Brilio.net - Baru-baru ini, kabar mengejutkan datang dari dunia farmasi. AstraZeneca, perusahaan asal Inggris mengakui bahwa vaksin Covid-19 buatannya dapat memicu efek samping langka. Yaitu berupa pembekuan darah dan penurunan trombosit, yang dikenal sebagai thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS).

Dikutip dari The Telegraph, pengakuan tersebut disampaikan dalam dokumen hukum yang diserahkan ke pengadilan tinggi di London pada Februari 2024. Hal itu terjadi setelah 51 korban di Inggris melakukan gugatan. Sejumlah penggugat mengklaim mereka telah kehilangan keluarga dan kerabat akibat efek samping ini. Dalam kasus-kasus lainnya, vaksin tersebut juga dituduh menyebabkan cedera serius.

Apa itu TTS?

Trombosis dengan trombositopenia (TTS) merupakan penyakit yang dapat menyebabkan pembekuan darah pada seseorang. Selain itu, TTS dapat menyebabkan rendahnya jumlah trombosit dalam darah. Kasus TTS sangat jarang terjadi di masyarakat. Namun, kondisi tersebut dapat menimbulkan gejala yang serius.

AstraZeneca picu efek samping langka pembekuan darah freepik.com

foto: freepik.com

Gejala TTS ini bisa berbagai rupa. Jika penggumpalan darah terjadi di otak, gejalanya bisa berupa pusing. Namun jika terjadi di saluran pencernaan, penggumpalan darah bisa menyebabkan rasa mual. Sedangkan penggumpalan darah yang terjadi pada kaki dapat menyebabkan rasa kaku. Biasanya, kondisi tersebut juga bisa menyebabkan pendarahan jika terjadi penurunan kadar trombosit dalam darah.

Menurut Melbourne Vaccine Education Center (MVEC), TTS dapat diklasifikasikan dalam dua tingkatan utama berdasarkan lokasi trombosit dan tingkat keparahan gejala. Tingkat pertama melibatkan lokasi trombosit yang jarang terjadi, seperti trombosis sinus vena serebral atau trombosis vena splanknikus yang berhubungan dengan usus, serta kemungkinan trombosis bersamaan di lokasi yang lebih umum.

AstraZeneca picu efek samping langka pembekuan darah freepik.com

foto: freepik.com

Di sisi lain, tingkat kedua biasanya melibatkan lokasi trombosis umum seperti kaki atau paru-paru. Tingkat 1 cenderung dikaitkan dengan gejala yang lebih parah dan memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan tingkat 2. Bukti menunjukkan bahwa tingkat 1 lebih sering terjadi pada kelompok usia yang lebih muda. Umumnya gejala tersebut muncul dalam 4-42 hari setelah vaksinasi.

Gejala yang sering dirasakan setelah terserang TTS ini adalah sakit kepala yang parah dan terus menerus, penglihatan menjadi kabur, kesulitan berbicara, sering ngantuk dan bisa sampai kejang-kejang. Selain itu gejala yang mempengaruhi seluruh tubuh meliputi sulit bernapas, nyeri dada, pembengkakan kaki, hingga nyeri perut secara terus menerus.

 

Penyakit langka yang hanya ada satu dalam satu juta dosis.

Namun, Dr Chandrakant Lahariya, dokter konsultan senior, spesialis vaksin dan ahli epidemiologi di Rumah Sakit Sukhmani, New Delhi mengatakan, “TTS adalah salah satu efek samping yang jarang namun sangat serius yang terjadi sebagai bagian dari Immune Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (VITTP) yang diinduksi oleh Vaksin.

AstraZeneca picu efek samping langka pembekuan darah freepik.com

foto: freepik.com

Kaitan antara vaksin AstraZeneca dan TTS imun yang diinduksi vaksin diidentifikasi secara ilmiah pada awal tahun 2021, segera setelah vaksin Covid pertama dirilis. Penting untuk diingat bahwa tidak ada data tervalidasi secara klinis yang menunjukkan orang-orang muda yang meninggal karena penyakit jantung akibat vaksinasi Covid-19. Insiden TTS hanya satu dalam satu juta dosis.

Indonesia sendiri yang merupakan negara konsumen vaksin Covid-19 AstraZeneca sebanyak 70 juta dosis sampai saat ini tidak ditemukan keluhan tentang efek samping. Berdasarkan pemantauan Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia.

Dilansir dari liputan6.com, bila saat ini di Indonesia ditemukan kasus TTS, Ketua Komnas PP KIPI Profesor Hinky Hindra Irawan Satari cukup yakin mengatakan itu bukan disebabkan oleh vaksin covid-19.

"Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bila ditemukan penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikkan. Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin COVID-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadianya,” jelas Hinky.