Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, tengah menyiapkan rencana pemberian bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat kelas menengah dan mereka yang rentan miskin. Ini semua beriringan dengan rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen pada tahun depan.

"Sampai hari ini, kita harus waspada terhadap kategori kelas menengah dan rentan miskin. Kita perlu memikirkan berbagai keringanan yang bisa diberikan," jelas Cak Imin saat konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/11/2024).

Dia juga menambahkan bahwa pemerintah berencana untuk menambah anggaran bansos sebesar Rp100 triliun pada tahun 2025. Saat ini, pemerintah masih menghitung berapa besar nominal penambahan bansos untuk tahun depan.

"Kami terus berupaya agar bansos ini meningkat, termasuk efisiensi dan perampingan program dalam APBN agar bansos bisa lebih besar," ungkapnya.

Di sisi lain, Cak Imin menekankan pentingnya agar bansos tahun 2025 tepat sasaran, terutama bagi masyarakat yang rentan miskin. Pemerintah menargetkan data penerima bansos akan rampung pada Desember 2024.

"Kami berusaha secepatnya agar semua sumber data penyaluran sudah terpenuhi sebelum Desember," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan tetap berlaku sesuai dengan amanat Undang-Undang. Ini berarti, PPN 12 persen akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Ketentuan ini tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Jadi, mulai 1 Januari 2025, tarif PPN akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen.

"Kami sudah membahas ini bersama bapak ibu sekalian, dan Undang-Undangnya sudah ada, jadi kita perlu menyiapkan agar ini bisa dijalankan," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (14/11/2024).

Pada kesempatan tersebut, Cak Imin juga menjelaskan bahwa ada beberapa golongan yang bisa mendapatkan PPN lebih rendah dari 12 persen, bahkan ada yang bisa dibebaskan dari tarif PPN.

"Ada yang dikenakan PPN 12 persen, tetapi pada saat yang sama ada tarif pajak yang bisa mendapatkan 5 persen, 7 persen, atau bahkan bisa dinol-kan," ungkapnya.

Dengan adanya kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, Bendahara Negara menekankan pentingnya menjaga kesehatan APBN, yang juga berfungsi sebagai bantalan saat terjadi krisis finansial global.

"Kami harus menjaga kesehatan APBN, tetapi pada saat yang sama, APBN harus responsif terhadap situasi, seperti krisis finansial global atau pandemi," tambah Sri Mulyani.