Brilio.net - Gudeg bukanlah satu-satunya rekomendasi kuliner khas di kota pelajar, Jogja. Ada berbagai jenis makanan unik yang ditawarkan. Salah satunya, wedang tahu Bu Kardi yang disebut pionir minuman kembang tahu di kota Jogja.

Julukan ini dibenarkan oleh Ibu Sukardi, penjual wedang tahu saat brilio.net mendatangi kios kecilnya yang terletak di Jalan Asem Gede, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. "Iya, saya pertama kali di Jogja. Sekarang udah ada 4 tempat ya," terangnya kepada brilio.net, Kamis (14/9).

Wanita 56 tahun ini mengaku, sudah sejak 2007 berjualan minuman berbahan dasar sari kedelai dan jahe dan sekarang warungnya ada di empat tempat berbeda. Selain di Jalan Asem Gede, pagi hari mulai pukul 06.30 WIB ia berjualan di sekitar Pasar Pathuk, Malioboro. 

Sementara ketika sore hingga malam hari ia menjajakan di tempat yang berbeda, yakni berada di dekat perempatan Mirota Kampus dan di Jalan Menteri Supeno Umbulharjo (barat XT Square). "Kalau sore disana buka dari jam 17.00 sampai 22.00 malam," tuturnya.

wedang tahu bu kardi dulu jualan petai © brilio.net

foto: Brilio.net/Ferra Listianti

Jauh sebelum menjual wedang tahu, wanita yang bernama asli Karsilah ini mencoba beberapa usaha. Selain berjualan ayam di Pasar Kranggan, ia pernah menjual sayuran, khususnya petai di Pasar Demangan, Yogyakarta. Namun, petai yang dijualnya hanya datang musiman. Kalau sedang musim ia bisa menjual banyak, tapi jika sedang nggak musim ia kesulitan untuk menjual dan sering merugi.

Sampai pada akhirnya, ide berjualan wedang tahu muncul ketika anak sulungnya menceritakan minuman yang dibeli di Malaysia saat sedang bekerja. Ibu dua anak ini mengungkapkan, jika sang anak yang saat itu bekerja sebagai TKW di pabrik menyakinkannya untuk mencoba menjual minuman dari kembang tahu.

Karsilah dan suaminya, Sukardi yang menjadi nama ikonik jualannya, tertantang untuk membuat minuman seperti resep yang anak perempuannya kirim. Kendati begitu, tak serta merta ia langsung menjual wedang tahu sesuai resep yang sama persis dengan anaknya berikan.

"Saya dapat resep itu dari anak saya. Kemudian saya coba, beberapa kali, bukan cuma sekali dua kali. Berkali-kali sampai kita menemukan resep yang pas," tambahnya.

wedang tahu bu kardi dulu jualan petai © brilio.net

foto: Brilio.net/Ferra Listianti

Sebagai orang Jogja, ia mengerti betul jika umumnya masyarakat kota ini menyukai rasa manis. Hal itulah yang membuat citarasa semangkuk wedang tahu yang dijualnya identik dengan perpaduan kehangatan jahe dan rasa manis. Citarasa ini yang jadi perbedaan mencolok dari wedang tahu racikannya dengan wedang tahu yang dijual di berbagai daerah. "Kalau kuahnya itu kan bermacam-macam variasi. Kalau di Jogja itu kan orangnya suka manis, saya padukan sama jahe," ucap istri Sukardi ini.

Kendati sudah menyesuaikan lidah masyarakat Jogja, Karsilah dan Sukardi membangun wedang tahu dengan usaha yang terbilang cukup sulit. Di awal jualannya, mereka bahkan masih kesusahan menggaet pembeli. Ia mengisahkan, jika kala itu ia menjual wedang tahu dengan porsi yang tak menentu. "Dulu jualan dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore, itu saja kita cuma laku kadang 10 kadang 3 porsi," kata Karsilah sambil tersenyum.

Meski begitu, Karsilah dan suaminya yakin pada saatnya akan semakin banyak orang yang mengenal wedang tahu racikan mereka. Alasannya, ia menjual minuman sehat dengan kaya manfaat yang tidak menggunakan pengawet maupun pemanis buatan. Seperti yang ia cantumkan di spanduk jualannya.

Terbantu media sosial

Namun, perkiraannya salah. Bukannya laris, di awal jualan, pasangan suami istri ini justru banyak merugi. Titik balik jualannya terjadi satu tahun kemudian, di tahun 2008 ketika pelanggan membeli wedang tahu kemudian memposting foto atau video ke media sosial mereka. Era media sosial yang kian masif itulah membuat banyak orang melirik usahanya. 

wedang tahu bu kardi dulu jualan petai © brilio.net

foto: Brilio.net/Ferra Listianti

Orang-orang pun semakin familiar dengan wedang tahu Bu Kardi. Hal ini diakui Faya (26), seorang karyawan di Jogja yang mengetahui minuman wedang tahu dari laman media sosial TikTok. "Ini awalnya karena temanku suka beli di situ. Terus juga belakangan di TikTok rame tuh pada jajan wedang tahu yg di Asem Gede," katanya.

wedang tahu bu kardi dulu jualan petai © brilio.net

foto: Brilio.net/Ferra Listianti

Baru pertama kali merasakan, menurutnya cita rasa wedang tahu Bu Kardi cukup unik di lidahnya. Tidak begitu manis namun kuah jahe terasa begitu kuat. "Enak sih, suka kuahnya ya khas wedang jahe pada umumnya, tapi di luar ekspektasi pas nyoba. Selama ini ngebayanginnya pasti bakalan mirip sama bubur sumsum, tapi ternyata beda jauh ya," imbuh Faya.

Jika dulu cukup sulit menjual wedang tahu, kini jualannya selalu habis. Bahkan, sebelum tengah hari jualannya ludes. Saat brilio.net mendatangi kiosnya pukul 09.30 WIB, belum ada satu jam, wedang tahu Bu Kardi sudah habis.

Diungkapkan, dalam sehari ia bisa menjual 200-300 porsi. "Saya libur hari Senin. Kalau hari Selasa-Jumat saya membawa tiga panci sekitar 200 mangkuk, kalau hari Sabtu-Minggu bisa 250 sampai 300 mangkuk atau lebih," ujarnya. 

Sudah berjualan selama 16 tahun, trik yang selalu ia lakukan sebagai penjual agar pembeli tertarik untuk datang kembali yakni dengan mengetahui keinginan dari pelanggannya. Entah menginginkan kuah sedikit ataupun kembang tahu berwarna putih susu yang ditambah. Sehingga, dengan begitu pembeli akan merasa nyaman untuk membeli.

Bukan hanya itu saja, ia juga menawarkan harga yang terhitung ramah kantong, sehingga jauh dari kesan minuman dengan harga mencekik. Untuk satu porsi, bisa dibeli dengan harga Rp 8.000.