Brilio.net - PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang dikenal dengan nama Sritex, baru saja dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang. Keputusan ini diambil berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, yang dipimpin oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada 21 Oktober 2024.
Putusan tersebut membatalkan keputusan sebelumnya yang dikeluarkan pada 2 September 2024, yang berisi tentang pengesahan rencana perdamaian (homologasi) antara Sritex dan para krediturnya.
Utang yang dimiliki oleh Sritex terbilang sangat besar, mencapai 1,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp25,12 triliun. Utang tersebut terdiri dari utang jangka pendek yang mencapai Rp2,06 triliun dan utang jangka panjang sekitar Rp23,08 triliun.
Dari jumlah itu, hampir setengahnyasekitar 51,8 persen atau Rp12,98 triliunmerupakan utang bank. Bank Central Asia (BCA) menjadi salah satu pemberi pinjaman terbesar, dengan nilai utang mencapai Rp1,11 triliun.
Kasasi yang diajukan oleh Sritex terhadap keputusan pailit juga telah ditolak oleh Mahkamah Agung, sehingga status pailit perusahaan ini kini telah berkekuatan hukum tetap.
Pailit bukan sekadar istilah yang sering kita dengar, melainkan suatu proses hukum yang membawa dampak besar, baik bagi perusahaan itu sendiri, pihak kreditur, hingga para karyawan.
Secara sederhana pailit ialah kondisi di mana sebuah perusahaan dianggap tidak mampu lagi memenuhi kewajiban finansialnya, seperti yang terjadi pada Sritex. Dalam proses ini, perusahaan harus menjalani prosedur hukum untuk menyelesaikan utang-utang yang belum dibayar, sementara aset-aset perusahaan bisa digunakan untuk melunasi utang kepada para kreditur.
Supaya lebih memahami istilah pailit, prosedur, dan dampaknya, yuk simak ulasan lengkap yang brilio.net lansir dari berbagai sumber, Jumat (20/12)
Apa itu pailit?
foto: freepik.com/DC Studio
Pailit merupakan kondisi di mana seseorang atau perusahaan tidak mampu lagi membayar utang-utangnya kepada para kreditor (pemberi pinjaman). Keadaan ini menyebabkan aset yang dimiliki oleh si peminjam harus disita lalu dijual untuk melunasi semua utangnya.
Sederhananya, pailit terjadi ketika perusahaan sudah kewalahan menghadapi masalah keuangan sampai tidak sanggup bayar utang. Dalam praktiknya, pailit bisa terjadi karena berbagai hal seperti bisnis yang terus merugi, manajemen keuangan yang buruk, hingga kondisi ekonomi yang tidak mendukung.
Ketika sudah dinyatakan pailit, pengadilan akan menunjuk kurator yang bertugas mengelola lalu menjual aset-aset untuk membayar utang kepada para kreditor. Si peminjam yang pailit juga kehilangan hak untuk mengatur hartanya sendiri.
Lebih jauh, menurut R. Subekti, pailit suatu keadaan dimana debitur telah berhenti membayar utang-utangnya. Setelah orang dinyatakan pailit, maka kekayaannya akan diurus oleh Balai Harta Peninggalan yang nantinya akan membagikan kekayaan tersebut kepada semua kreditor sesuai dengan porsinya.
Sementara menurut, Peter J.M Declercq menjelaskan bahwa kepailitan merupakan sebuah instrumen hukum untuk menagih utang yang macet. Menurutnya, pailit jadi alat untuk memaksa debitur yang tidak mau membayar utangnya secara sukarela. Proses ini dilakukan melalui penjualan seluruh harta debitur yang kemudian dibagikan hasilnya kepada kreditor.
Sedangkan Victor Situmorang dan Soekarso memandang pailit sebagai hubungan hukum antara debitur dan kreditor yang menimbulkan akibat hukum tertentu. Hubungan ini terjadi ketika debitur tidak mampu membayar utangnya, sehingga kreditor berhak mengambil tindakan hukum untuk mendapatkan pelunasan.
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit didefinisikan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitur yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.
Undang-undang ini menegaskan bahwa debitur dapat dinyatakan pailit jika memiliki dua atau lebih kreditor lalu tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Selain itu, pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan juga menyebutkan bahwa permohonan pailit dapat diajukan jika debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor, tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dan utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Ketentuan ini menunjukkan bahwa undang-undang memberikan persyaratan yang ketat sebelum seseorang atau perusahaan dapat dinyatakan pailit.
