai wilayah di Indonesia.
"Terdapat sebanyak 43 pembicara yang akan menyampaikan pikirannya dalam sarasehan ini. Para pembicara merupakan akademisi atau BRIN sendiri yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua," kata Kepala Pusat Riset Pendidikan BRIN Trina Fizzanty dalam sarasehan tersebut yang diikuti secara daring.
foto: Instagram/@soshum_brin
Dilansir brilio.net dari Antara, dalam kesempatan tersebut BRIN menyoroti beberapa aspek dari program yang dijalankan oleh Kemendikbudristek. Evaluasi ini mencakup program-program yang dianggap memiliki peran strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu program yang dibahas adalah Merdeka Belajar, sebuah inisiatif yang digagas untuk memberikan otonomi lebih kepada sekolah dan lembaga pendidikan dalam mengatur kurikulum sesuai kebutuhan lokal.
BRIN menilai bahwa meskipun program Merdeka Belajar memiliki potensi besar, implementasinya di lapangan masih menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan tersebut terutama terkait dengan kesiapan infrastruktur digital dan kemampuan tenaga pendidik dalam memanfaatkan teknologi secara optimal. Oleh karena itu, BRIN memberikan rekomendasi kepada Kemendikbudristek untuk lebih memperhatikan kesiapan teknologi dan pelatihan bagi tenaga pengajar agar program ini dapat berjalan lebih efektif di seluruh daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN Ahmad Najib Burhani mengatakan dalam 20 tahun terakhir, dunia pendidikan di Indonesia memiliki banyak program dan inovasi.
foto: Instagram/@soshum_brin
Ia mengemukakan penerapan berbagai kebijakan seperti perubahan kurikulum, pengembangan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), transformasi kelembagaan dari satuan kerja menjadi Badan Layanan Umum (BLU), penghapusan Ujian Nasional (UN), hingga implementasi Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang memiliki kelebihan dan kekurangan dengan tantangannya masing-masing.
Oleh karena itu, Najib menyebut hadirnya sejumlah narasumber yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia ini bisa menjadi sumber informasi yang valid akan kelebihan dan kekurangan dari berbagai kebijakan pendidikan yang diimplementasikan di seluruh wilayah di Indonesia.
"Semoga ini bisa menjadi masukan untuk kebijakan pemerintahan kita yang akan datang. Untuk itu, saya ucapkan terima kasih kepada semua pembicara yang hadir dari berbagai wilayah dan institusi di Indonesia," tandas Ahmad Najib Burhani, Rabu (23/10).
Recommended By Editor
- Mendikdasmen singgung soal wajib belajar 13 tahun dan UN, masihkah relevan di era sekarang?
- Perlambat gejala demensia, ini 7 manfaat belajar banyak bahasa sejak usia dini
- Perbedan gelar doktor dan doktor honoris causa, pahami agar tidak keliru
- Masih banyak yang belum tahu, ternyata ini perbedaan gelar Diploma, S1, S2 dan S3
- Riset: Indonesia ranking dua negara dengan ketidakjujuran akademik, banyak gelar pendidikan abal-abal?
- Bisa lulus doktor cuma 1,5 tahun, ini peraturan dan syarat pendidikan S3 di Universitas Indonesia