Brilio.net - Saat ini, biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Indonesia tengah menjadi perhatian, khususnya di kalangan mahasiswa dan orang tua. Menanggapi isu ini, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) RI, Stella Christie, menyatakan bahwa struktur biaya UKT yang berlaku saat ini masih berada pada kondisi yang belum ideal. Menurutnya, meskipun sistem UKT bertujuan untuk menciptakan pendidikan yang terjangkau dan merata bagi semua kalangan, ada beberapa kendala yang menghambat tercapainya idealitas ini.
Dalam sebuah acara di Jakarta pada Rabu (30/10) lalu, Stella memaparkan sejumlah data tentang distribusi pembayaran UKT. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2023 terdapat sebanyak 24,4 persen mahasiswa yang masuk dalam kategori UKT rendah, sementara 69,7 persen mahasiswa berada di kategori UKT menengah, dan hanya sekitar 5,9 persen yang masuk kategori UKT tinggi. Distribusi ini, menurut Stella, belum mencapai kondisi yang dapat dianggap menyeluruh atau adil bagi keluarga dari berbagai latar belakang sosial-ekonomi di Indonesia.
Ketimpangan UKT pada jalur prestasi.
foto: X/@1Pi_usd314159
Stella juga menyoroti persentase pembayaran UKT khusus bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur prestasi atau undangan dari berbagai universitas di Indonesia. Pada kategori ini, sebanyak 29 persen mahasiswa berada dalam kelompok UKT rendah, sementara hanya 3,7 persen berada pada kategori UKT tinggi. Menurut Stella, hal ini menunjukkan adanya komitmen untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa berprestasi, di mana biaya UKT disesuaikan dengan kemampuan ekonomi keluarga mereka.
Meski demikian, Stella menegaskan bahwa ketidakidealan UKT tetap menjadi tantangan besar. Sistem ini belum mampu mencakup kebutuhan semua mahasiswa secara optimal, terutama bagi mereka yang tidak masuk melalui jalur prestasi atau undangan.
"Memang ini belum ideal. Tetapi ke arah situ, ke arah untuk lebih bisa untuk menyeluruh kepada keluarga dari berbagai macam bidang ekonomi sosial," katanya.
Kesejahteraan dosen yang tergantung pada UKT.
Salah satu aspek krusial yang menjadi perhatian Stella terkait UKT adalah keterkaitannya dengan kesejahteraan dosen. Stella menjelaskan bahwa upah dan tunjangan dosen di Indonesia sebagian besar bergantung pada pemasukan dari UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa. Oleh karena itu, upaya untuk menurunkan atau menyesuaikan UKT secara serentak tidak dapat dilakukan dengan sembarangan. Kebijakan yang mengarah pada penurunan UKT secara drastis dikhawatirkan akan berdampak pada pendapatan dosen dan, pada akhirnya, kualitas pendidikan.
Menurut Stella, penurunan UKT yang tidak diiringi dengan peningkatan subsidi pendidikan dari pemerintah bisa mempengaruhi kemampuan universitas dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya. Hal ini berpotensi menurunkan kualitas layanan pendidikan dan membuat institusi pendidikan tinggi kesulitan untuk menarik tenaga pengajar berkualitas.
"Kita tidak bisa hanya satu arah, karena ini adalah suatu program dari seluruh sistem. Kalau kita pukul rata menurunkan UKT, dosen juga harus diperhatikan," tuturnya.
Oleh karena itu, penyesuaian UKT tidak bisa dilakukan hanya dari satu sisi. Stella menyebut bahwa penurunan UKT perlu diimbangi dengan kebijakan yang juga memperhatikan kesejahteraan dosen dan staf pengajar lainnya.
Langkah mengkaji kebijakan UKT yang ideal.
foto: Instagram/@lpm_rhetor
Menyadari kompleksitas ini, Stella bersama tim di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi terus mengkaji berbagai opsi untuk menciptakan sistem UKT yang lebih ideal. Salah satu langkah yang tengah mereka pertimbangkan adalah membandingkan UKT dengan Biaya Kuliah Tunggal (BKT), yaitu biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh universitas per mahasiswa per semester. Dengan perhitungan ini, diharapkan nantinya akan ditemukan skema UKT yang seimbang antara kebutuhan mahasiswa dan biaya operasional perguruan tinggi.
