Belakangan ini, prosedur operasi plastik semakin mudah diakses, baik di klinik kecantikan lokal maupun di luar negeri. Namun, Dr. Tompi, seorang dokter bedah plastik dan penyanyi terkenal, memberikan peringatan serius mengenai risiko yang terkait dengan tindakan bedah kosmetik, terutama filler pada payudara dan bokong.

Dalam unggahannya di Instagram, Dr. Tompi meminta rekan-rekannya, terutama dokter estetika di Indonesia, untuk tidak melakukan penyuntikan filler ke payudara dan bokong. Ia menegaskan bahwa banyak produk yang dijual sebagai filler sebenarnya bukanlah filler yang aman, melainkan bahan lain yang bisa berbahaya.

"Hati-hati, teman-teman. Jangan terkecoh oleh klaim aman dari pedagang filler. Prosedur ini tidak diperbolehkan secara medis," tulisnya, dikutip brilio.net pada keterangan captionnya, Jumat (22/11). Ia menekankan bahwa tindakan ini bisa berakibat fatal, bahkan menyebabkan kematian di meja operasi akibat kerusakan jaringan dalam tubuh.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Dr tompi plastic surgeon (@dr_tompi)

Dr. Tompi berbagi pengalamannya menangani pasien yang telah disuntikkan cairan ke payudaranya di klinik estetika ternama. Meskipun reaksi tidak selalu muncul, ia mengingatkan bahwa efek samping bisa sangat cepat dan sulit diatasi.

Unggahan tersebut memicu banyak komentar dari warganet, di mana banyak yang berterima kasih atas edukasi yang diberikan dan berjanji untuk lebih berhati-hati. Salah satu warganet menulis, "Dokter terbaik, selalu mengutamakan pasien, bukan hanya uang!"

Kasus kematian akibat operasi plastik bukanlah hal baru. Baru-baru ini, seorang wanita di China meninggal setelah menjalani enam prosedur dalam waktu 24 jam. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran akan risiko yang terkait dengan operasi plastik.

Dalam kasus tersebut, wanita yang bernama Liu mengambil pinjaman besar untuk membiayai prosedur kosmetik. Setelah menjalani beberapa operasi, ia tiba-tiba pingsan dan dinyatakan meninggal karena gagal pernapasan akibat emboli paru. Keluarganya menggugat klinik yang bertanggung jawab dan meminta kompensasi yang besar.

Pengadilan awalnya memutuskan bahwa klinik tersebut bertanggung jawab penuh, tetapi setelah banding, kompensasi yang diberikan berkurang. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada regulasi, masih ada risiko yang harus diperhatikan oleh siapa pun yang mempertimbangkan operasi plastik.