Brilio.net - Apakah kamu pernah mendengar istilah Stoicism saat berselancar di media sosial? Konsep ini memang semakin populer dan sering dibahas oleh berbagai kalangan. Banyak orang yang tertarik dengan filosofi ini karena dianggap mampu membantu menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang dan bijaksana.

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Stoicism? Mungkin kamu bertanya-tanya, apakah ini hanya sekadar tren atau memang memiliki nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengetahui asal-usul dan esensi dari filsafat ini bisa membantumu memahami mengapa banyak orang menganggapnya relevan hingga saat ini.

Selain itu, memahami cara menerapkan prinsip Stoicism juga dapat memberikanmu pandangan baru dalam menghadapi berbagai situasi, baik yang menyenangkan maupun yang penuh tekanan. Dengan begitu, kamu bisa menjalani hidup dengan lebih damai dan seimbang.

Dirangkum brilio.net dari berbagai sumber, Rabu (28/8), kita akan membahas secara mendalam tentang pengertian Stoicism, sejarah dan tokoh-tokoh penting di baliknya, serta bagaimana kamu bisa menerapkan filosofi ini dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian Stoicism

Stoicism adalah filsafat Yunani freepik.com

foto: freepik.com

Stoicism adalah aliran filsafat yang berasal dari Yunani Kuno, dicetuskan oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM. A.A Long dalam bukunya Epictetus: A Stoic and Socratic Guide to Life, menjelaskan bahwa filsafat ini menekankan pentingnya hidup selaras dengan alam dan menggunakan akal budi untuk mencapai kebajikan dan ketenangan batin. Zeno mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati dicapai melalui pengendalian diri dan ketenangan dalam menghadapi suka dan duka kehidupan.

Tokoh-tokoh penting lain dalam Stoicism termasuk Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Seneca, seorang filsuf dan negarawan Romawi, menulis banyak esai dan surat yang menyoroti pentingnya kebajikan dan pengendalian emosi.

Epictetus, yang awalnya adalah seorang budak, menekankan bahwa kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi pada kita, tetapi kita bisa mengontrol bagaimana kita meresponsnya. Marcus Aurelius, seorang kaisar Romawi, menulis "Meditations", sebuah karya yang berisi refleksi pribadi tentang bagaimana menerapkan prinsip-prinsip Stoicism dalam kehidupan sehari-hari.

Inti dari pemikiran Stoicism adalah bahwa kita harus fokus pada apa yang bisa kita kendalikan dan menerima dengan tenang apa yang tidak bisa kita ubah. Filsafat ini mengajarkan untuk hidup dengan kebajikan, termasuk kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri. Dengan menerapkan prinsip ini, kita dapat mencapai eudaimonia, atau kebahagiaan dan kesejahteraan sejati.

Cara menerapkan Stoicism dalam kehidupan sehari-hari

Stoicism adalah filsafat Yunani freepik.com

foto: freepik.com

Donald J. Robertson dalam buku Stoicism and the Art of Happiness memberi penjelasan bahwa menerapkan Stoicism dalam kehidupan sehari-hari bisa dimulai dengan membedakan antara hal-hal yang bisa kamu kendalikan dan yang tidak. Misalnya, kamu tidak bisa mengendalikan cuaca atau perilaku orang lain, tetapi kamu bisa mengendalikan reaksinya. Dengan fokus pada hal-hal yang bisa kamu kendalikan, kamu akan merasa lebih tenang dan tidak mudah stres.

Prinsip lainnya adalah melatih diri untuk menerima situasi apa adanya dan melihat setiap tantangan sebagai kesempatan untuk tumbuh. Ketika menghadapi kesulitan, cobalah untuk melihat sisi positifnya dan belajar dari pengalaman tersebut. Hal ini akan membantumu menjadi lebih tangguh dan adaptif dalam menghadapi berbagai situasi hidup.

Selain itu, praktik refleksi diri dan meditasi juga dianjurkan dalam Stoicism. Luangkan waktu setiap hari untuk merenungkan tindakan dan pikiranmu, serta mengevaluasi apakah kamu sudah hidup sesuai dengan nilai-nilai kebajikan. Dengan begitu, kamu dapat terus memperbaiki diri dan menjalani hidup lebih bermakna.

Contoh kasus yang mencerminkan filosofi Stoicism

Stoicism adalah filsafat Yunani freepik.com

foto: freepik.com

Bayangkan kamu sedang menghadapi situasi di mana rencana liburanmu dibatalkan karena cuaca buruk. Dalam keadaan ini, alih-alih marah atau kecewa berlebihan, kamu memilih untuk menerima kenyataan tersebut dan mencari alternatif lain, seperti menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah atau melakukan aktivitas lain yang menyenangkan. Sikap menerima dan adaptif ini adalah contoh penerapan Stoicism dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh lain adalah ketika kamu menghadapi kritik di tempat kerja. Daripada merasa tersinggung atau defensif, kamu melihat kritik tersebut sebagai kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri. Kamu fokus pada aspek-aspek yang bisa kamu tingkatkan dan berterima kasih atas masukan yang diberikan. Pendekatan ini menunjukkan pengendalian diri dan kebijaksanaan, yang merupakan inti dari filosofi Stoicism.

Saat mengalami kegagalan, misalnya gagal dalam ujian atau tidak mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, kamu memilih untuk tidak terpuruk dalam kekecewaan. Sebaliknya, kamu merenungkan apa yang bisa dipelajari dari pengalaman tersebut dan berusaha lebih baik. Sikap positif dan konstruktif ini sesuai dengan ajaran Stoicism tentang melihat setiap kesulitan sebagai peluang untuk berkembang.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi yang di luar kendali kita, seperti kemacetan lalu lintas atau antrian panjang di supermarket. Dengan menerapkan prinsip Stoicism, kamu bisa menghadapi situasi ini dengan lebih tenang dan sabar, memahami bahwa kemarahan atau frustrasi tidak akan mengubah keadaan, tetapi hanya menambah stres. Dengan demikian, kamu dapat menjalani hari-harimu dengan lebih damai dan seimbang.