Brilio.net - Kasus yang melibatkan Gus Miftah sampai saat ini terus bergulir di dunia maya. Beragam anggapan silih berganti mewarnai. Sosok yang dikenal dengan gaya dakwah nyentrik dan merangkul berbagai kalangan ini masih jadi bulan-bulanan. Gara-gara kasus ini, organisasi keagamaan mulai mikir ulang soal syarat-syarat jadi juru dakwah.

Kalau dulu jadi juru dakwah cukup bermodal ilmu agama dan kemampuan ngomong di depan publik, sekarang syaratnya makin serius. Ada wacana, juru dakwah harus punya sertifikasi, ikut pelatihan khusus, bahkan punya rekam jejak yang bebas kontroversi.

Wacana ini diusung oleh anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq. Maman meminta Kementerian Agama (Kemenag) melakukan sertifikasi juru dakwah (pendakwah) guna memastikan para pendakwah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyampaikan nilai-nilai keagamaan.

"Kementerian Agama perlu melakukan sertifikasi juru dakwah," kata Maman dikutip Antara.

Pernyataan ini disampaikan guna menanggapi video viral yang memuat ucapan dai kondang sekaligus Utusan Khusus Presiden untuk Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana atau akrab disapa Gus Miftah.

Maman juga meminta Kemenag dan masyarakat untuk menjadi pengawas apabila ada juru dakwah yang melanggar aturan. Jika pendakwah tersebut melakukan pelanggaran, menurut dia, perlu ada surat teguran hingga sanksi.

"Perlu ada kontrol yang baik dari masyarakat itu sendiri, termasuk juga dari Kementerian Agama di daerah terkait dan teguran bagi yang melanggar etika, melanggar tata kesopanan publik, dan melanggar keadaban publik," kata dia.

Dalam video itu, terdapat ucapan Gus Miftah yang dinilai sebagian besar masyarakat telah melecehkan seorang warga penjual es teh.

Bahkan, di media sosial X dan Instagram, masyarakat mengecam ucapan Miftah karena dinilai tidak mencerminkan seorang penceramah/dai yang semestinya memberikan kesejukan.

Menurut Maman, kasus tersebut menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak untuk menjaga perkataan di hadapan publik. Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa pendakwah seharusnya merupakan orang yang paling tidak menguasai sumber-sumber nilai keagamaan, baik itu dari Alquran, Hadist, maupun sumber-sumber klasik.

Maman menambahkan ulama juga dianjurkan untuk memiliki tema-tema pokok keagamaan dalam setiap sumber ceramah. Ia menekankan tidak boleh ada bahasa kotor maupun candaan yang mengolok-olok pihak lain saat berdakwah.

"Tema yang dibawakan juga harus merujuk sumber agama. Misalnya, soal kesederhanaan atau lainnya. Itu semua harus bersumber atas referensi keagamaan seperti di poin pertama," ujarnya.