Brilio.net - Erupsi Gunung Anak Krakatau terus terjadi. Dari empat level yang menjadi patokan tingkat bahaya letusan gunung, kini gunung yang berada di Selat Sunda telah memasuki level 3, yaitu Siaga.
Berdasarkan pers rilis, level ini dinaikkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dari semula level Waspada menjadi level Siaga terhitung sejak hari ini tanggal 27 Desember 2018. Pihak PVMBG pun juga mengunggah informasi ini melalui akun Instagram @pvmbg_kesdm, Kamis (27/12).
foto: Instagram/@pvmbg_kesdm
Selain itu, pihak BMKG juga mengimbau pada masyarakat dan wisatawan untuk tetap menjauhi kawasan pantai Selat Sunda dalam radius 500 meter hingga satu kilometer.
foto: Instagram/@infobmkg
Masyarakat sekitar kawasan Selat Sunda juga diharapkan dapat memantau perkembangan aktivitas Gunung Anak Krakatau melalui berbagai aplikasi ataupun media sosial BMKG maupun Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNBP, Sutopo Purwo Nugroho menginformasikan kenaikan status Gunung Anak Krakatau dari Waspada menuju Siaga bahwa zona bahaya diperluas menjadi lima kilometer. Masyarakat dan wisatawan telah dilarang untuk melakukan aktivitas dalam radius lima kilometer dari puncak kawah.
PVMBG menaikkan Status Gunung Anak Krakatau dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III), dengan zona berbahaya diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer. Masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 5 kilometer dari puncak kawah. pic.twitter.com/cvGpuxtpno
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) December 27, 2018
Sementara itu, merujuk dari pers rilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada Kamis (27/12) menyebutkan Gunungapi Anak Krakatau ini merupakan gunungapi strato tipe A dan gunungapi muda yang muncul dalam kaldera, pasca erupsi paroksimal tahun 1883 dari kompleks vulkanik Krakatau.
Aktivitas erupsi pasca pembentukan dimulai sejak tahun 1927, pada saat tubuh gunungapi masih di bawah permukaan laut. Tubuh Anak Krakatau muncul ke permukaan laut sejak tahun 1929. Sejak saat itu dan hingga kini G. Anak Krakatau berada dalam fasa konstruksi (membangun tubuhnya hingga besar).
Saat ini G. Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter dari muka laut (pengukuran September 2018). Karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang berupa erupsi ekplosif lemah (strombolian) dan erupsi efusif berupa aliran lava. Pada tahun 2016 letusan terjadi pada 20 Juni 2016, sedangkan pada tahun 2017 letusan terjadi pada tanggal 19 Februari 2017 berupa letusan strombolian. Sejak tanggal 29 Juni 2018, G. Anak Krakatau kembali meletus hingga tanggal 22 Desember berupa letusan strombolian.
Tanggal 22 Desember, seperti biasa hari-hari sebelumnya, G. Anak Krakatau terjadi letusan. Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300 - 1500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm). Pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami. Berdasarkan citra satelit yang diterima oleh PVMBG, sebagian besar dari tubuh G. Anak Krakatau telah hilang dilongsorkan, yang kemudian diketahui menyebabkan tsunami di beberapa wilayah di Provinsi Lampung dan Banten.