Brilio.net - Hadirnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Budaya di dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju terus jadi sorotan. Sebagai menter termuda, kinerja Nadiem Makarim tak lepas dari sorotan. Beberapa konsep untuk pendidikan Indonesia pun dilontarkan Nadiem.
Salah satunya Kampus Merdeka. Kampus Merdeka, merupakan konsep baru merdeka belajar di perguruan tinggi yang dirilis oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Menurut Nadiem, konsep Kampus Merdeka ini merupakan lanjutan dari konsep sebelumnya. Konsep yang dimuat Nadiem dalam Kampus Merdeka ada empat poin.
Hal ini dikatakan Nadiem sebagai komitmennya untuk mencetak pemimpin masa depan, serta bentuk implementasi visi-misi Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yaitu menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul.
"Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling mungkin untuk segera dilangsungkan. Hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah peraturan pemerintah ataupun undang-undang," kata Nadiem di Jakarta, seperti dikutip liputan6.com.
Dalam konsep Kampus Merdekanya, Nadiem bahkan memberikan keleluasaan bagi mahasiswa dengan jatah dua semester untuk kegiatan di luar kelas. Lalu, bagaimana konsep Kampus Merdeka ala Nadiem Makarim? Berikut empat hal tentang Kampus Merdeka ala Mendikbud Nadiem Makarim seperti dilansir brilio.net dari liputan6.com, Selasa (28/1).
1. Mengubah PTN Satker menjadi PTN BH.
foto: liputan6.com/Yopi Makdori
Salah satu kebijakan dalam Kampus Merdeka adalah mempermudah Perguruan Tinggi Negeri atau PTN dengan status Satuan Kerja atau Satker dan Badan Layanan Umum (BLU) untuk berubah ke status PTN dengan Badan Hukum atau PTN-BH.
"Karena tuntutan masa kini adalah bisa bergerak dengan cepat. Kita ingin memastikan bahwa sebanyak mungkin PTN bisa mencapai status PTN-BH agar semua bisa compet (competition) di panggung dunia," kata Nadiem, Jumat, 24 Januari 2020.
Pasalnya, lanjut mantan bos Gojek itu, format PTN-BH merupakan yang paling otonom di antara status PTN lainnya.
"Berfungsi hampir seperti swasta walaupun didanai pemerintah, tapi mendapatkan berbagai hak seperti swasta," kata Nadiem.
Nadiem menjelaskan beberapa keunggulan yang didapatkan PTN-BH dibanding PTN dengan status lain. Berbeda dengan PTN dengan status Satker, PTN-BH bisa leluasa bermitra dengan industri, termasuk melakukan proyek komersial.
Dari segi pengaturan keuangan, PTN dengan status Satker juga memiliki pengaturan keuangan yang begitu detail dan tidak bisa melakukan perubahan secara cepat.
"Sulit untuk (PTN) Satker untuk meng-hire dosen non-PNS, BLU (dan) Satker tidak diberikan kepemilikan terhadap aset, sehingga tidak bisa dimanfaatkan. Contoh untuk mengambil peminjaman, ketiga keluasan mengembangkan akademik-non-akademik," ujarnya menjelaskan.
2. Penyederhanaan Akreditasi Perguruan Tinggi.
foto: Liputan6.com/Johan Tallo
Menurut Nadiem, kebijakan Kampus Merdeka kedua adalah mengenai program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat.
Ke depan, kata Nadiem, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama lima tahun dan akan diperbarui secara otomatis.
Nadiem mengatakan, pengajuan re-akreditasi PT maupun prodi dibatasi paling cepat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Sementara, bagi PT yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapan pun.
"Nanti, Akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan keputusan menteri," jelas Nadiem.
Kendati begitu, Nadiem menyebutkan BAN-PT akan melakukan akreditasi bila ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi.
3. Buka Prodi Baru.
Kebijakan selanjutnya dalam Kampus Merdeka, menurut Nadiem, adalah mengenai otonomi bagi perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS) untuk membuka atau mendirikan program studi (prodi) baru.
Otonomi ini, kata Nadiem, diberikan jika PTN atau PTS tersebut memiliki akreditasi A atau B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities.
"Pengecualian berlaku untuk program kesehatan dan pendidikan. Dan seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C," kata dia.
Lebih jauh, Nadiem melanjutkan bahwa kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian, kata dia, Kemdikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan.
"Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini ditetapkan," katanya.
4. Kegiatan Dua Semester di Luar Kampus.
foto: Liputan6.comFachrur Rozi
Bicara kegiatan di luar kampus, Nadiem mencontohkan kepada pribadinya sendiri. Dia mengaku sebagai lulusan Hubungan Internasional, tetapi pekerjaan lebih condong di bidang teknologi.
"Artinya apa yang kita pelajari apapun yang kita lakukan itu sering kali hanya starting poin kita. Lalu kenapa kita tidak mengebiri kemerdekaan mahasiswa kita untuk melakukan berbagai macam hal di luar prodi di luar kelas, di luar kampus. Inilah namanya kemerdekaan mahasiswa," kata Nadiem.
Nadiem mencontohkan kegiatan dua semester di luar kelas seperti magang atau kerja praktik dan juga mengajar di salah satu sekolah di daerah terpencil. Selain juga melakukan riset dengan dosen ataupun membantu mahasiswa S-2 atau S-3 melakukan penelitian.
"Mahasiswa itu bisa bekerja sama dengan dosen untuk menciptakan suatu kurikulum sendiri, suatu projects independent study. Mereka bisa berkontribusi di desa selama satu tahunan atau melakukan projek desa. Tukar belajar antara universitas dan mancanegara. Satu semester abroad, satu tahun abroad, bisa," kata Nadiem.
Kebijakan Kampus Merdeka yakni ihwal kebebasan mahasiswa untuk mengambil mata kuliah dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS). Saat ini, kata Nadiem bobot SKS pembelajaran di luar kelas begitu kecil. Di samping juga tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih juga banyak kampus yang menunda kelulusan mahasiswa karena mereka mengikuti pertukaran pelajar atau praktek kerja lapangan.
"Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak, SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS. Ditambah, mahasiswa juga dapat mengambil SKS di prodi (program studi) lain dan dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan," terang Mendikbud.
Mendikbud pun mendefinisikan ulang konsep SKS. Ia menjelaskan SKS diartikan sebagai jam kegiatan, bukan lagi jam belajar. Kegiatan di sini berarti baik belajar di kelas, magang atau praktek kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil.
"Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan atau program yang disetujui oleh rektornya," katanya
Ia menambahkan, kebijakan ini tidak berlaku bagi mahasiswa di ruang lingkup kesehatan.