Semua wewenang pengurusan akan diserahkan kepada kurator yang ditunjuk oleh pengadilan. Proses ini dimaksudkan untuk memastikan pembagian yang adil kepada para kreditor dan mencegah debitur menyembunyikan atau mengalihkan asetnya secara tidak sah.
Bagaimana prosedur pailit di Indonesia?
foto: freepik.com/fanjianhua
Proses kepailitan di Indonesia diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Prosedur ini melibatkan beberapa tahapan yang harus dilalui, mulai dari pengajuan permohonan hingga putusan pengadilan. Adapun prosedur pailit di Indonesia yang perlu kamu ketahui!
- Tahap pengajuan permohonan pailit
Langkah pertama dalam prosedur kepailitan yakni pengajuan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga. Permohonan ini bisa diajukan oleh beberapa pihak, seperti debitur sendiri, kreditor, kejaksaan untuk kepentingan umum, Bank Indonesia jika debiturnya bank, Otoritas Jasa Keuangan untuk perusahaan efek/asuransi, maupun Kementerian Keuangan untuk BUMN.
Syarat pengajuan permohonan pailit cukup sederhana, yaitu debitur harus memiliki minimal dua kreditor dan tidak membayar lunas setidaknya satu utang yang sudah jatuh tempo. Permohonan harus dilengkapi dengan bukti-bukti seperti daftar utang, daftar aset debitur, hingga dokumen pendukung lainnya.
- Tahap pemeriksaan perkara
Setelah permohonan diterima pengadilan, hakim akan menunjuk hakim majelis untuk memeriksa perkara tersebut. Pemeriksaan perkara kepailitan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Proses pemeriksaan ini harus selesai dalam waktu maksimal 60 hari sejak permohonan didaftarkan.
Dalam proses pemeriksaan, baik debitur maupun kreditor diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan bukti-buktinya. Hakim juga bisa menunjuk ahli untuk memberikan pendapat tentang kondisi keuangan debitur jika diperlukan.
- Putusan pengadilan
Pengadilan akan mengeluarkan putusan paling lambat 60 hari setelah permohonan didaftarkan. Jika permohonan dikabulkan, pengadilan akan menunjuk kurator dan hakim pengawas. Kurator bertugas mengurus sekaligus membereskan harta pailit, sedangkan hakim pengawas mengawasi pengurusan hingga pemberesan harta pailit.
Setelah putusan pailit, debitur langsung kehilangan hak untuk mengurus hartanya. Semua transaksi yang dilakukan debitur setelah putusan pailit tidak sah secara hukum. Kurator akan mengambil alih pengurusan harta pailit lalu mulai melakukan inventarisasi aset.
- Tahap pelaksanaan putusan
Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, kurator akan mulai melakukan tugasnya. Pertama, kurator akan mengumumkan putusan pailit di dua surat kabar. Kemudian kurator akan melakukan inventarisasi harta pailit lalu membuat daftar kreditor.
Kurator juga akan mengadakan rapat kreditor untuk membahas cara pemberesan harta pailit. Dalam rapat ini, kreditor bisa membentuk panitia kreditor yang akan memberikan saran sekaligus masukan kepada kurator dalam proses pemberesan harta pailit.
- Pemberesan harta pailit
Proses pemberesan harta pailit meliputi penjualan aset debitur serta pembagian hasil penjualan kepada para kreditor. Pembagian dilakukan berdasarkan tingkatan kreditor sesuai undang-undang. Kreditor yang memiliki hak istimewa atau jaminan akan mendapat prioritas dalam pembayaran.
Jika semua aset sudah dijual lalu dibagikan kepada kreditor, proses kepailitan dianggap selesai. Namun, jika hasil penjualan tidak cukup untuk membayar semua utang, sisa utang tetap menjadi kewajiban debitur dan harus dibayar jika di kemudian hari debitur memiliki harta lagi.
- Upaya hukum
Selama proses kepailitan, para pihak masih bisa mengajukan upaya hukum. Untuk putusan pailit, bisa diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam waktu 8 hari setelah putusan. Setelah itu masih ada peninjauan kembali jika ditemukan bukti baru yang menentukan.
Perlu diingat bahwa proses kepailitan ini dirancang untuk memberikan penyelesaian yang adil bagi semua pihak, baik debitur maupun kreditor. Meskipun prosedurnya terkesan rumit, tapi ini diperlukan untuk memastikan semua pihak mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya.
