Brilio.net - Karyawan milenial sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan klasik yang bisa bikin serba salah. Bukan cuma soal kapan naik jabatan, tapi juga hal-hal lain yang bikin berpikir keras buat jawabnya. Walau sederhana namun kadang pertanyaan itu bikin generasi milenial gedek sendiri. Apalagi kalau sudah menyentuh soal privasi, ya pasti bikin kesel.

Sebagai generasi yang dikenal dengan ambisi dan kreativitas, milenial sering kali punya cara pandang yang beda soal karier. Namun, nggak jarang harus berhadapan dengan pertanyaan yang bisa menantang prinsip maupun rencana mereka. Alhasil, banyak yang jadi bingung harus jawab jujur atau sekadar mengalihkan topik.

Mulai dari soal kapan nikah, alasan belum punya rumah, sampai pandangan soal loyalitas kerja, pertanyaan-pertanyaan ini sering muncul. Bagi karyawan milenial, momen ini kadang jadi ujian kesabaran tersendiri.

Lalu apa saja sih pertanyaan-pertanyaan yang bikin milenial ketar-ketir? Yuk simak di bawah ini! Brilio.net lansir dari berbagai sumber, Minggu (3/11).

Pertanyaan klasik yang bikin karyawan milenial ketar-ketir.

pertanyaan klasik yang bikin karyawan milenial ketar-ketir © 2024 freepik.com

foto: freepik.com/katemangostar

1. Kapan nikah?

Pertanyaan paling mainstream tapi tetap bikin karyawan milenial salah tingkah. Apalagi kalau yang nanya atasan atau klien di tengah meeting. Pertanyaan ini sering muncul saat situasi non-formal seperti basa-basi sebelum rapat maupun jamuan makan siang.

Padahal bagi milenial, urusan personal seperti ini jadi keputusan pribadi yang tidak selalu nyaman dibagi di lingkungan kerja. Belum lagi pressure dari ekspektasi sosial bahwa di usia kerja harusnya sudah menikah.

2. Masih betah kerja di sini?

Pertanyaan yang sekilas terdengar perhatian tapi bisa jadi red flag. Apalagi kalau yang nanya HRD atau atasan langsung. Banyak milenial merasa ini jadi pertanyaan jebakan: jawab betah takut terkesan kurang ambisius, jawab tidak bisa dianggap tidak loyal.

Terlebih di era great resignation dimana perpindahan kerja sudah lumrah, pertanyaan ini tetap bikin was-was karena bisa mempengaruhi penilaian kinerja maupun kesempatan promosi.

3. Udah berapa lama kerja? Kok masih level segitu?

Pertanyaan yang sering muncul dari kerabat atau teman yang sukses lebih dulu. Buat milenial yang masih mencari jati diri karir, pertanyaan ini bisa memicu imposter syndrome (perasaan tidak berkembang). Ditambah kultur sosmed yang mendorong orang membandingkan pencapaian, banyak milenial jadi merasa tertinggal meski sebenernya tiap orang punya timeline karir berbeda.

4. Kenapa sih anak muda sekarang gampang banget pindah kerja?

Stigma job hopper masih sering dilemparkan ke generasi milenial. Pertanyaan ini biasanya datang dari generasi senior yang menganut prinsip loyalitas pada satu perusahaan.

Padahal bagi milenial, pindah kerja menjadi strategi wajar untuk dapat pengalaman baru, skill tambahan, bahkan kompensasi lebih baik. Tapi tetap aja pertanyaan ini bikin nggak nyaman karena seolah mempertanyakan integritas profesional.

5. Gajinya udah berapa? Nabung dong ya?

Pertanyaan personal soal finansial yang sering bikin awkward. Apalagi kalau ditanya di forum terbuka atau gathering keluarga besar. Meski maksudnya mungkin baik, banyak milenial merasa ini terlalu invasif. Belum lagi stereotip bahwa milenial boros dan nggak bisa atur keuangan bikin pertanyaan ini terasa menghakimi.

6. Kok belum ambil S2? Temen kamu udah pada kuliah lagi lho.

Pressure melanjutkan pendidikan sering datang dari berbagai pihak. Buat milenial yang masih fokus membangun karir atau belum punya dana, pertanyaan ini bisa jadi beban mental. Ditambah biaya kuliah yang mahal dan keraguan apakah gelar S2 benar-benar diperlukan untuk pekerjaan saat ini, membuat pertanyaan ini cukup sensitif.

7. Side hustle kamu apa? Masa kerja doang?

Tren hustling culture kadang bikin milenial yang fokus satu pekerjaan merasa kurang produktif. Pertanyaan ini sering muncul di lingkungan pertemanan atau media sosial. Padahal tidak semua orang punya kapasitas ataupun keinginan untuk menjalankan bisnis sampingan. Tapi tetap saja pertanyaan ini bisa memicu FOMO hingga perasaan ketinggalan.

8. Kamu kan masih muda, lembur dikit nggak apa-apa ya?

Kalimat klasik yang sering didengar karyawan junior. Bagi milenial yang menghargai work-life balance, permintaan lembur dengan alasan masih muda terasa tidak adil. Apalagi kalau tidak ada kompensasi yang jelas. Pertanyaan ini mencerminkan kultur toxic productivity yang masih sering ditemui di dunia kerja.

9. Mau kerja remote terus? Kapan ke kantor?

Sejak pandemi, banyak milenial menemukan kenyamanan kerja remote atau hybrid. Pertanyaan ini sering muncul dari manajemen yang ingin kembali ke sistem WFO penuh. Buat milenial yang sudah merasakan fleksibilitas dan efisiensi kerja remote, pertanyaan ini bisa jadi indikasi clash value dengan kultur perusahaan.

10. Sudah kepikiran mau jadi apa 5 tahun ke depan?

Pertanyaan klasik interview yang tetap bikin gugup meski udah kerja bertahun-tahun. Di era yang serba cepat berubah, banyak milenial merasa sulit memproyeksikan karir jangka panjang. Ditambah munculnya jenis pekerjaan baru tiap tahun, pertanyaan ini sering bikin overthinking soal pilihan karir dan masa depan.