Stella mengungkapkan bahwa langkah ini diharapkan bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menciptakan sistem UKT yang lebih adil dan terjangkau. Kebijakan yang lebih baik dalam penentuan UKT nantinya juga diharapkan dapat mewujudkan pendidikan tinggi yang berkualitas tanpa mengorbankan kesejahteraan dosen. Dengan demikian, baik mahasiswa maupun dosen dapat merasakan dampak positif dari kebijakan yang diterapkan. "Kami ingin memastikan bahwa setiap mahasiswa di Indonesia bisa mengakses pendidikan tinggi dengan biaya yang masuk akal, tetapi kesejahteraan para pengajar juga harus tetap dijaga," tegasnya.
Selain persoalan UKT, Stella juga menyoroti pentingnya memperhatikan aspek-aspek lain yang dapat mendukung terciptanya pendidikan tinggi yang merata di Indonesia. Menurutnya, subsidi pendidikan dari pemerintah dan dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan agar universitas-universitas di Indonesia mampu meningkatkan kualitas pendidikan yang mereka tawarkan. Dengan dukungan finansial yang cukup, kampus-kampus bisa menawarkan biaya kuliah yang lebih terjangkau tanpa harus mengorbankan aspek kualitas.
Stella berharap bahwa perubahan kebijakan terkait UKT ini dapat menciptakan sistem yang lebih fleksibel dan ramah bagi mahasiswa dari berbagai latar belakang. Hal ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi calon mahasiswa yang berprestasi untuk mengakses pendidikan tinggi tanpa terbebani oleh biaya yang terlalu tinggi.
Dengan langkah-langkah tersebut, Stella optimistis bahwa ke depan, sistem UKT di Indonesia akan lebih ideal dan adil bagi semua kalangan. Kebijakan yang mempertimbangkan biaya operasional kampus, kesejahteraan dosen, dan kemampuan ekonomi mahasiswa diyakini akan membawa pendidikan tinggi di Indonesia menuju kualitas yang lebih baik dan terjangkau.
Upaya untuk masa depan pendidikan yang berkeadilan.
Isu biaya pendidikan tinggi selalu menjadi topik hangat karena berkaitan langsung dengan aksesibilitas dan kesetaraan dalam pendidikan. Stella percaya bahwa UKT merupakan salah satu instrumen penting untuk menciptakan pendidikan yang inklusif, tetapi sistem ini harus terus disesuaikan agar tetap relevan dengan kondisi ekonomi masyarakat dan kebutuhan kampus.
Melalui kajian dan pembaharuan kebijakan, Stella dan timnya berharap dapat menghasilkan keputusan yang akan menjadi langkah awal bagi terciptanya pendidikan tinggi yang lebih berkeadilan di Indonesia. Perbaikan sistem UKT yang berkesinambungan akan menjadi harapan bagi banyak mahasiswa di Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi tanpa terbebani oleh masalah finansial. Stella juga berharap agar kebijakan ini mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa, dosen, dan pemerintah, demi terwujudnya masa depan pendidikan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Recommended By Editor
- Pembangunan universitas baru tak menjamin pemerataan pendidikan, apa yang harus dilakukan kementerian?
- Berapa besaran gaji guru PNS? Ini penjelasan besar gaji pokok dan tunjangannya
- Mengenal pengertian Restorative Justice, salah satu solusi untuk tekan angka kriminalisasi guru
- Bolehkah mengangkat guru honorer jadi PPPK? Begini aturannya sesuai undang-undang
- Kasus guru honorer Supriyani yang dipolisikan, pertanda hilangnya kepercayaan orang tua terhadap guru?
- Viral 3 siswa SDIT dipulangkan karena nunggak SPP di Pandeglang, begini respons Mendikdasmen