Brilio.net - Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong telah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan ini menjadi respons atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung.

Tom Lembong yang kini ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, menggugat keputusan ini melalui kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir. Dalam gugatan tersebut, Tom Lembong menjadi Pemohon, sedangkan Kejaksaan Agung menjadi Termohon.

Kuasa hukum Tom Lembong mempersoalkan keabsahan Surat Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan Kejaksaan Agung pada 29 Oktober 2024. Menurut Ari, kliennya tidak diberi kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum pada saat penetapan sebagai tersangka serta ketika pertama kali diperiksa dalam status tersebut.

Hal ini, menurutnya tentu melanggar Pasal 54, 55, dan 57 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatur hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasihat yang dipilihnya demi kepentingan pembelaan.

foto: Instagram/@tomlembong

Selain itu, Ari menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Tom tidak didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah. Kejaksaan Agung hanya memaparkan bukti yang disebutkan dalam konferensi pers, yaitu persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT Angel Product, surat penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, serta persetujuan impor untuk sembilan perusahaan swasta lainnya. Bukti-bukti ini, kata Ari, hingga saat ini tidak pernah diperlihatkan kepada pihaknya dalam proses pemeriksaan, baik ketika Tom diperiksa sebagai saksi maupun tersangka.

Lebih jauh, menurut kuasa hukum Tom Lembong, pernyataan Kejaksaan Agung yang menyebut dugaan kerugian negara sebesar Rp400 miliar dinilai sebagai upaya kriminalisasi terhadap Tom Lembong. Ari menekankan bahwa tindakan Tom sebagai Menteri Perdagangan tidak menunjukkan bukti adanya pelanggaran hukum.

Dalam gugatan ini, pihak Tom Lembong juga menyoroti berbagai kejanggalan dalam proses penetapan tersangka dan penahanan, mulai dari ketidakadilan dalam penunjukan penasihat hukum, kurangnya bukti permulaan, hingga proses penahanan yang dianggap tidak berlandaskan hukum.

foto: Instagram/@tomlembong

Gugatan praperadilan ini menjadi langkah Tom Lembong untuk memperjuangkan haknya dalam sistem peradilan. Praperadilan sendiri merupakan mekanisme hukum yang memberikan kesempatan bagi tersangka atau pihak yang merasa dirugikan untuk menggugat prosedur penetapan maupun penahanan yang dianggap melanggar hukum.

Menilik persoalan tersebut, tentu tak sedikit yang mempertanyakan apa itu Praperadilan hingga prosedurnya. Pasalnya melalui praperadilan ini apabila seseorang disangkakan melakukan perbuatan melawan hukum maka bisa mengupayakan hak-haknya atas kesewenangan dari aparat penegak hukum.

Supaya lebih memahaminya berikut ini ulasan lengkap apa itu praperadilan dan prosedurnya, brilio.net lansir dari berbagai sumber, Selasa (5/11).

Apa itu Praperadilan?

foto: freepik.com/freepik

Praperadilan merupakan salah satu langkah hukum yang dapat diambil oleh seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam suatu kasus pidana. Konsep ini muncul dalam upaya untuk memberikan perlindungan hukum bagi individu yang merasa hak-haknya dilanggar selama proses penyidikan.

Secara umum, praperadilan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan memiliki tujuan untuk memastikan bahwa proses penegakan hukum dilakukan dengan adil serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, mereka memiliki hak untuk menggugat keabsahan penetapan tersebut. Inilah yang menjadi esensi dari praperadilan. Proses ini memungkinkan tersangka untuk mempertanyakan tindakan penyidik maupun jaksa yang dianggap tidak sesuai dengan hukum, termasuk dalam hal penetapan tersangka, penahanan, atau penyitaan barang. Dengan kata lain, praperadilan memberikan kesempatan bagi tersangka untuk membela diri sebelum proses peradilan lebih lanjut dimulai.

Dasar hukum praperadilan di Indonesia dapat ditemukan dalam Pasal 77 hingga Pasal 84 KUHAP. Pasal 77, misalnya, menyatakan bahwa seseorang yang merasa hak-haknya dilanggar selama proses penyidikan dapat mengajukan permohonan praperadilan. Di sini, jelas terlihat bahwa KUHAP memberikan ruang bagi tersangka untuk memperjuangkan hak-haknya lalu memastikan bahwa proses hukum yang dijalani tidak melanggar ketentuan yang ada.

Selain itu, praperadilan sebagai langkah penting dalam menjamin keadilan sekaligus hak asasi manusia. Misalnya, Prof. Dr. Sudarto, seorang pakar hukum pidana, menjelaskan bahwa praperadilan berfungsi sebagai kontrol terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Menurutnya, keberadaan praperadilan sangat penting untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak individu yang dapat dilakukan oleh pihak penyidik dalam proses penegakan hukum.

