Brilio.net - Nama Dwi Hartanto dikenal publik sebagai seorang ilmuwan dengan segudang kesibukan taraf internasional yang membanggakan nama Indonesia. Sesuai penuturan Dwi yang diberitakan di beberapa media, dia meraih gelar sarjana di Tokyo Institute of Technology, Jepang. Lalu mendapatkan pembiayaan penuh dari pemerintah Belanda untuk melanjutkan studi master dan doktoral di Technische Universiteit (TU) Delft. Tak cuma itu, dia telah menjadi kandidat full professor permanent di universitas tersebut.
Dwi mengaku beberapa bulan belakangan tengah sibuk bolak-balik Belanda-Jerman-AS. Dia menyatakan tengah terlibat dalam proyek di beberapa lembaga kerdirgantaraan antara lain Airbus Defence and Space (ADS) di Jerman, European Space Agency (ESA) di Belanda, National Aeronautics and Space Administration (NASA) di AS. Juga dihargai di dua produsen terbesar pesawat terbang di AS, Lockheed Martin dan Boeing.
Dia pun mengklaim dipercaya menjabat posisi strategis. Di ADS, dia mengklaim menjabat Technical Director, sedangkan di ESA sebagai Technology Lead Divisi Spacecraft Research and Technology Centre. Ada lagi lima hak paten yang diklaimnya, yang meliputi bidang roket, satelit, teknologi mesin jet, desain pesawat luar angkasa, dan teknologi avionik (peralatan elektronik dalam penerbangan).
Namun, Dwi kemudian menarik ucapannya tersebut. Pada Sabtu (7/10) Dwi menuliskan klarifikasi dan permohonan maaf bermaterai yang diterbitkan di laman PPI Delft sepanjang lima halaman. Dia mengakui telah melakukan kekhilafan dalam memberikan informasi yang tidak benar (tidak akurat, cenderung melebih-lebihkan), serta tidak melakukan koreksi, verifikasi, dan klarifikasi secara segera setelah informasi yang tidak benar tersebut meluas.
1. Latar belakang pendidikan.
Saya adalah lulusan SI dari Insititut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Informatika, lulus pada 15 November 2005. Saya bukan lulusan dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, sepeiti informasi yang banyak beredar.
Program Master S2 saya jalani di TU Delft, Faculty of Electrical Engineering, Mathematics and Computer Science, selesai pada Juli 2009. Saat ini saya tengah menyelesaikan studi S3 saya di grup riset Interactive Intelligence, Dept. of Intelligent Systems, pada Fakultas yang sama di TU Delft.
Dengan demikian, posisi saya yang benar adalah seorang mahasiswa doktoral di TU Delft. Informasi mengenai posisi saya sebagai Post-doctoral apalagi Assistant Professor di TU Delft adalah tidak benar.
2. Pengorbitan satelit.
Tidak benar bahwa saya adalah kandidat doktor di bidang space technology & rocket development. Saya adalah kandidat doktor di bidang Interactive Intelligence (Departemen Intelligent Systems)
Tidak benar bahwa saya dan tim telah merancang bangun Satellite Launch Veiiicle. Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft.
Proyek ini adalah proyek roket amatir mahasiswa. Proyek ini bukan proyek dari Kementrian Pertahanan Belanda, bukan proyek Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR), bukan pula proyek Airbus Defence ataupun Dutch Space. Mereka hanya sebagai sponsor-sponsor resmi yang
memberikan bimbingan serta dana riset.
Tidak benar bahwa pernah ada roket yang bemama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Yang ada adalah DARE Cansat V7s.
3. Wawancara di Mata Najwa.
Tidak benar bahwa saya sedang melakukan Post-doctoral maupun sebagai Assistant Profesor TU Delft. Yang benar adalah saat wawancara terjadi hingga saat ini saya merupakan mahasiswa doktoral. Tidak benar juga bahwa saya bergerak dalam penelitian di bidang satellite teclmology and rocket development. Topik penelitian doktoral saya saat ini adalah dalam bidang intelligent systems khususnya virtual reality.
Proyek yang diekspose dalam program Mata Najwa tersebut bukan suatu proyek strategis untuk ISS (International Space Station). Proyek itu adalah proyek roket mahasiswa Stratos dari ekstrakurikuler mahasiswa DARE TU Delft. Itu pun peranan teknis saya saat itu adalah pada pengembangan flight control module dari roket tersebut. Saya bukan technical director pada proyek roket dan satelit tersebut di atas. Dengan demikian informasi bahwa saya satu-satunya orang non-Eropa yang masuk di ring 1 teknologi ESA adalah tidak benar.
4. Kemenangan Kompetisi Antar Space Agency Luar Angkasa DLR.
Saya mengakui bahwa ini adalah kebohongan semata. Saya tidak pernah memenangkan lomba riset teknologi antar-space agency dunia di Jerman pada tahun 2017. Saya memanipulasi template cek hadiah yang kemudian saya isi dengan nama saya disertai nilai nominal EUR 15000, kemudian berfoto dengan cek tersebut. Foto tersebut saya publikasikan melalui akun media sosial saya dengan cerita klaim kemenangan saya. Teknologi "Lethal weapon in the sky" dan klaim paten beberapa teknologi adalah tidak benar dan tidak pernah ada.
Informasi mengenai saya bersama tim sedang mengembangkan teknologi pesawat tempur generasi ke-6 adalah tidak benar. Informasi bahwa saya (bersama tim) diminta untuk mengembangkan pesawat tempur EuroTyphoon di Airbus Space and Defence menjadi EuroTyphoon NG adalah tidak benar.
