Brilio.net - Seiring merebaknya virus Corona atau Covid-19 di sejumlah wilayah, Kepala Daerah di beberapa provinsi memberikan imbauan untuk meliburkan kegiatan belajar mengajar dari tingkat PAUD/TK, SD, SMP/ sederajat bahkan di tingkat mahasiswa. Hal itu menindaklanjuti imbauan Kemendikbud terkait pencegahan virus Corona yang sudah menjadi endemik.

Setelah imbauan itu berlaku pada hari ini, Senin (16/3) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku, mendapat tiga aduan dari masyarakat terkait ketidakpatuhan sekolah. Dalam hal ini ada beberapa sekolah yang tidak menjalankan instruksi Kepala Daerah untuk meliburkan aktivitas belajar mengajar di kelas, sebagai upaya mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19.

Dilansir dari liputan6.com, dua pengaduan berasal dari Jakarta dan satu pengaduan dari kota Bekasi. Dua pengaduan dari Jakarta berasal dari sekolah jenjang TK dan SD, sedangkan satu pengaduan di kota Bekasi dari jenjang SD.

Para orangtua mengaku kebingungan dengan keputusan sekolah tetap masuk karena alasan sedang ujian tengah semester (UTS).

"Adapun satu pengaduan berasal dari jenjang TK yang pada Jumat lalu (13/3/2020), sekolahnya tetap melaksanakan kegiatan semacam pentas seni di Taman Impian Jaya Ancol, padahal para orangtua khawatir anaknya berada di kerumuman banyak orang seperti tempat wisata," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti dikutip brilio.net dari liputan6.com, Senin (16/3).

Untungnya pada Sabtu lalu, kata Retno, Pemprov DKI Jakarta memutuskan menutup 14 destinasi wisata, termasuk Taman Impian Jaya Ancol.

Atas kasus tersebut, KPAI meminta penindakan tegas terhadap sekolah-sekolah yang tidak mematuhi instruksi pemerintah daerah untuk meliburkan sekolah dengan berbagai alasan. Dinas Pendidikan setempat dapat memeriksa Kepala Sekolah dan jajarannya.

KPAI minta tindak tegas  2020  liputan6.com/Helmi Fithriansyah

"KPAI mendorong Dinas Pendidikan setempat untuk melakukan edukasi kepada sekolah terkait kebijakan meliburkan sekolah selama 14 hari, misalnya mengapa harus diliburkan selama 14 hari, apa dampaknya jika tidak diliburkan. Jelaskan bahwa 14 hari itu sangat penting dan harus disertai tindakan kepatuhan, bahwa 14 hari itu akan mampu menghentikan laju penularan Covid-19 demi menyelamatkan ribuan orang," terangnya.

Di samping itu, lanjut Retno, pihaknya juga menyampaikan apresiasi kepada sekolah-sekolah yang mematuhi instruksi kepala daerah untuk meliburkan sekolah selama 14 hari. Kepatuhan ini membantu pemerintah sekaligus mencegah penyebaran Covid-19 serta demi melindungi anak-anak.

Libur bukan untuk liburan.

<img style=

foto: merdeka.com/Arie Basuki

Retno menjelaskan kenapa di tengah wabah Covid-19 sekolah perlu diliburkan. Menurut dia, libur 14 hari maupun studi jarak jauh berguna untuk memotong rantai penularan Covid-19. Langkah ini baru akan berhasil jika semua orang tetap tinggal di rumah masing-masing selama 14 hari itu.

"Contoh, seorang anak mulai libur tanggal 16 Maret selama 14 hari, dia akan masuk sekolah lagi pada hari ke-15. Ternyata anak ini dan keluarganya menggunakan waktu libur itu untuk jalan-jalan, mengunjungi kumpulan orang, atau ketempat saudara, ke mall dan lain-lain, seandainya dia jalan-jalan di hari ke 10 dan terlular Covid-19 di tempat yang ia kunjungi, mungkin pada hari ke 14/15 belum ada tanda-tanda dia sakit, tetapi dia sudah membawa Covid-19 di tubuhnya dan berpotensi menularkan, andai dia masuk sekolah pada hari ke 15 dan seterusnya," Retno coba menjelaskan.

Maka 14 hari libur sekolahnya itu, lanjut dia, tidak ada gunanya jika diisi dengan aktivitas di luar rumah. Penularan akan terjadi juga di sekolah, efek domino akan berlangsung, rantai penularan tidak terputus.

"Untuk itu, semua orang harus bekerjasama, semua warga Indonesia harus membantu, warga harus kompak, yaitu patuh untuk tidak kemana-mana dalam 14 hari itu kecuali untuk hal yang sangat perlu. Dibutuhkan kepatuhan bersama," tegasnya.