Sementara itu, menurut pendapat Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), pengertian praperadilan merupakan tugas tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus perkara pidana maupun perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan serta penghentian penuntutan, penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik.

Tujuan utama pelembagaan praperadilan dalam KUHAP yaitu melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang.

Berdasarkan ulasan tersebut, dapat diambil benang merahnya bahwa praperadilan sebagai proses hukum yang bisa digunakan untuk memperjuangkan hak-hak tersangka atas tindakan sewenang-wenangan dari aparat penegak hukum dalam menetapkan ataupun menyangkakan seseorang tersangka.

- Pentingnya praperadilan

Praperadilan memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem hukum Indonesia. Proses ini tidak hanya melindungi hak-hak individu, tetapi juga menjaga integritas sistem peradilan itu sendiri. Dengan memberikan ruang bagi tersangka untuk menggugat tindakan penyidik atau jaksa, praperadilan turut mendorong transparansi serta akuntabilitas dalam proses hukum.

Hal ini menjadi langkah yang sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Dalam praktiknya, meskipun tidak semua kasus praperadilan berhasil, keberadaan mekanisme ini tetap memberikan harapan bagi banyak orang yang merasa terpinggirkan dalam proses hukum. Dengan praperadilan, setiap orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan keadilan yang seharusnya menjadi haknya sebagai warga negara.

Mekanisme praperadilan

foto: freepik.com/freepik

Secara sederhana proses praperadilan dimulai ketika pihak tersangka mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri. Dalam permohonan ini, tersangka atau kuasa hukumnya harus mencantumkan alasan-alasan yang mendasari pengajuan praperadilan, seperti ketidakadilan dalam proses penyidikan maupun kurangnya alat bukti yang mendukung penetapan tersangka.

Selanjutnya, hakim akan memeriksa permohonan tersebut lalu memutuskan apakah praperadilan dapat dilanjutkan. Salah satu hal penting dalam proses ini bahwa sidang praperadilan dilakukan dengan cepat. Ini dimaksudkan agar tersangka tidak terjebak dalam proses hukum yang berlarut-larut, terutama jika merasa ditahan secara tidak sah. Biasanya, hakim akan memutuskan perkara praperadilan dalam waktu singkat, biasanya dalam waktu 7 hari setelah permohonan diajukan.

Supaya lebih memahaminya, berikut penjelasan singkat terkait prosedur praperadilan:

1. Pihak yang dapat mengajukan:

- Tersangka atau keluarganya
- Penasihat hukum tersangka
- Pihak ketiga yang berkepentingan
- Penuntut umum
- Pihak ketiga yang berkepentingan

2. Objek Praperadilan:

- Sah atau tidaknya penangkapan
- Sah atau tidaknya penahanan
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
- Sah atau tidaknya penghentian penuntutan
- Permintaan ganti kerugian dan rehabilitasi
- Sah atau tidaknya penetapan tersangka
- Sah atau tidaknya penggeledahan dan penyitaan

3. Tahapan pengajuan:

a) Pendaftaran permohonan di kepaniteraan Pengadilan Negeri, melampirkan:

- Surat permohonan
- Surat kuasa (jika menggunakan kuasa hukum)
- Bukti-bukti pendukung

b) Penetapan hakim tunggal oleh Ketua Pengadilan Negeri

c) Penetapan hari sidang (maksimal 3 hari kerja setelah registrasi)

4. Proses persidangan:

a) Sidang pertama:
- Pembacaan permohonan
- Jawaban termohon

b) Sidang kedua:
- Pemeriksaan bukti-bukti
- Mendengar keterangan para pihak

c) Sidang ketiga:
- Kesimpulan para pihak
- Putusan

5. Jangka waktu:

- Praperadilan harus diputus dalam waktu 7 hari kerja sejak perkara diregister
- Putusan bersifat final di tingkat pertama
- Dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi

6. Putusan Praperadilan:

a) Jika permohonan dikabulkan:
- Tindakan yang digugat dinyatakan tidak sah
- Dapat memerintahkan pemberian ganti kerugian
- Dapat memerintahkan rehabilitasi

b) Jika permohonan ditolak:
- Tindakan yang digugat tetap dinyatakan sah
- Proses hukum tetap berjalan

7. Gugurnya Praperadilan:

Praperadilan gugur jika perkara pokok sudah mulai diperiksa di Pengadilan Negeri

8. Ganti kerugian dan rehabilitasi:

- Ganti kerugian dapat dimintakan atas penangkapan atau penahanan yang tidak sah
- Besaran ganti kerugian diatur dalam PP No. 92 Tahun 2015
- Rehabilitasi diberikan untuk memulihkan nama baik terduga tersangka