5. Pertemuan dengan BJ Habibie.
Tidak benar bahwa Bapak BJ Habibie yang meminta untuk bertemu. Sebelumnya saya telah meminta pihak KBRI Den Haag untuk dipertemukan dengan Bapak BJ Habibie.
Tidak benar bahwa Belanda menawarkan saya untuk mengganti paspor atau kewarganegaraan. Tidak benar bahwa riset saya menggarap bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, ESA (European Space Agency), NASA, JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency), serta Airbus Defence. Tidak benar bahwa saya terlibat dalam penyempurnaan teknologi pesawat tempur Eurofighter Typhoon generasi anyar milik Airbus Defence.
Tidak benar bahwa saya telah mengantongi tiga paten di bidang spacecraft technology. Tidak benar bahwa kuliah program Master (S2) saya dibiayai oleh pemerintah Belanda. Kuliah S2 saya di TU Delft dibiayai oleh beasiswa yang dikeluarkan oleh Depkominfo, Republik Indonesia.
6. Informasi yang disebarkan melalui akun media sosial Nikolaus Kopernikus (tidak aktif per 10 September 2017).
Tidak benar bahwa saya diwawancarai oleh TV Nasional Belanda NOS mengenai pengembangan spacecraft technology dengan misi mendaratkan manusia di planet Mars, sebagaimana tertulis pada postingan saya pada 24 Februari 2017. Tidak benar bahwa saya menjadi pemenang kompetisi riset kategori spacecraft aniav-Space Agency dari selurah dunia seperti ESA, NASA, DLR, JAXA, UKSA, CNS A, KARI, AEB, INTA, sebagaimana tertulis pada postingan saya pada 7 Mei 2017. Tidak benar bahwa saya merupakan Direktur Teknik ESA/ESTEC seperti yang tertera dalam ID card dalam foto postingan saya pada 15 Juni 2017.
7. Keterlibatan dalam acara Visiting World Class Professor.
Kehadiran saya memenuhi undangan acara Visiting World Class profesor di Jakarta adalah benar, sebagaimana postingan saya di akun Facebook pada 27 Desember 2016. Akan tetapi tidaklah benar saya memiliki kompetensi sebagaimana yang menjadi alasan saya diundang pada acara tersebut.
Pada saat mengikuti acara tersebut, saya bukanlah seorang doktor ataupun assistant professor pada bidang kedirgantaraan seperti roket dan pesawat tempur. Namun saya saat itu masih merupakan mahasiswa doktoral.
8. Studi kedirgantaraan.
Saya hendak mengklarifikasi bahwa saya tidak pernah menempuh studi ataupun memiliki gelar akademik yang berkaitan dengan kedirgantaraan (Aerospace Engineering). Riset saya saat Master di TU Delft memang beririsan dengan sebuah sistem satelit, tetapi lebih pada bagian telemetrinya.
Saya juga mengklarifikasi dengan tegas bahwa semua kekhilafan dan kebohongan yang terimplikasi pada berita-berita yang saya jelaskan sebelumnya tidaklah mempengaruhi integritas saya dalam melakukan penelitian program doktoral saya pada bidang interactive intelligence. Hal ini dibuktikan dengan publikasi penelitian saya bersama anggota-anggota grup kami di beberapa jurnal dengan metode peer review, serta disertasi saya yang telah berhasil difinalisasi. Publikasi mengenai penelitian saya bisa dilihat pada portal Scopus, ataupun pada portal ResearchGate.
Saat ini, dimulai pada tanggal 25 September 2017, pihak TU Deflt melakukan serangkaian sidang kode etik terhadap saya, berkaitan dengan informasi-informasi yang telah sampai ke mereka, termasuk beberapa yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya. Hingga klarifikasi ini saya sampaikan, TU Delft masih berada dalam proses pengambilan sikap/keputusan.
Dwi pun mengucapkan permohonan maaf pada semua pihak yang telah dirugikan atas tersebarnya informasi-informasi yang tidak benar terkait dengan pribadi, kompetensi, dan prestasinya. "Saya mengakui dengan jujur kesalahan/kekhilafan dan ketidakdewasaan saya, yang berakibat pada terjadinya framing, distorsi informasi atau manipulasi fakta yang sesungguhnya secara luas yang melebih-lebihkan kompetensi dan prestasi saya. Saya sangat berharap bisa berkenan untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya," tulisnya.
Ia pun berjanji tidak akan mengulangi kesalahan/perbuatan tidak terpuji ini lagi, tetap berkarya dan berkiprah dalam bidang kompetensi saya yang sesungguhnya dalam sistem komputasi dengan integritas tinggi. Ia juga akan menolak untuk memenuhi pemberitaan dan undangan berbicara resmi yang di luar kompetensi saya sendiri, utamanya apabila saya dianggap seorang ahli satellite technology and rocket development, dan otak di balik pesawat tempur generasi keenam.
Recommended By Editor
- Vampir ternyata bukan sekadar mitos, ini penjelasan ilmuwan Biologi
- Terungkap, ternyata ini penyebab cewek lebih peka ketimbang cowok
- 5 Penemuan keren ini bukti semua bisa terjadi berkat Iptek
- Pemuda 18 tahun ini buat satelit terkecil untuk NASA, jenius
- 10 Misteri sains yang belum dipecahkan ilmuwan, apa aja ya?