Brilio.net - Sidang kedelapan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) digelar hari ini, Selasa (31/1). Salah satu saksi yang hadir adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Ma'ruf Amin.
Dalam kesaksiannya di hadapan ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto, Ma'ruf memberi keterangan di hadapan Majelis Hakim mengenai awal mula ia mengetahui kasus tersebut di media massa. Ia juga menjelaskan proses dikeluarkannya fatwa MUI yang menyatakan Ahok telah melakukan penistaan agama.
Menurut dia, fatwa tersebut berdasarkan permintaan dari masyarakat, agar MUI segera menyatakan pendapat untuk menjadi pegangan masyarakat.
"Ada permintaan dari masyarakat, ada yang lisan dan tertulis. Agar (MUI) segera ada pegangan," kata Ma'ruf dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (31/1).
Berdasarkan desakan dari masyarakat itulah, menurut dia, kemudian MUI segera membentuk tim. Tim dibagi menjadi empat komisi yakni komisi fatwa, pengkajian, perundang-undangan dan informasi komunikasi.
"Yang bahas ketum (ketua umum, red), sekretaris-sekretaris. Sekitar 20 orang yang membahas. Melakukan penelitian, investigasi di lapangan, pembahasan dan menyimpulkan," tuturnya.
Ma'ruf menuturkan, MUI melakukan pembahasan kasus ini selama sebelas hari, yakni dari tanggal 1 hingga 11 Oktober 2016. Selama 11 hari itu, MUI meyakini kalau pernyataan Ahok dalam pidatonya yang mengutip surat Al Maidah ayat 51, di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016 telah melakukan penodaan agama.
"Bahwa ucapannya itu mengandung penghinaan terhadap Al Quran dan ulama. Produknya keputusan pendapat dan sikap keagaaman MUI," tegasnya.
Selain Ma'ruf Amin, ada empat saksi lain dari JPU yang dijadwalkan akan memberikan keterangannya kepada majelis hakim. Adapun mereka, yakni Jaenudin alias Panel bin Adim (nelayan Pulau Panggang), Sahbudin alias Deni (nelayan Pulau Panggang), Dahlia (Anggota KPU DKI Jakarta periode 2013-2018), dan Ibnu Baskoro, sebagai saksi pelapor yang tinggal di Jakarta.