Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) baru saja mengambil langkah besar dengan memecat Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, dari keanggotaan partai. Keputusan ini diambil karena Jokowi dianggap melanggar kode etik selama Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Pemecatan ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) dengan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024, yang dibacakan oleh Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun, di hadapan para ketua dewan pimpinan daerah (DPD) dan pengurus DPP lainnya.

Tidak hanya Jokowi, PDIP juga memecat 26 kader lainnya, termasuk Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Muhammad Bobby Afif Nasution. Ini menunjukkan bahwa partai tidak main-main dalam menegakkan disiplin dan kode etik.

Dalam pernyataannya, Komarudin menyebutkan bahwa salah satu alasan pemecatan adalah karena Jokowi diduga menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK). Tindakan ini dianggap merusak sistem hukum dan demokrasi di Indonesia, serta melanggar norma moral dan etik yang seharusnya dijunjung tinggi.

"Menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral-etika kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pelanggaran etik dan disiplin Partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat," tegasnya.

Surat pemecatan ini juga mencakup larangan bagi Jokowi untuk tidak melakukan kegiatan atau menduduki jabatan apapun yang berkaitan dengan PDIP. Ini menunjukkan bahwa partai ingin menjaga integritas dan reputasinya di mata publik.

Keputusan ini diambil dalam konteks yang lebih luas, di mana PDIP berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Dengan langkah ini, PDIP berharap dapat memperkuat posisi mereka sebagai partai yang berpegang pada nilai-nilai etik dan moral.