Brilio.net - Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan keputusan penting terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh ini menghasilkan perubahan pada 21 pasal dalam undang-undang tersebut. Revisi ini membawa angin segar bagi pekerja yang merasa beberapa haknya berpotensi tergerus oleh regulasi yang ada. Tiga poin utama dalam keputusan ini secara langsung menyentuh aspek kontrak kerja, prosedur pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pengembalian upah minimum sektoral.

Lewat peraturan baru yang dikeluarkan, MK menunjukkan komitmen untuk memastikan keseimbangan antara hak pekerja dan kepentingan perusahaan. Putusan ini secara khusus mengembalikan beberapa ketentuan penting yang mengatur hubungan kerja agar lebih adil dan memberikan kepastian hukum yang lebih jelas.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian gugatan permohonan UU Cipta Kerja ini.

"Putusan ini sangat luar biasa buat kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh buruh Indonesia yang telah menjalani perjuangan panjang bersama. Kemenangan gugatan ini menjadi milik seluruh buruh dan rakyat Indonesia," kata Andi Gani dilansir brilio.net dari Liputan6, Selasa (5/11).

Dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Selasa (5/5), berikut ulasan lengkap mengenai tiga poin utama dalam putusan MK.

1. Durasi kontrak kerja diperjelas.

MK keluarkan aturan baru soal 3 poin penting © 2024 brilio.net

MK keluarkan aturan baru soal 3 poin penting
mkri

Salah satu poin penting dalam putusan MK adalah mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), atau kontrak kerja jangka waktu tertentu. Dalam UU Cipta Kerja sebelumnya, aturan terkait durasi kontrak kerja ini diserahkan sepenuhnya kepada perjanjian antara pekerja dan perusahaan. Namun, MK menilai bahwa hal ini perlu ditegaskan agar memberikan kepastian hukum bagi pekerja.

MK menetapkan bahwa durasi kontrak PKWT maksimal adalah lima tahun, termasuk perpanjangannya. Putusan ini didasarkan pada prinsip bahwa pekerja berhak mendapatkan kepastian atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Ketentuan durasi kontrak yang lebih jelas diharapkan mampu melindungi pekerja dari kontrak yang berkepanjangan tanpa jaminan status kerja yang pasti. Dengan keputusan ini, durasi PKWT kembali kepada prinsip yang lebih ketat, memberikan jaminan bagi pekerja dalam menentukan masa depan pekerjaan mereka.

2. PHK hanya bisa dilakukan usai putusan inkrah.

Aspek penting lain dalam revisi UU Cipta Kerja adalah aturan baru terkait prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). MK memutuskan bahwa PHK hanya bisa dilakukan setelah ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). Aturan ini memberikan perlindungan bagi pekerja dari keputusan PHK yang sepihak dan tanpa alasan yang jelas.

Perusahaan tidak lagi bisa melakukan PHK tanpa melalui proses musyawarah atau mekanisme hukum yang sah. MK juga menggarisbawahi pentingnya musyawarah mufakat antara pekerja dan perusahaan melalui proses perundingan bipartit sebelum keputusan PHK diambil. Tahapan ini menjadi langkah yang harus ditempuh perusahaan untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara yang adil, sehingga pekerja tetap dilindungi dari tindakan sepihak yang berpotensi merugikan mereka.

3. Pengembalian upah minimum sektoral.

MK keluarkan aturan baru soal 3 poin penting © 2024 brilio.net

MK keluarkan aturan baru soal 3 poin penting
freepik.com

Poin terakhir yang diputuskan MK adalah pengembalian ketentuan mengenai Upah Minimum Sektoral (UMS). Sebelumnya, ketentuan ini dihapus dalam UU Cipta Kerja, yang dianggap dapat melemahkan standar perlindungan bagi pekerja di sektor-sektor tertentu. MK menilai bahwa penghapusan UMS berpotensi merugikan pekerja yang berada di sektor-sektor dengan karakteristik kerja yang lebih berat atau spesifik.

UMS dihadirkan kembali untuk memastikan pekerja di sektor tertentu mendapatkan upah yang sesuai dengan risiko dan spesialisasi yang mereka hadapi. Dengan adanya ketentuan UMS, pemerintah diharapkan bisa memberikan perlindungan yang lebih memadai bagi pekerja yang memiliki kondisi kerja berbeda. Kembalinya UMS diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja di berbagai sektor, sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan risiko yang dihadapi.