Brilio.net - Polemik pemerintahan nggak pernah ada habisnya buat jadi bahasan hangat di masyarakat. Apalagi dengan maraknya perkembangan teknologi masyarakat lebih mudah memantau setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tak hanya itu, setiap perilaku yang dilakukan para pejabat negara pun mudah dipantau oleh masyarakat saat ini.

Salah satu polemik yang lagi hangat dibahas baru-baru ini di media sosial adalah beredarnya surat edaran atas nama Presiden Prabowo Subianto yang mengajak warga Jakarta untuk memilih Pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta nomor urut satu, Ridwan Kamil (RK)-Suswono.

Surat edaran tersebut semakin jadi polemik setelah diunggah Raffi Ahmad lewat akun Instagramnya. Meski sudah dihapus, namun warganet berhasil tangkap layar unggahan tersebut lalu diunggah kembali hingga ramai dibahas di berbagai platform media online. Beredarnya surat tersebut menunjukkan adanya keberpihakan pejabat negara sehingga berpotensi mencoreng asas dan prinsip pilkada yang mengedepankan kejujuran, keadilan, serta akuntabilitas.

Boleh nggak presiden mendukung salah satu paslon di Pilkada © 2024 brilio.net

foto: X/@NOTASLIMBOY

Merujuk pada surat edaran tersebut, Prabowo Subianto memang tidak mengatasnamakan presiden melainkan sebagai Ketua Umum Partai Gerindra. Meski demikian, sebagai pemimpin negara yang telah melekat padanya tentu memicu berbagai dilema pertanyaan, bisakah presiden mendukung salah satu paslon di Pilkada? Bagaimana ketentuan hukum apabila presiden memihak salah satu pasangan calon kepala daerah?

Supaya lebih memahaminya, yuk simak ulasan lengkap di bawah ini, seperti dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Selasa (26/11).

Boleh nggak sih presiden mendukung salah satu paslon di Pilkada?

Boleh nggak presiden mendukung salah satu paslon di Pilkada © 2024 brilio.net

foto: Instagram/@prabowo

Dalam konteks politik Indonesia, pertanyaan apakah presiden boleh mendukung salah satu pasangan calon (paslon) di Pilkada sering menjadi perdebatan. Secara hukum, tidak ada aturan eksplisit yang secara langsung melarang presiden mendukung paslon tertentu di Pilkada.

Namun, hal ini harus dipahami dengan mempertimbangkan posisi presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang harus menjaga netralitas. Presiden, sebagai simbol persatuan bangsa, diharapkan dapat menjaga jarak dari kepentingan politik praktis untuk menjamin kepercayaan publik terhadap demokrasi.

Merujuk Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Keprotokolan, definisi pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 dan pejabat yang secara tegas ditetapkan dalam undang-undang. Lalu, Pasal 58 huruf a UU ASN secara tegas menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden merupakan pejabat negara.

Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa presiden dikategorikan sebagai pejabat negara sehingga aturan-aturan hukum terkait pejabat negara, pejabat daerah, hingga pejabat aparatur sipil negara, dan sejenisnya wajib dipatuhi.

Boleh nggak presiden mendukung salah satu paslon di Pilkada © 2024 brilio.net

foto: freepik.com/freepik

Dalam Pilkada, presiden sebagai pejabat negara dilarang memberikan dukungan kepada pasangan calon tertentu. Larangan ini tertuang dalam Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang menyatakan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, ASN, anggota TNI/Polri, serta kepala desa atau lurah tidak diperbolehkan mengambil keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Lebih jauh, pada UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pejabat termasuk presiden diwajibkan menjaga netralitasnya. Meski presiden tidak secara spesifik disebut, aturan ini menggarisbawahi bahwa pejabat negara tidak boleh menggunakan jabatannya untuk memobilisasi dukungan kepada paslon tertentu.

Hal ini mencakup penggunaan fasilitas negara, seperti kantor pemerintahan, kendaraan dinas, atau anggaran publik untuk mendukung kampanye paslon. Jika presiden secara terbuka mendukung salah satu paslon dan melibatkan fasilitas negara, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran.

Boleh nggak presiden mendukung salah satu paslon di Pilkada © 2024 brilio.net

foto: freepik.com/freepik

Namun, dalam praktiknya, presiden sebagai tokoh politik dan bagian dari partai politik sering kali memiliki preferensi terhadap paslon tertentu, terutama jika paslon tersebut diusung oleh partainya. Dukungan semacam ini sering ditunjukkan secara implisit, misalnya melalui kehadiran di acara tertentu atau pernyataan yang mengarah pada dukungan.

Agar tidak melanggar prinsip netralitas, dukungan presiden sebaiknya dilakukan di luar kapasitasnya sebagai kepala negara, seperti saat berperan sebagai anggota partai politik. Tetap diperlukan kehati-hatian agar dukungan tersebut tidak menimbulkan persepsi penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi hasil Pilkada.

Dalam demokrasi, kepercayaan publik terhadap proses pemilu sangat penting. Oleh karena itu, presiden yang menunjukkan netralitas akan memperkuat integritas pemilu sehingga menciptakan suasana kondusif. Jika presiden memilih mendukung, maka tindakan tersebut harus dilakukan dengan transparan serta tidak melanggar etika maupun aturan yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan antara peran presiden sebagai kepala negara sekaligus anggota partai politik.