Brilio.net - Maria Pauline Lumowa, buronan pembobolan Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, berdasarkan informasi yang dihimpun dari situs ANTARA sejak 2009, merupakan komplotan terpidana Adrian Herling Waworuntu.

Maria Pauline Lumowa dan Andrian ketika itu menjabat menjadi direktur perusahaan yang tergabung dalam Gramarindo Group. Kasus yang menimpa Maria Pauline terjadi dalam rentang Oktober 2002 hingga Juli 2003, dimana keduanya mengajukan 41 Letter of Credit, serta melampirkan delapan dokumen ekspor fiktif, seolah-olah perusahaan itu telah melakukan ekspor senilai Rp 1,7 triliun.

Jeffrey Baso yang merupakan suami dari Maria Pauline Lumowa juga berkomplot dengannya dalam peristiwa pembobolan kas BNI tersebut. Namun, Adrian Herling Waworuntu dan Jeffrey Baso masing-masing telah mendapatkan hukuman. Namun Maria berhasil melarikan diri keluar negeri.

Setelah menjadi buronan 17 tahun lamanya, Maria Pauline Lumowa akhirnya berhasil diekstradisi dari Serbia. Lantas seperti apa fakta di balik tertangkapnya buronan kasus pembobolankas BNI Maria Pauline Lumowa? Berikut brilio.net rangkum dari berbagai sumber, pada Kamis (9/7).

1. Terjerat dalam kasus pembobolan BNI.

Kasus ini terjadi dalam rentang 2002 hingga 2003 di mana Maria Pauline Lumowa berkomplot dengan Adrian Herling Waworuntu untuk melancarkan aksi pembobolan BNI sebesar Rp 1,7 triliun. Suaminya, Jeffrey Baso juga ikut terlibat dalam kasus ini bersama dengan sang istri dan Adrian Herling Waworuntu.

Setelah mengajukan 41 Letter of Credit, serta melampirkan delapan dokumen ekspor fiktif senilai Rp 1,7 triliun, Andrian dan Jeffrey divonis oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, di mana Andrian harus terpenjara seumur hidup dan Jeffrey divonis tujuh tahun penjara.

2. Maria Pauline Lumowa jadi buronan.

<img style=

foto: Zeqi via kemenkumham.go.id

Sementara Andrian dan Jeffrey divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2005. Maria Pauline Lumowa malah berhasil melarikan diri ke Singapura, dan kemudian diketahui menjadi warga negara Belanda. Melansir dari merdeka.com, selama buron, Maria Pauline Lumowa diketahui sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 itu telah menjadi buronan selama 17 tahun lamanya. Kini setelah menjadi buronan sekian lama, Maria Pauline Lumowa akhirnya berhasil diekstradisi dari Serbia.

3. Sempat ingin disidang di Belanda.

<img style=

foto: merdeka.com

Seperti yang diketahui Maria Pauline Lumowa terdaftar sebagai warga negara Belanda. Melansir antaranews.com, pemerintah Indonesia kesulitan mengekstradisi Maria Pauline Lumowa karena status kewarganegaraannya. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Kehakiman Belanda, EMH Hirsch Ballin menjawab pertanyaan Jaksa Agung Hendarman Supandji, dalam pertemuan yang berlangsung 48 menit di Jakarta, Selasa (24/2) 2009.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014. Namun kedua permintaan tersebut ditolak oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

4. Tertangkap oleh NCB Interpol Serbia.

<img style=

foto: Instagram/@kemenkumhamri

Upaya penegakan hukum atas Maria Pauline Lumowa memasuki babak baru, ketika NCB Interpol Serbia menangkap perempuan berusia 61 tahun di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.

"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," tutur Menteri Hukum dan HAM Yasonna, melansir dari antaranews.com, Kamis (9/7).

Proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa dipercepat, hal ini berkat Pemerintah Serbia yang mendukung secara penuh permintaan Indonesia dan juga hubungan baik yang terjalin antara kedua negara.

5. Maria akhirnya diekstradisi dari Serbia.

<img style=

foto: Instagram/@kemenkumhamri

Setelah menjadi buronan 17 tahun dari Pemerintah Indonesia. Maria Pauline Lumowa akhirnya diekstradisi dari Serbia oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada Rabu (8/7) 2020.

Melansir dari antaranews.com, Yasonna Laoly menyampaikan "Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia."

6. Maria Pauline Lumowa dibawa ke ruangan khusus setiba di Indonesia.

<img style=

foto: Zeqi via kemenkumham.go.id

Maria Pauline Lumowa dibawa ke Indonesia dan tiba melalui Terminal 3 Kedatangan Internasional Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Kamis (9/7) pada siang hari. Maria tiba di ruang tunggu kedatangan VIP Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 11.00 WIB.

Maria menggunakan baju tahanan Bareskrim Polri dan kupluk, serta kedua tangan yang diikat. Maria segera dibawa ke dalam ruangan khusus dengan pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan petugas Kemenkumham. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan rombongan telah tiba sebelumnya pada pukul 10.50 WIB di ruang tunggu VIP.

7. Ekstradisi Maria tak terlepas dari kerjasama antara dua negara.

<img style=

foto: Instagram/@kemenkumhamri

Berhasilnya proses ekstradisi Maria Pauline Lumowa tentunya berkat adanya diplomasi hukum dan hubungan baik antar negara, serta komitmen pemerintah dalam penegakan hukum. Dalam perjalanan kasus hukum Maria Pauline Lumowa, sempat mendapat gangguan berupa upaya pencegahan ekstradisi. Namun akhirnya berkat komitmen dari Serbia dan Indonesia, akhirnya Maria berhasil diekstradisi.

Yasonna menambahkan ekstradisi Maria ini juga merupakan asas timbal balik karena sebelumnya Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolov Iliev pada 2015 silam.

8. Apresiasi dari Ketua Komisi III DPR RI.

<img style=

foto: Instagram/@kemenkumhamri

Penegakan kasus hukum Maria Pauline Lumowa, pelaku pembobolan kas BNI yang telah diekstradisi dari Serbia, mendapatkan apresiasi dari Ketua Komisi III DPR RI, Herman Herry.

"Tentu kita harus mengapresiasi pendekatan yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM dan Menteri Yasonna Laoly yang melakukan diplomasi hukum terhadap otoritas Serbia sehingga ekstradisi ini terwujud," ujar Herman Herry, melansir dari antaranews.com pada Kamis (9/7).

Proses ekstradisi ini juga tidak terlepas dari sinergi yang baik antara sesama lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan atas kerjasamanya dalam proses penegakan hukum kepada Maria Pauline Lumowa.