Hal itu wajar belaka, sebab mereka harus menyiapkan sahur hingga salat subuh. Selepas salat subuh, dulunya ada kuliah tujuh menit (kultum) yang diisi langsung oleh para takmir. “Tapi itu dulu sih, sekarang mungkin karena pada nggak berani jadi sudah nggak ada,” kata Ahmad.
Setelah itu, mereka masih harus lanjut duduk di kelas hingga sore, kalau mata kuliah lagi padat-padatnya. Mereka lantas lanjut menyiapkan takjil dan salat terawih hingga pukul 21.00 WIB. Bagian paling rumit dan melelahkan, kata Ahmad, ketika mengurus salat terawih, apalagi di hari-hari pertama bulan puasa.
Di momen tersebut, masjid bisa dipadati sekira 3000 orang. Dan mereka, para takmir, harus mengondisikan agar kegiatan itu bisa berlangsung dengan nyaman dan aman. Untungnya, di bulan puasa, mereka mengadakan rekrutmen relawan lagi sehingga pekerjaan bisa sedikit lebih ringan.
Di bulan puasa 2023 lalu, ada 65 relawan yang membantu takmir menjalankan kegiatan harian. Meski dengan kegiatan yang padat dan nyaris seharian, namun hal tersebut nyatanya tak membuat kegiatan kuliah mereka jadi terbengkalai.
“Nggak (ganggu kuliah) sih, Mas,” kata Ahmad pendek.
“Makanya kita memang dibatasi ikut organisasi yang menguras banyak waktu. Dan secara prioritas yang paling utama tetap perkuliahan. Jadi pertama kuliah, kedua masjid, ketiga barulah aktivitas lainnya,” lanjutnya Ahmad.
Privilege para takmir masjid.
Ahmad juga menambahkan, menjadi pengurus masjid sebetulnya nggak sesibuk beberapa organisasi lain yang kerapkali rapat hingga larut malam. Paling tidak, kata Ahmad, di waktu paling sibuk mereka mentok hanya berkegiatan hingga pukul 12 malam.
Di hari-hari biasa, mereka juga cuma wajib mengisi kegiatan masjid seperti salat jamaah. Itupun kalau tidak ada kelas. Ketika salat jamaah mepet dengan jam kelas, mereka diimbau untuk memprioritaskan perkuliahan. Di sinilah para takmir dan SM saling bahu-membahu.
Sisanya, mereka bisa menjalani aktivitas masing-masing. Mereka juga mendapatkan berbagai fasilitas yang mungkin tak dimiliki beberapa anak indekos. Misalnya saja wifi, dapur, dan uang saku.
“Malah lebih padat di pondok dulu kalau aku,” terang Ahmad.
foto: Dokumentasi pribadi/Ahmad Bisyri
Maka dari itu, Ahmad bisa dibilang sangat betah menjadi takmir. Ia bahkan masih menjadi takmir meski sudah wisuda pada November 2023 lalu. Hanya saja, sebentar lagi masa kepengurusannya sudah habis. Juga sudah ada rekrutmen untuk menggantikan Ahmad di divisi media dan publikasi.
Sementara itu, Muzadi masih akan melanjutkan aktivitasnya sebagai takmir hingga beberapa waktu ke depan. Ia juga mengaku betah. Dan tak lagi terbebani secara finansial ketimbang dulu. Ia juga masih bisa mengikuti kegiatan perkuliahan secara optimal dan mengikuti organisasi himpunan mahasiswa jurusan.
Recommended By Editor
- Bingung cari kerja, mahasiswa ini ubah kecintaannya pada kucing jadi untung jutaan rupiah
- Mengintip kisah juang para mahasiswa "burung hantu", minim tidur demi cuan
- Definisi kemanapun akan ku kejar, momen mahasiswi datangi dosen saat di kebun ini tuai sorotan
- Kisah hidup Dodok, dari anak jalanan, pengamen, hingga jadi komika di usia senja
- Kecelakaan hingga buta dan ditinggal istri, kisah sedih tukang pijat tuna netra ini bikin terenyuh
- Kisah pesantren tunarungu, mendidik santri menjadi penghapal Alquran dengan bahasa isyarat