Brilio.net - Para antusias pendidikan di Indonesia sedikit tergelitik dengan konten video yang diunggah oleh Kemenditisaintek di akun YouTube-nya baru-baru ini. Video tersebut menampilkan Wakil Menteri Stella Christie yang memberikan tips dan trik untuk berkuliah di luar negeri. Hal ini menuai beragam kritik lantaran dengan jabatannya sebagai Wamendikti, Stella dinilai seharusnya mempromosikan perbaikan kualitas pendidikan dalam negeri, alih-alih promosi dan mendorong pelajar untuk sekolah di luar negeri.
"Misalnya kalian diterima di top university, itu ada cara, pasti ada jalannya saya jamin. Bukan berarti akan mulus, tapi kemungkinan besar ada jalannya," ungkap Stella dalam video YouTube-nya dikutip brilio.net, Rabu (11/12).
Bagi sebagian orang di media sosial X, video Stella ini bak influencer sekolah di luar negeri. Padahal, ada hal yang lebih darurat dari hal tersebut yakni memastikan kualitas pendidikan di Indonesia merata. Terlebih dengan kondisi geografis yang menyulitkan monitor terhadap tingkat kualitas pendidikan tinggi di setiap daerah. Hingga saat ini, pendidikan tinggi yang berkualitas masih berpusat di Pulau Jawa saja.
"Kalau tidak mau kuliah di luar negeri bukan masalah. Kalau maunya kuliah di sini, di Indonesia, kita juga punya universitas-universitas yang bagus. Yang penting, kalian yang harus memutuskan, bukan orang tua," ujarnya lagi.
Setiap tahun, ribuan pelajar Indonesia menghadapi pilihan penting dalam melanjutkan pendidikan tinggi: belajar di dalam negeri atau mengejar mimpi di luar negeri. Namun, data terbaru dari Goodstats menunjukkan bahwa mayoritas pelajar Indonesia masih cenderung memilih melanjutkan pendidikan tinggi di dalam negeri. Berdasarkan survei, jenjang Sarjana (S1) mendominasi dengan persentase 75,80%, diikuti oleh jenjang Magister (S2) sebesar 14,01%, Diploma (8,92%), dan Doktoral (1,27%).
foto: Instagram/@prof.stellachristie
Jawa Timur menjadi salah satu provinsi favorit, dengan berbagai universitas yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan pendidikan berkualitas. Pilihan ini menggambarkan keyakinan banyak pelajar bahwa institusi pendidikan dalam negeri mampu memberikan kompetensi akademik yang dibutuhkan.
Namun, meski pendidikan dalam negeri mendominasi, minat untuk studi ke luar negeri tetap tinggi. Menurut data UNESCO, pada 2021 terdapat 53.604 pelajar Indonesia yang memilih melanjutkan studi ke luar negeri. Meskipun, minat studi di luar negeri ini lebih didominasi mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang S2. Jenjang Magister (S2) menjadi pilihan utama dengan persentase 44,12%, diikuti Sarjana (41,18%), Diploma (10,29%), dan Doktoral (4,41%).
Negara-negara seperti Australia dan Inggris menjadi tujuan favorit berkat sistem pendidikan yang diakui secara global, peluang jaringan internasional, dan pengalaman budaya yang lebih luas. Selain itu, studi di luar negeri sering dilihat sebagai cara untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam karier di tingkat global.
foto:Instagram/@prof.stellachristie
Pilihan belajar di dalam maupun luar negeri memiliki kelebihan dan tantangannya masing-masing. Pendidikan dalam negeri cenderung lebih terjangkau secara biaya, memberikan kedekatan dengan keluarga, dan lebih mudah dalam hal adaptasi budaya. Sebaliknya, studi di luar negeri menawarkan akses ke teknologi mutakhir, perspektif internasional, dan jaringan global yang luas, meskipun biaya yang tinggi dan tantangan adaptasi menjadi kendala utama. Beberapa pelajar yang memilih studi dalam negeri juga mengungkapkan kekhawatiran tentang kesenjangan fasilitas pendidikan dan keterbatasan variasi program studi di beberapa daerah.
Hasil survei ini mencerminkan bahwa generasi muda Indonesia semakin kritis dan cerdas dalam menentukan pilihan pendidikan mereka. Pilihan studi tidak lagi hanya didasarkan pada kualitas akademik, tetapi juga mempertimbangkan biaya, peluang karier, dan pengalaman personal yang akan didapatkan.
Generasi muda juga semakin sadar akan kebutuhan kompetensi global untuk menghadapi tantangan masa depan. Bagi mereka yang memilih studi di luar negeri, jenjang pendidikan yang lebih tinggi sering menjadi prioritas, terutama untuk spesialisasi tertentu yang mungkin sulit ditemukan di dalam negeri.
Recommended By Editor
- Nasib orang nggak ada yang tahu, dulunya tukang bersih-bersih di luar negeri kini jadi wakil menteri
- Tahun 2025 Mendikdasmen buka pengangkatan ASN besar-besaran, guru swasta bisa jadi Kepala Sekolah
- Beban kerja guru dikurangi, mulai dari jam mengajar cuma 18 jam hingga urusan administrasi
- Guru madrasah bakal dapat Jamsostek tapi harus penuhi syarat ini, tak semua memperoleh jaminan
- Masih banyak guru madrasah belum dapat jaminan sosial, anggaran terbatas atau kurangnya prioritas?