Brilio.net - Pernikahan adalah prosesi sakral yang dinanti-nanti oleh setiap orang. Dengan adanya pernikahan, diharapkan seorang manusia mendapatkan teman hidup dalam membina mahligai rumah tangga.
Setiap orang pasti menginginkan menikah sekali seumur hidup, dan membina rumah tangga bersama orang yang dicintai sampai akhir hayat. Namun dalam suatu hubungan rumah tangga pasti akan menemui suatu masalah, seperti perbedaan pendapat dan lain sebagainya. Ketika hal tersebut terjadi, hendaknya sepasang suami istri harus saling berkompromi satu sama lain dan tidak saling memikirkan egonya sendiri.
Jika masalah rumah tangga tidak dapat terselesaikan dengan baik, tak jarang masalah tersebut justru menjadi malapetaka bagi hubungan rumah tangga, hingga akhirnya menghasilkan keputusan untuk berpisah atau bercerai.
Cerai adalah putusnya hubungan suami istri dalam ikatan perkawinan. Dihimpun brilio.net dari berbagai sumber pada Sabtu (3/7), dalam Islam, perceraian terjadi karena adanya talak. Talak berasal dari bahasa Arab 'Thalaq' dari kata "thalaqa-yuthliqu-thalaqan" dengan arti melepaskan atau meninggalkan.
Talak ini dapat terjadi karena suami mengucapkan kata tertentu kepada sang istri, seperti contoh "Saya talak engkau" atau "Aku ceraikan engkau". Dengan ucapan tersebut sebanyak 3 kali, maka lepaslah ikatan pernikahan dan terjadilah perceraian.
Islam memang mengizinkan perceraian, tapi Allah membenci perceraian. Artinya, bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar lainnya. Dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 227, Allah berfirman:
Wa in 'azamut-talaaqa fa innallaaha samii'un 'aliim
Artinya:
"Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Hukum perceraian.
Hukum dari perceraian atau talak memiliki sifat yang berbeda-beda tergantung dari konteks dan kondisi yang dialami pasangan yang bersiteru. Adapun hukum perceraian menurut pandangan Islam yaitu sebagai berikut:
1. Makruh.
Perceraian berhukum makruh apabila seorang suami menceraikan istrinya tanpa alasan dan penyebab yang jelas. Apabila perceraian merugikan salah satu pihak tentu Allah sangat melarang perceraian tersebut.
Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda sebagai berikut:
"Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian mengirim pasukan ke berbagai arah. Pasukan yang terdekat kedudukannya dari iblis adalah yang paling besar menimbulkan fitnah. Salah satu dari mereka menghadap iblis dan mengatakan: aku berbuat demikian dan demikian."
"Kemudian iblis berkata engkau belum berbuat apa-apa. Kemudian datang pasukan yang lain dan melapor bahwa telah memisahkan si fulan dengan istrinya, kemudian iblis mendekatkan kedudukannya dan mengatakan: bagus engkau." (H.R Muslim)
2. Wajib.
Perceraian berhukum wajib apabila pasangan suami istri tersebut melakukan perbuatan yang keji dan mungkar, kemudian tidak mau mengakui kesalahan dan bertaubat. Bila pernikahannya diteruskan, maka keduanya justru akan melakukan semakin banyak kesalahan dan dosa yang justru memberatkan catatan amal buruknya. Bertahan dalam pernikahan tersebut justru akan membuat perasaan menjadi gelisah dan mudah untuk diganggu setan.
3. Haram.
Perceraian berhukum haram apabila seorang suami menceraikan istrinya ketika sedang masa haid atau nifas. Selain itu, diharamkan pula bagi suami untuk menjatuhkan talak kepada istrinya setelah melakukan hubungan suami istri. Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:
"Wanita mana saja yang meminta cerai dari suaminya tanpa ada alasan (syar'i), maka haram baginya bau surga." (diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albany)
4. Mubah.
Perceraian berhukum mubah apabila rumah tangga sepasang suami istri justru mendatangkan mudharat bagi keduanya dan orang lain.
Jenis perceraian.
Ketika suami mengucapkan kalimat talak pada istrinya hingga terulang 3x, maka saat itu juga perceraian telah terjadi, tanpa perlu menunggu keputusan pengadilan. Adapun jenis-jenis perceraian menurut Islam yaitu sebagi berikut:
1. Talak Raj'i.
Perceraian ini terjadi apabila suami mengucapkan talak satu atau talak dua kepada istrinya. Suami boleh rujuk kembali dengan istrinya ketika masih dalam masa iddah. Namun, jika masa iddah telah habis, suami tidak boleh lagi rujuk kecuali dengan melakukan akad nikah baru.
2. Talak Bain.
Perceraian ini terjadi apabila suami mengucapkan talak tiga kepada istrinya. Dalam kondisi ini, istri tidak boleh dirujuk kembali. Suami baru akan boleh merujuk istrinya kembali, jika istrinya telah menikah dengan lelaki lain dan berhubungan suami istri dengan suami yang baru, lalu diceraikan dan habis masa iddahnya.
3. Talak Sunni.
Perceraian ini terjadi apabila suami mengucapkan cerai talak kepada istrinya yang masih suci dan belum melakukan hubungan suami istri saat masih suci tersebut.
4. Talak Bid'i.
Perceraian ini terjadi apabila suami mengucapkan talak kepada istrinya saat istrinya sedang dalam keadaan haid atau ketika istrinya sedang suci namun sudah melakukan hubungan suami istri kembali.
5. Talak Taklik.
Perceraian ini terjadi apabila suami menceraikan istrinya dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini, jika syarat atau sebab yang ditentukan itu berlaku, maka terjadilah perceraian atau talak.
6. Gugat Fasakh.
Adalah gugat cerai yang dilakukan oleh istri tanpa adanya kompensasi kepada suami akibat beberapa perkara seperti suami tidak memberi nafkah lahir batin selama 6 bulan berturut-turut, suami meninggalkan istri selama 4 bulan berturut-turut tanpa kabar, suami tidak melunasi mahar yang disebutkan saat akad nikah, baik sebagian atau seluruhnya sebelum terjadinya hubungan suami istri, atau adanya perlakuan buruk dari suami kepada istri.
7. Khulu'.
Perceraian khulu' merupakan perceraian yang terjadi dari hasil kesepakatan antara suami dan istri dengan adanya pemberian sejumlah harta dari istri kepada suami. Dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 229, Allah berfirman:
At-talaaqu marrataani fa imsaakum bima'rufin au tasriihum bi'ihsaan, wa laa yahillu lakum an ta'khuzu mimmaa aataitumuhunna syai'an illaa ay yakhaafaa allaa yuqiimaa hududallaah, fa in khiftum allaa yuqiimaa hududallaahi fa laa junaaha 'alaihimaa fiimaftadat bih, tilka hududullaahi fa laa ta'taduhaa, wa may yata'adda hududallaahi fa ulaa'ika humuz-zaalimun
Artinya:
"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim."
Recommended By Editor
- Macam-macam zina serta hukum dan bahayanya menurut pandangan Islam
- Hukum belajar silat dalam Islam beserta manfaatnya bagi tubuh
- Macam-macam riba lengkap dengan pengertiannya dalam ajaran Islam
- Ini 3 mata yang tidak tersentuh api neraka
- Manfaat membaca sholawat bagi umat muslim, bagus dibaca setiap hari