Brilio.net - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tengah mempersiapkan rencana kenaikan iuran yang diproyeksikan akan berlaku mulai Juni 2025. Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, kebijakan ini dipertimbangkan untuk menjaga stabilitas keuangan BPJS di tengah ancaman defisit yang terus membayangi.
Langkah menaikkan iuran dianggap perlu untuk memastikan keberlangsungan dana jaminan sosial (DJS) kesehatan tetap aman dan terhindar dari risiko gagal bayar di masa mendatang. Kondisi keuangan BPJS Kesehatan menunjukkan adanya tekanan cukup besar, terutama dengan proyeksi defisit anggaran yang diperkirakan mencapai sekitar Rp20 triliun pada 2024.
Meskipun belum ada gagal bayar hingga 2025, BPJS Kesehatan harus menghadapi potensi risiko finansial pada 2026 jika pengeluaran terus melebihi pemasukan dari iuran peserta. Rencana kenaikan iuran ini dinilai sebagai upaya preventif agar beban defisit tersebut tidak semakin menumpuk yang memengaruhi keberlanjutan layanan.
Kenaikan iuran tentunya memiliki dampak yang luas bagi peserta BPJS Kesehatan, terutama bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun, jika defisit dibiarkan tanpa tindakan, risiko gagal bayar akan semakin besar, yang dapat menghambat akses layanan kesehatan bagi peserta di masa depan. Meski disinyalir adanya kenaikan di tahun depan, namun pihak BPJS masih menunggu persetujuan sekaligus kajian lebih dari Pemerintah.
Lantas apa alasan hingga bagaimana ketentuan kenaikan BPJS 2025 ini? Yuk simak ulasannya di bawah ini yang dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Rabu (13/11)
Penyebab kenaikan BPJS Kesehatan 2025.
foto: bpjs-kesehatan.go.id
Rencana kenaikan tarif BPJS Kesehatan tahun 2025 dilatarbelakangi oleh adanya beban keuangan yang terus meningkat. Menurut Ghufron, potensi defisit pada DJS kesehatan bisa merusak stabilitas program jaminan kesehatan nasional (JKN) apabila tak segera ditangani.
Terlebih, bila menilik Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 BPJS Kesehatan punya opsi untuk melakukan penyesuaian iuran setiap dua tahun sekali, di mana terakhir dilakukan pada 2020. Selain itu, sepanjang Januari-Oktober 2024, defisit BPJS Kesehatan tercatat mencapai Rp12,83 triliun. Oleh sebab itu, adanya kenaikan tarif ini bertujuan untuk keberlangsungan program bantuan kesehatan ini.
Diketahui, sebelas tahun terakhir total pemanfaatan dari program JKN di masyarakat meningkat secara signifikan. Berdasarkan data BPJS Kesehatan menunjukkan jumlah peserta memang meningkat dari 133,4 juta peserta di tahun 2014 menjadi 276,5 juta per Oktober 2024.
Namun sayangnya, hanya 50 juta peserta atau sekitar 18 persen yang aktif membayar iuran BPJS Kesehatan. Sementara pada 2024, total pemanfaatan layanan BPJS Kesehatan telah mencapai 1,8 juta layanan per hari, naik dari 252.000 layanan per hari pada 2014.
Alhasil, biaya jaminan kesehatan meningkat dari Rp42,6 triliun pada 2014, menjadi Rp158,85 triliun di 2023. Peningkatan diproyeksi berlanjut tahun ini karena biaya jaminan kesehatan sudah mencapai Rp 146,28 triliun hingga Oktober 2024.
Selain itu, jumlah iuran kepesertaan yang berhasil dihimpun sepanjang Januari sampai Oktober 2024 hanya Rp 133,45 triliun. Oleh sebab itu, sepanjang Januari-Oktober BPJS mengklaim mengalami defisit sebanyak Rp12,83 triliun. Bahkan dapat mencapai angka Rp20 triliun hingga Desember tahun ini.