Apa saja dampak bila suatu perusahaan pailit?
foto: freepik.com/wavebreakmedia_micro
Ketika seseorang atau perusahaan dinyatakan pailit, ada berbagai dampak yang akan timbul lalu mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Dampak ini tidak hanya berpengaruh pada si pailit, tapi juga pada kreditor, karyawan, bahkan perekonomian secara lebih luas. Mari kita bahas satu per satu dampak yang muncul akibat kepailitan.
- Dampak terhadap debitur pailit
Debitur yang dinyatakan pailit akan kehilangan hak untuk mengurus sekaligus menguasai hartanya sendiri. Semua aset yang dimiliki akan berada di bawah pengurusan kurator yang ditunjuk pengadilan. Situasi ini membuat debitur tidak bisa lagi melakukan transaksi ataupun mengambil keputusan terkait hartanya.
Nama debitur pailit juga akan tercatat dalam daftar orang pailit yang bisa diakses publik. Hal ini bisa mempengaruhi reputasi maupun kredibilitas debitur di masa depan, terutama dalam hal bisnis dan keuangan. Debitur pailit juga akan sulit mendapatkan kredit/pinjaman baru karena riwayat pailitnya.
- Dampak terhadap kreditor
Para kreditor harus menunggu proses pemberesan harta pailit untuk mendapatkan pembayaran utang. Tidak semua kreditor akan mendapatkan pembayaran penuh, tergantung dari jumlah harta pailit yang tersedia lalu posisi dalam daftar prioritas kreditor.
Kreditor separatis (yang memiliki jaminan) memiliki posisi yang lebih baik karena bisa mengeksekusi jaminan secara langsung. Sementara kreditor konkuren harus menunggu sisa pembagian harta pailit, yang seringkali nilainya jauh lebih kecil dari nilai utang yang seharusnya diterima.
- Dampak terhadap karyawan
Bagi perusahaan yang pailit, dampaknya sangat terasa bagi para karyawan. Pasalnya karyawan berisiko kehilangan pekerjaan karena perusahaan tidak bisa beroperasi lagi. Meski gaji maupun pesangon karyawan termasuk dalam utang yang harus didahulukan pembayarannya, tetapi tetap ada kemungkinan tidak terbayar penuh jika harta pailit tidak mencukupi.
Para karyawan juga harus menghadapi ketidakpastian selama proses kepailitan berlangsung. Mungkin harus mencari pekerjaan baru di tengah situasi yang tidak menentu, yang bisa mempengaruhi kesejahteraan hidupnya.
- Dampak terhadap kegiatan usaha
Perusahaan yang pailit biasanya harus menghentikan kegiatan usahanya. Ini berarti semua operasional bisnis terhenti, kontrak-kontrak yang sedang berjalan bisa terputus, hingga relasi bisnis dengan mitra-mitra usaha menjadi terganggu. Kondisi ini bisa menimbulkan efek domino pada rantai pasok sekaligus mitra bisnis lainnya.
Bahkan jika perusahaan berhasil keluar dari status pailit, memulihkan kepercayaan pasar maupun membangun kembali bisnis bukanlah hal yang mudah. Diperlukan waktu maupun upaya yang tidak sedikit untuk mengembalikan reputasi serta kredibilitas usaha.
- Dampak terhadap perekonomian
Kepailitan, terutama yang melibatkan perusahaan besar, bisa berdampak signifikan pada perekonomian. Hal ini bisa menyebabkan hilangnya lapangan kerja, berkurangnya pendapatan pajak, hingga menurunnya aktivitas ekonomi di sektor terkait.
Dalam kasus kepailitan bank atau lembaga keuangan, dampaknya bisa lebih luas lagi karena mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan. Ini bisa menyebabkan guncangan di pasar keuangan sekaligus mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Recommended By Editor
- Perusahaan ini buat aturan larang karyawan dengar lagu Bernadya dan Juicy Lucy, ternyata ini alasannya
- 8 Alasan klasik telat masuk kantor, yang masih pakai alasan macet merasa tersindir
- 10 Skill sosial yang wajib dipelajari anak magang, biar nggak awkward
- Nggak hanya dihubungi atasan diluar jam kerja, ini 9 dilema karyawan zaman now
- Biar nggak capek kerja, 8 langkah curi waktu istirahat ala karyawan pro