Brilio.net - Pagi itu langit di Magelang tampak cerah, Gunung Sumbing yang gagah seolah menyambut para pengendara yang melaju ke arah Kaliangkrik. Kali ini, brilio.net menuju ke Desa Ngawonggo, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, yang terletak di lereng Gunung Sumbing.
Jalanan semakin menanjak, berkelok dan sempit. Mendekati desa, mobil nyaris tak bisa berpapasan. Namun, semua itu terbayar dengan pemandangan hijau dari ladang sayuran dan perkopian di sekeliling. Tujuan brilio.net ke desa ini adalah untuk menemui pria penggerak kopi bernama Rinto.
Setelah lulus kuliah dari Bandung belasan tahun silam, ia memilih untuk kembali ke tanah kelahirannya, Desa Ngawonggo. Rinto tinggal bersama istri dan ketiga anaknya. Bagian balkon rumahnya yang cukup luas itu ia jadikan slow bar dengan pemandangan yang indah, meskipun pria sarjana Teknik Informatika itu lebih suka menyebutnya sebagai ruang tamu.
foto: dok. brilio/Ida Setya;dok. Rinto
Sembari menghidangkan kopi, Rinto pun mulai bercerita bagaimana kopi bisa menjadi bagian dari hidupnya. Rinto menanam kopi sejak tahun 2012. Alasan utamanya saat itu karena ingin memutus rantai tembakau yang jarang memberi keuntungan bagi petani.
“Saat itu, mayoritas petani di sini menanam tembakau, termasuk ayah saya, namun yang saya lihat harganya tidak stabil, jadi kadang rugi juga,” ucapnya saat ditemui brilio.net pada Minggu (11/8).
Mengetahui kopi cocok ditanam di pegunungan, ia mulai mencoba menanam kopi jenis Arabika di ladangnya. Perlahan ia mengajak para petani di desanya untuk merubah kebiasaan menanam tembakau ke komoditas baru, yaitu kopi.
“Awalnya memang susah, karena menanam tembakau ini sudah turun temurun. Saat itu, kami juga tak memaksakan, tetapi jika ada petani yang ingin beralih untuk menanam kopi, kami bersedia mendampingi lewat kelompok tani,” lanjut pria 39 tahun itu.
Ya, lewat kelompok tani bernama Mekar Lestari, Rinto dibantu oleh sang ayah mendampingi para petani. Ia terus membagi ilmu kepada petani dari hulu ke hilir, mulai dari teknik budidaya hingga pengolahan pasca panen.
foto: dok. Rinto
Rinto juga membantu penjualan kopi milik petani kepada para pelanggan dari berbagai kota. Sejak itu, semakin banyak para petani yang bermitra dengan Rinto. Hingga kini, ia menyebut ada ratusan petani yang telah bekerja sama dengannya.
“Setidaknya dari kopi, mereka mau dapat berapa itu sudah ada gambarannya daripada saat tembakau yang harganya cenderung mengikuti harga pasar yang bisa murah bisa juga mahal,” ucapnya.
Untuk menghidupkan ekosistem kopi di desanya, ia bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mendistribusikan kopi ke seluruh Indonesia kecuali Papua. Bahkan, ia juga sempat menjualnya hingga kancah internasional ke Kanada, Ukraina, Mesir, Slovakia, hingga Finlandia. Dalam satu negara, ia biasanya mengirim 300 kg biji kopi per bulan. Namun, karena ada beberapa hambatan pengiriman, kini ia lebih memilih untuk mendistribusikannya ke dalam negeri saja.
Rinto biasa menyediakan biji kopi Kaliangkrik dalam 4 jenis, yaitu fullwash, natural, honey, dan kewa. Varian full wash, adalah biji kopi yang telah dicuci bersih sehingga menghasilkan rasa yang ringan. Untuk jenis natural memiliki rasa yang lebih tebal, sementara honey cenderung manis karena mempertahankan getah pada biji kopi. Lalu, untuk kewa memiliki rasa yang kompleks dan ringan.
Langkah Rinto tak berhenti di situ, ia aktif memperkenalkan kopi Kaliangkrik ke berbagai pameran dan festival kopi. Usahanya membuahkan hasil, para petani pun juga tak absen menerima bantuan pupuk dan pembinaan dari pemerintah.
“Alhamdulillah, meskipun tempat kami ini berada di ujung dan terpencil, tapi sudah ada beberapa tamu yang tak enggan datang, seperti Menteri Kemenparekraf dan orang hebat lainnya,” ujar penggerak kopi sekaligus kepala sekolah PAUD ini.
Selalu melibatkan petani ke berbagai agenda
foto: dok. Rinto;Instagram/@sandaljepitmedia
Semakin banyak yang mengenal kopi Kaliangkrik, menjadi kabar baik untuknya. Banyak para pendatang yang ingin belajar menanam kopi di desanya. Ia pun tak luput melibatkan para petani di desa dalam kegiatan itu. Ia berharap para petani tersebut dapat berdaya melalui kopi.
“Aku sih harapannya, mereka bisa berdaya melalui kopi, memiliki nilai tawar, suatu saat berdampak bagi kesejahteraan mereka” lanjutnya.
Ia juga berharap, para petani memiliki kompetensi untuk menjadi edukator bagi para pengunjung yang datang ke kebun. Sehingga para petani bisa mendapatkan value saat mengenalkan kopi kepada orang asing, para pengunjung juga mendapat experience bertani kopi yang tidak bisa didapat di wilayah perkotaan.
Buat kamu yang tertarik untuk belajar menanam kopi, atau menikmati Kopi Kaliangkrik di hunian Rinto, kunjungi Instagram @kaliangkrik_javacoffee terlebih dahulu, ya! Dapatkan informasi dari akun media sosial tersebut, sebab jam buka tidak menentu mengikuti kesibukan Rinto.
Recommended By Editor
- Bermodal Rp37 ribu dan kreativitas, anak SD ini sukses dirikan UMKM aksesori beromset jutaan rupiah
- Termasuk sampah penyebab gas metana, wanita ini daur ulang limbah kertas dan karangan bunga jadi buku
- Mengenal warna marka jalan dan fungsinya
- Tanpa plastik, pasar jadi tempat wisata asyik
- Kolaborasi Melbourne Symphony Orchestra & Yogyakarta Royal Orchestra jadi pertunjukkan lintas budaya