Brilio.net - Sri Mulyani Indrawati kembali didapuk menjadi Menteri Keuangan Indonesia tepat hari ini, Rabu (27/7), dalam perombakan Kabinet Kerja Jilid II. Hal ini jelas menjadi angin segar bagi negara Indonesia mengingat reputasi ibu tiga orang anak tersebut.

Sepak terjang Sri Mulyani sebagai wanita dalam jajaran pemerintahan tak perlu diragukan. Dia pernah menjabat sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas semasa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Menteri Keuangan (2005-2010), Executive Director IMF mewakili 12 negara Asia Tenggara (2002-2004), dan terakhir sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia sejak tahun 2010.

Kini, wanita yang menduduki posisi ke-37 wanita tangguh versi Forbes (2016) ini 'pulang kampung' dan menduduki posisi yang sama seperti kabinet sebelumnya. Kalau boleh diulik, nih... memangnya bayaran menteri negara berapa, sih? Lantas kalau dibandingkan dengan gaji ketika jadi Direktur Pelaksana (Managing Director) Bank Dunia besar mana, ya?

Dikutip brilio.net dari siteresources.worldbank.org, gaji bersih Sri Mulyani berdasarkan masa kerja 1 Juli 2012 sampai 30 Juni 2013 adalah USD 381.250 (Rp 5 miliar), dengan dana pensiun sebesar USD 97.333 (Rp 1,2 miliar) dan tunjangan USD 86.163 (Rp 1,1 miliar).

perbandingan gaji Sri Mulyani  2016 brilio.net



Nah, kalau jadi Menteri Keuangan berapa ya, gajinya?

Mengacu pada data Kementerian Keuangan tahun 2005, gaji menteri negara total Rp Rp 18.648.000, terdiri dari gaji pokok Rp 5.040.000 dan tunjangan jabatan sebesar Rp 13.608.000. Nah, selama 10 tahun masa pemerintahan SBY, gaji menteri tidak mengalami kenaikan. Maka pada tahun 2014 muncul wacana kenaikan gaji presiden dan menteri. Untuk kalangan menteri sendiri, hal ini bertujuan supaya tidak ada menteri yang tersandung kasus korupsi atau penyelewengan dana kementerian.

Dengan aturan yang ada, kemungkinan Sri Mulyani juga akan mendapatkan gaji yang sama. Jumlah tersebut jauh dari nominal gajinya menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia. Kalau kamu jadi Sri Mulyani, kira-kira bertahan di Bank Dunia atau balik ke Indonesia, nih?