Brilio.net - Baru-baru ini kasus publik digemparkan dengan kasus pemerkosaan anak di bawah umur. Kelakuan bejat tersebut dilakukan seorang pemuda bernama Muhammad Aris (20), warga Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Mojokerto, Jawa Timur. Ia terbukti memerkosa 9 orang anak atas perbuatannya itu ia dijatuhi hukuman kebiri kimia oleh hakim.
Dilansir brilio.net dari merdeka.com, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto diketahui menjatuhkan vonis bersalah pada Aris karena melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.
Hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan pun dijatuhkan pada Aris. Sebagai hukuman tambahan, hakim memerintahkan pada jaksa agar melakukan kebiri kimia.
"Hukuman tambahan memang kebiri kimia. Dalam tuntutan kita tidak sertakan itu, tapi hakim memberi hukuman tambahan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Richard Marpaung, yang dilansir dari merdeka.com.
Menurut informasi dair liputan6.com, kejaksaan bakal berkoordinasi dengan sejumlah rumah sakit untuk menjalankan eksekusi kebiri kimia tersebut. Hal ini lantaran belum ada satupun rumah sakit di Mojokerto yang pernah melakukannya.
Menjadi hukuman kimia kebiri pertama di Indonesia, tentunya membuat banyak orang penasaran, seperti apa kebiri kimia dan apa dampaknya? Nah berikut dilansir dari liputan6.com, Senin (26/8).
1. Kebiri untuk memperlemah hormon testosteron.
foto: pixabay.com
Hukum kebiri bisa artikan menjadi dua tindakan berbeda, yakni berupa pemotongan atau dengan suntikan zak kimia yang sering disebut dengan istilah kebiri kimia. Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan bahan kimia antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke dalam tubuh.
Jika dikaitkan pelaku kejahatan seksual, hukuman kebiri kimia untuk memperlemah hormon testosteron. Bahan kimia yang dimasukkan dalam tubuh akan memengaruhi pada sistem tubuh.
Menurut Wakil Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr Eka Viora, Sp KJ(K) fungsi hormon sekunder laki-lakinya akan hilang setelah disuntikkan kebiri kimia tersebut. "Di antaranya akan berpengaruh pada fungsi hormon sekunder laki-lakinya akan jadi hilang. Dia akan jadi seperti perempuan. Kalau waria senang biasanya karena akan muncul sifat-sifat perempuannya, misalnya payudara bisa membesar, tapi tulang mudah keropos. Itu kan membunuh juga kan namanya," ungkapnya saat ditemui di Jakarta.
2. Akan memicu munculnya sifat perempuan.
foto: pixabay.com
Senada yang diutarakan dr Eka Viora, Sp KJ(K), dokter spesialis kandungan yaitu Boyke Dian Nugraha menilai bahwa hukuman kebiri kimiawi bisa mengubah laki-laki menjadi seperti perempuan.
"Karena hormon testosteronnya hilang, payudaranya akan tumbuh, otot-otot menjadi lemah. Kemudian mudah menjadi diabetes, menjadi gemuk, dan menjadi seperti robot. Tidak ada nafsu seperti mayat hidup," kata dokter Boyke kepada Liputan6 SCTV.
Tak hanya itu saja, Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FACCS, mengungkapkan hal yang sama saat menanggapi munculnya Perppu Hukuman Kebiri. Ia mengatakan dampak dari kebiri ini bisa terjadi ginekomastia. Itu berarti bagian payudara orang yang disuntikkan bisa tumbuh.
"Dampak buruk terhadap organ lainnya bisa terjadi. Tulang keropos, kurang darah, ototnya berkurang, lemaknya bertambah, dan terjadi ginekomastia. Lalu yang lebih berat lagi gangguan pembuluh darah dan jantung, selain tentunya gangguan kognitif," kata Wimpie.
3. Tubuh membengkak.
foto: pixabay.com
Tak berhenti di situ saja, dampak lainnya juga dirasakan yakni tubuh membengkak. Hal ini disampaikan dokter spesialis andrologi, dr Heru H Oentoeng selain beragam efek samping dari kebiri kimia, ia menambahkan jika kebiri kimia bisa berdampak gairah seks dan kemampuan ereksi akan menurun. Ia juga menyebutkan jika kebiri kimia bisa membuat orang yang disuntikkan mengalami pembengkakkan tubuh, meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
"Tapi secara fisik jangka panjang, suntikan ini akan menyebabkan penumpukan cairan di tubuhnya. Jadi dia seolah gemuk, tapi tubuhnya penuh cairan, tubuhnya bengkak, osteoporosis, serta ototnya melemah," kata dokter yang berpraktik di RS Siloam Kebon Jeruk, Jakarta.
"Saya bukan tidak setuju, kami (dokter) justru mendukung perppu kebiri. Hanya saja, masyarakat perlu tahu, hukuman itu dibuat agar pelaku jera. Sedangkan suntik kebiri ini perlu repeat (diulang). Jangan sampai kebiri ini jadi tidak efektif karena menjalaninya tidak semudah dibayangkan," tambahnya.
4. Hukum kebiri sudah disahkan DPR RI.
foto: pixabay.com
Meski masih menimbulkan pro dan kontra, hukum kebiri sudah diberlakukan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak ternyata sudah disahkan DPR RI pada tahun 2016. Mayoritas suara di DPR dalam sidang paripurna setuju agar RUU terkait Perppu No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang.
Poin penting dalam rapat paripurna tersebut adalah penambahan hukuman pada pelaku kekerasan seksual dengan sanksi adanya kimia. Disahkannya hukuman yang bakal dilakukan pertama kali di Mojokerto tersebut juga ditanggapi oleh MUI.
"Undang-undang sekarang ada catatan yakni kebiri kimia. Sifatnya sementara tidak permanen. Kalau tidak permanen sebagai suatu sanksi kejahatan merusak, menurut pandangan saya dibolehkan," ungkap Ketua Umum MUI Jabar Rachmat Safe'i saat ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (13/10), dikutip dari Merdeka.
MUI melihat bahwa kebiri kimia dalam UU tidak menghilangkan hak asasi seseorang dan kehormatannya secara permanen. Artinya kebiri kimia hanya dilakukan sementara sebagai konsekuensi kejahatan yang sudah pelaku lakukan.