Brilio.net - Matahari terasa membakar kulit belakangan ini. Suhu panas ekstrem melanda berbagai wilayah Indonesia dengan angka mencapai 38,4 derajat Celsius. Kondisi ini membuat banyak orang kepanasan dan bertanya-tanya kapan akan berakhir.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap penyebab utama suhu panas ini. Ternyata, aktivitas siklon tropis Trami dan Kong-Rey yang berada di sekitar Filipina turut mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia. Kedua siklon ini mengurangi tutupan awan sehingga sinar matahari langsung menyengat permukaan bumi tanpa penghalang.
Panasnya udara tidak hanya terasa saat siang hari, tapi juga di malam hari. Bumi yang sudah menyerap panas sepanjang siang akan melepaskan kembali panasnya secara perlahan, membuat malam terasa gerah dan pengap. Kondisi ini diperparah dengan minimnya tutupan awan yang biasanya berfungsi sebagai payung alami.
Penyebab suhu panas.
foto: freepik.com/wirestock
Posisi matahari yang tepat berada di atas khatulistiwa menjadi salah satu faktor utama. Sinarnya jadi lebih intens menyengat wilayah Indonesia. Ditambah lagi dengan sedikitnya awan yang terbentuk karena pengaruh angin timuran yang mendominasi di bulan Oktober 2024.
Belokan angin yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan semakin memperparah keadaan. BMKG menegaskan bahwa fenomena ini masih dalam kategori wajar dan tidak ada hubungannya dengan perubahan musim, meski dampaknya sangat terasa.
Daerah terdampak suhu panas.
Larantuka di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur menjadi daerah dengan suhu tertinggi mencapai 38,4 derajat Celsius. Majalengka dan Semarang juga tidak kalah panas dengan suhu di atas 37 derajat Celsius dalam sehari terakhir.
Gelombang panas menyebar ke berbagai wilayah lain seperti Lampung, Bulungan di Kalimantan Utara, dan Sikka di Nusa Tenggara Timur dengan suhu maksimum antara 35,4 hingga 36,4 derajat Celsius. Jakarta, Banten, serta beberapa daerah di Kalimantan dan Sulawesi juga merasakan dampaknya.
Prediksi berakhirnya suhu panas.
foto: freepik.com/asier_relampagoestudio
BMKG memperkirakan suhu panas akan bertahan hingga akhir Oktober 2024. Meski beberapa daerah mulai diguyur hujan karena fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), suhu panas masih akan mendominasi sebagian besar wilayah Indonesia, terutama Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Kondisi ini diperkirakan mulai mereda saat memasuki musim penghujan di bulan November. Namun, BMKG mengingatkan bahwa fenomena serupa bisa terjadi lagi di masa depan, apalagi dengan adanya perubahan iklim global yang mempengaruhi pola cuaca.
Tips menghadapi suhu panas.
foto: freepik.com/lookstudio
BMKG memberikan beberapa saran praktis untuk menghadapi gelombang panas ini. Minum air putih secara teratur menjadi kunci utama mencegah dehidrasi, terutama bagi yang beraktivitas di luar ruangan.
Jangan lupa pakai pelindung seperti topi, payung, atau kacamata hitam saat keluar rumah. Tabir surya juga penting untuk melindungi kulit dari sinar UV yang makin intens.
Masyarakat juga diminta menghindari pembakaran di area terbuka karena cuaca panas meningkatkan risiko kebakaran. Pemerintah daerah sudah mulai melakukan penyiraman untuk mengurangi potensi kebakaran, terutama di kawasan hutan dan tempat pembuangan sampah.
BMKG terus memantau perkembangan anomali suhu laut di Samudra Hindia dan Pasifik yang bisa mempengaruhi pola cuaca Indonesia. Meski curah hujan mulai terlihat di beberapa wilayah, ini belum menandai dimulainya musim penghujan. Untuk sementara, kamu masih perlu bersabar dan menjaga diri dari dampak gelombang panas ini.
Recommended By Editor
- Apa itu La Nina? Fenomena iklim yang diperkirakan landa Indonesia pada Agustus 2024, begini dampaknya
- Mengenal bediding, fenomena suhu dingin di musim kemarau, penyebab dan tips menjaga kesehatan tubuh
- Tak perlu lidah buaya, ini cara atasi kulit wajah kering akibat cuaca ekstrem pakai 1 bahan makanan
- 9 Aplikasi prakiraan cuaca untuk smartphone, lengkap dan akurat
- Curah hujan masih tinggi, ini 5 wilayah di Indonesia yang terdampak