Brilio.net - Ketimpangan mencuat di tengah janji politik pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menghapus diskriminasi dan menjamin kesejahteraan seluruh warga negara. Hal ini seiring kebijakan pemerintah yang menaikkan kesejahteraan guru melalui tunjangan profesi bagi guru ASN maupun non-ASN yang telah tersertifikasi. Ketimpangan terasa tatkala melirik nasib guru swasta dan guru agama. Pasalnya, guru di lingkup ini tak disebut secara gamblang dalam wacana kenaikan tunjangan. Hal ini tak ayal bikin nasib mereka menjadi abu-abu, apalagi bila para guru ini belum penyetaraan dan belum sertifikasi.

"Guru non-ASN atau honorer bisa mendapatkan Rp 2 juta. Namun, perlu diketahui bahwa tambahan ini hanyalah tambahan tunjangan. Sebelumnya, guru yang telah tersertifikasi mendapatkan tunjangan profesi sebesar Rp 1,5 juta," ujar Prabowo dalam pidato di peringatan Hari Guru lalu.

Selain untuk guru honorer, kenaikan tunjangan juga berlaku bagi guru ASN. Bagi guru ASN, pemerintah akan memberikan tambahan kesejahteraan yang setara dengan satu kali gaji pokok. Hal ini diharapkan dapat mendorong semangat guru dalam menjalankan tugas mereka serta meningkatkan kualitas pengajaran di seluruh Indonesia.

"Guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok. Guru-guru non-ASN nilai tunjangan profesinya ditingkatkan menjadi Rp 2 juta," tambah Prabowo.

nasib guru swasta & guru agama © 2024 brilio.net

foto: Instagram/@abe_mukti

Meskipun langkah ini disambut baik oleh sebagian pihak, organisasi profesi seperti Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) menilai kebijakan ini belum memenuhi rasa keadilan bagi semua guru, terutama mereka yang bertugas di sekolah swasta dan madrasah.

Ketua Dewan Kehormatan PGSI, Soeparman Mardjoeki Nahali, dalam keterangannya mengungkapkan ketimpangan mencolok antara guru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan guru non-ASN.

“Jika guru-guru ASN memperoleh peningkatan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok, berkisar Rp2 juta hingga Rp5 juta per bulan, maka guru-guru swasta hanya mendapatkan kenaikan Rp500 ribu dari tunjangan profesinya,” tegasnya.

Saat ini, guru non-ASN di sekolah swasta yang telah bersertifikasi tetapi belum mendapatkan penyetaraan atau inpassing hanya menerima tunjangan profesi sebesar Rp1,5 juta. Dengan kenaikan sebesar Rp500 ribu, jumlah tersebut akan menjadi Rp2 juta. Namun, Soeparman menjelaskan bahwa guru-guru swasta yang sudah bersertifikasi dan telah mendapatkan penyetaraan tidak mendapatkan kenaikan sama sekali.

“Guru swasta yang sudah bersertifikasi dengan tunjangan profesi Rp2 juta hingga Rp3 juta tidak memperoleh tambahan kesejahteraan sama sekali, berbeda dengan guru ASN yang menerima kenaikan sebesar satu kali gaji pokok,” lanjutnya.

Guru-guru yang belum bersertifikasi dan belum mendapatkan penyetaraan pun berada dalam posisi yang lebih memprihatinkan. Pendapatan mereka berkisar Rp200 ribu hingga Rp1 juta per bulan tanpa tunjangan apapun. Untuk mengikuti sertifikasi, mereka harus menunggu satu hingga dua tahun ke depan.

nasib guru swasta & guru agama © Instagram

foto: Instagram/@prabowo

Melihat kenyataan ini, PGSI mendesak pemerintah untuk merevisi kebijakan ini. “Kami menuntut agar skema peningkatan kesejahteraan bagi guru swasta diberikan secara adil, misalnya melalui tunjangan fungsional sebesar satu kali tunjangan profesi setelah inpassing. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 17 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,” ungkap Soeparman.

Rasanya desakan ini wajar dilakukan lantaran tak sedikit guru di daerah-daerah, terutama di pelosok masih banyak guru yang berpenghasilan di bawah Rp 1 juta. Padahal, para guru swasta ini juga sering kali menjadi tulang punggung pendidikan di daerah-daerah terpencil dan sekolah-sekolah dengan keterbatasan fasilitas. Namun justru kesejahteraan mereka jauh dari kata memadai.

Kritik ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Ketimpangan dalam pemberian tunjangan tidak hanya merugikan guru swasta dan guru agama, tetapi juga berpotensi melemahkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah swasta dan madrasah.

Langkah pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru memang patut diapresiasi, tetapi implementasinya harus mencerminkan prinsip keadilan. Guru, baik ASN maupun non-ASN, memikul tanggung jawab besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Menyamakan skema peningkatan kesejahteraan bagi semua kategori guru adalah bentuk penghormatan terhadap dedikasi mereka.