Brilio.net - Film Death Race: Beyond Anarchy akan hadir menyapa penyuka film balapan, tayang di bioskop TransTV, Kamis (19/9), pukul 21.00 WIB. Death Race: Beyond Anarchy merupakan film keempat dari waralaba Death Race, dan kali ini mengajak penonton untuk kembali memasuki dunia balap brutal di masa depan yang penuh kekerasan.

Dalam film ini, Carl "Frankenstein" Lucas (diperankan oleh Zach McGowan) adalah penguasa arena balap mematikan yang diadakan di penjara berbahaya. Para narapidana bertaruh nyawa dalam balapan ini, di mana tidak ada aturan, hanya satu tujuan—bertahan hidup dan menang.

Film dimulai ketika pemerintah tidak lagi bisa mengendalikan penjara Terminal Island, tempat di mana balapan mematikan ini berlangsung. Sebagai upaya untuk menghentikan kekacauan, Connor Gibson (Zach McGowan), seorang agen khusus, dikirim untuk menyusup ke penjara dan mengalahkan Frankenstein dalam balapan.

Namun, Gibson segera menyadari bahwa untuk bisa bertahan di dunia tanpa hukum ini. Dia lebih dari sekadar agen terlatih—dia harus menjadi bagian dari kekerasan itu sendiri.

Film ini memadukan aksi balapan penuh adrenalin dengan elemen distopia yang gelap, di mana hukum dan peradaban telah runtuh di dalam penjara Terminal Island. Alur cerita mengikuti perjalanan Connor Gibson dalam misinya untuk menggulingkan Frankenstein, yang digambarkan sebagai sosok legendaris dan tak terkalahkan di arena balap.

Sebagai karakter utama, Gibson cukup kuat dalam hal fisik, tetapi pengembangan emosionalnya tidak terlalu mendalam. Sejak awal, motivasinya untuk bergabung dalam balapan hanya fokus pada misi untuk menghancurkan Frankenstein.

Namun, seiring perkembangan cerita, Gibson mulai terlibat lebih dalam dengan narapidana lain dan mulai meragukan niat sebenarnya dari pemerintah yang mengirimnya. Ada pergeseran dari agen yang terikat oleh perintah menjadi seseorang yang menemukan identitasnya di dunia yang kacau.

Sinopsis film Death Race: Beyond Anarchy, balapan brutal di dunia tanpa aturan

foto: iMDb.com

Sayangnya, hubungan antar karakter terasa dangkal, terutama dengan karakter wanita, seperti Jane (Christine Marzano), yang lebih berperan sebagai pendamping romantis daripada karakter yang berkontribusi signifikan terhadap alur cerita.

Frankenstein sendiri digambarkan sebagai sosok karismatik yang dikelilingi oleh aura misterius. Ia tidak hanya seorang pembalap brutal, tetapi juga simbol perlawanan dan pemberontakan di mata para narapidana.

Namun, film kurang mengeksplorasi lebih dalam siapa Frankenstein di luar kostum ikoniknya. Meski demikian, pertarungan antara Gibson dan Frankenstein di akhir film memberikan momen yang cukup epik dan memuaskan bagi penggemar waralaba ini.

Beyond Anarchy menyajikan pemandangan yang gelap, suram, dan distopia. Penjara Terminal Island penuh dengan reruntuhan, grafiti, dan suasana yang menonjolkan kekerasan tanpa aturan. Setiap sudut penjara mengingatkan penonton bahwa ini bukanlah tempat bagi yang lemah. Gaya visualnya cukup mengesankan, meskipun efek CGI dalam beberapa adegan balapan terasa agak kurang mulus.

Adegan balapan adalah daya tarik utama film ini, dan tidak diragukan lagi bahwa koreografi balapan dan aksi pertempuran sangat mendebarkan. Setiap mobil dilengkapi dengan senjata, peluncur roket, dan jebakan berbahaya, menambah ketegangan dalam setiap balapan. Penggemar aksi keras akan merasa terhibur dengan adegan-adegan brutal, pertarungan fisik, serta ledakan-ledakan yang spektakuler.

Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kekerasan dalam film ini sangat eksplisit, dengan darah dan tubuh yang hancur menjadi elemen yang menonjol di setiap balapan. Meskipun sesuai dengan tema dan dunia film, intensitas kekerasan ini bisa menjadi berlebihan bagi sebagian penonton.

Film ini mempertahankan tema utama dari seri Death Race, yaitu perjuangan untuk bertahan hidup dalam dunia tanpa hukum. Di bawah permukaan aksi dan kekerasan, Death Race: Beyond Anarchy sebenarnya memberikan komentar sosial tentang kekuatan, kebebasan, dan perlawanan terhadap sistem yang rusak. Penjara Terminal Island menjadi metafora bagi dunia di mana kekuasaan hanya milik yang kuat, dan moralitas tradisional tidak lagi berlaku.

Frankenstein, sebagai karakter sentral, melambangkan kebebasan yang diperjuangkan dengan darah dan kekerasan, sedangkan pemerintah, yang diwakili oleh tokoh-tokoh seperti Weyland, lebih memperlihatkan sisi korupsi dan manipulasi kekuasaan. Meski pesan ini tidak disampaikan secara halus, film tetap memberikan sentuhan kritik terhadap sistem yang membiarkan kekerasan sebagai sarana kontrol.

Salah satu keunggulan Death Race: Beyond Anarchy adalah kemampuannya menjaga intensitas aksi sepanjang film. Adegan-adegan balapan yang brutal dan tanpa aturan menjadi daya tarik utama yang membuat penonton terus terpaku. Selain itu, atmosfir penjara yang suram dan dystopian memperkuat nuansa tanpa harapan yang diusung oleh cerita.

Namun, kelemahan film ini terletak pada kurangnya kedalaman karakter dan plot. Motivasi karakter tidak digali secara mendalam, sehingga membuat penonton sulit merasa benar-benar terhubung dengan mereka. Selain itu, meski aksinya menghibur, cerita film terasa klise dan tidak memberikan kejutan berarti.

Judul: Death Race: Beyond Anarchy
Sutradara: Don Michael Paul
Penulis: Tony Giglio, Don Michael Paul
Pemeran: Zach McGowan, Danny Trejo, Christine Marzano, Yennis Cheung, Danny Glover
Durasi: 111 menit
Genre: Aksi, Sci-Fi
Rilis: 2 Oktober 2018