Dampak kenaikan BPJS Kesehatan.
foto: bpjs-kesehatan.go.id
Kenaikan iuran bisa menjadi beban tambahan, terutama bagi peserta dari golongan menengah ke bawah maupun pekerja informal yang pendapatannya tidak tetap. Terlebih pendapatan masyarakat yang Indonesia yang masih jauh dari standar, kenaikan BPJS Kesehatan ini tentu menjadi bobok bagi sebagian masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah mungkin perlu kajian mendalam dari pemerintah maupun BPJS Kesehatan sendiri.
Sementara itu, menurut Ronny P Sasmita, Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action (ISEAI), kenaikan ini memang menjadi solusi bagi BPJS Kesehatan. Namun, sayangnya kondisi pendapatan masyarakat belum memadai sehingga mau tak mau negara harus menanggung.
Ketentuan besaran iuran BPJS Kesehatan.
foto: freepik.com/freepik
Kenaikan BPJS Kesehatan 2025 masih dalam tahap perencanaan. Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby, mengonfirmasi bahwa keputusan akhir mengenai besaran kenaikan tarif iuran sepenuhnya berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.
Selain itu, perhitungan kenaikan BPJS 2025 sudah ada di internal BPJS namun belum diumumkan. Pasalnya, masih menunggu keputusan akhir dari Presiden Prabowo yang diharapkan akan rampung dalam beberapa bulan mendalam.
Sementara itu, iuran BPJS Kesehatan saat ini masih mengacu pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Adapun rincian besaran iuran BPJS Kesehatan yang masih berlaku:
1. Peserta PBI
Untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI), iuran BPJS Kesehatan dibayarkan oleh pemerintah setiap bulan. Kategori PBI ini meliputi orang-orang yang tergolong kurang mampu dan miskin.
2. Pekerja penerima upah di lembaga pemerintah
Peserta yang bekerja di lembaga pemerintah, seperti PNS, anggota TNI, Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS, membayar iuran sebesar 5 persen dari gaji atau upah bulanan. Rinciannya, 4 persen ditanggung oleh pemberi kerja, sementara 1 persen dibayar oleh peserta itu sendiri.
3. Pekerja penerima upah di BUMN, BUMD, dan swasta
Bagi pekerja di perusahaan BUMN, BUMD, atau sektor swasta, besaran iuran adalah 5 persen dari gaji atau upah per bulan. Ketentuannya, pemberi kerja menanggung 4 persen, sedangkan pekerja membayar 1 persen.
4. Keluarga tambahan pekerja penerima upah
Untuk keluarga tambahan dari pekerja penerima upah, seperti anak ke-4 dan seterusnya, orang tua, dan mertua, iuran yang dibebankan adalah 1 persen dari gaji atau upah per orang setiap bulan. Pekerja penerima upah membayar iuran BPJS Kesehatan ini.
5. Peserta bukan pekerja
Bagi peserta yang bukan pekerja, iuran per bulan ditetapkan sebagai berikut: Kelas 3 dikenakan Rp 42.000 per orang (Rp 35.000 dibayar peserta, Rp 7.000 ditanggung pemerintah), Kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang, dan Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang. Besaran iuran ini juga berlaku untuk pekerja bukan penerima upah, serta anggota keluarga pekerja seperti saudara kandung, ipar, atau asisten rumah tangga.
6. Veteran dan perintis kemerdekaan
Iuran BPJS Kesehatan bagi veteran, perintis kemerdekaan, serta janda, duda, atau anak dari veteran atau perintis kemerdekaan adalah sebesar 5 persen dari 45 persen gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun. Iuran ini dibayarkan oleh pemerintah.
Recommended By Editor
- BPJS jadi syarat untuk bikin dan perpanjangan SIM, ini aturan barunya
- Kenali perbedaan BPJS PBI dan non PBI, lengkap dengan cara daftarnya
- Gagal ikut PON 2024 karena tak punya NPWP dan BPJS, Saaih Halilintar beri klarifikasi
- 4 Cara cek tunggakan iuran BPJS Kesehatan
- 5 Cara praktis mengecek no BPJS Ketenagakerjaan yang harus kamu ketahui