Brilio.net - Jumlah kasus positif virus corona di Indonesia kini sudah mencapai angka 2.273, dengan rincian 198 dinyatakan meninggal dan 164 sembuh. Jumlah tersebut pun diprediksi akan mengalami peningkatan dari hari ke hari. Tak hanya di Indonesia, jumlah pasien positif Covid-19 juga bertambah di berbagai negara di dunia.
Berbagai upaya pun dilakukan pemerintah pusat untuk menekan penyebaran Covid-19. Sejumlah langkah dan arahah pun diterbitkan pemerintah. Mulai dari isolasi mandiri di rumah, menjaga ketat pintu akses masuk ke Indonesia serta membangun rumah sakit darurat untuk merawat pasien positif corona Covid-19.
Selain itu pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk tidak bepergian ke luar kota, termasuk mudik. Penanggulangan virus ini pun tak hanya dilakukan pemerintah, sejumlah ahli akademik dari kampus ternama di Tanah Air pun ikut ambil bagian. Seperti yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) baru-baru ini.
Para ahli akademik dari dua kampus ternama tersebut menjelaskan puncak pandemi corona hingga prediksi masa akhir Covid-19 di Indonesia. Penjelasan tersebut disampaikan UGM dan ITS setelah melewati berbagai kajian dan penelitian.
Kepala Pusat Kajian Kebijakan Publik Bisnis dan Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (PKKPBI ITS), Arman Hakim Nasution mengatakan, berdasarkan data yang telah diolah dari Command Centre BUMN diperkirakan puncak pandemi Covid-19 akan terjadi di minggu pertama dan kedua pada Mei 2020.
foto: liputan6/Dian Kurniawan
Arman Hakim Nasution yang merupakan dosen Departemen Manajemen Bisnis ini merekomendasikan dua poin penting. Di dalam poin pertama terdapat tiga usulan. Usulan pertama adalah mempersiapkan rumah sakit beserta tenaga medisnya untuk menampung pasien positif Covid-19 nantinya. Lalu mengubah fungsi lahan terbuka perkantoran milik pemerintah yang berdekatan dengan rumah sakit menjadi Unit Gawat Darurat (UGD) sementara.
"Hal ini untuk mencegah terjadinya keterbatasan ruang perawatan bagi pasien. Adapun UGD tersebut akan menggunakan ruang isolasi modular atau yang bisa dibongkar pasang," kata Arman Hakim seperti dikutip brilio.net dari liputan6.com, Senin (6/4).
Usulan kedua, mengintegrasikan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dengan rumah sakit milik swasta. Integrasi ini menggunakan sistem Bawah Kendali Operasi (BKO) yang bertujuan untuk mengontrol dan mendistribusikan sumber daya kesehatan, seperti obat-obatan, ambulans, tenaga kesehatan, serta Alat Pelindung Diri (APD) di setiap rumah sakit di Jawa Timur.
Usulan yang ketiga adalah membentuk pusat komando penanganan Covid-19 berskala provinsi. Pusat komando ini berfungsi untuk mengintegrasikan kebutuhan medis dari Pemerintah Pusat kepada Pemprov Jawa Timur dan melakukan pemantauan jumlah tenaga medis beserta pasien positif Covid-19 di setiap daerah.
"Pusat komando ini akan menggunakan sistem informasi terpadu yang mengadopsi Command Center milik BUMN di Jakarta,” jelas Arman Hakim.
Selain mempersiapkan rumah sakit beserta tenaga medisnya, lanjut Arman, Pemprov Jawa Timur juga harus memastikan persediaan APD untuk tenaga medis dan ventilator bagi setiap pasien positif Covid-19. Menurut Arman, ITS telah berusaha untuk memberikan kontribusi berupa desain bentuk fasilitas ruang isolasi modular.
Selain itu, ITS juga memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) yang dirancang oleh Departemen Desain Produk Industri (Despro) ITS sebanyak 300 unit produksi per hari. Tak hanya APD, ITS juga mempersiapkan purwarupa ventilator yang akan diuji oleh tim dokter dari Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA). Jika lolos uji tersebut, ITS akan melakukan produksi massal dengan melibatkan industri terkait.
Dosen yang juga menjabat sebagai Kepala Laboratorium Business Analytic and Strategy (BAS) ini juga berharap kepada Pemprov Jawa Timur untuk segera mengkaji rekomendasi yang diberikan ITS supaya dapat segera dilaksanakan demi mempersiapkan puncak pandemi Covid-19 nantinya.
"Intinya jangan terlalu lama dalam bertindak, segera lakukan langkah darurat karena ini saatnya kita bersatu menghadapi Covid-19," tandasnya.
Prediksi dari pakar matematika UGM
foto: merdeka.com
Tak berbeda jauh dengan penjelasan yang dibeberkan ITS, kampus UGM juga memprediksi pandemi corona akan berakhir pada akhir Mei 2020. Data tersebut dihimpun berdasarkan hasil dari sejumlah pakar matematika.
Pakar statistika UGM dan alumni FMIPA UGM menyampaikan hasil prediksi optimis terkait penyebaran Covid-19 di Indonesia. Ia juga membeberkan jumlah positif kasus Covid-19 sampai akhir pandemi.
"Dari hasil analisis pandemi Covid-19 akan berakhir pada 29 Mei 2020 dengan minimum total penderita positif sekitar 6.174 kasus. Dengan intervensi pemerintah, total penderita corona positif minimum di sekitar 6.200 di akhir pandemi pada akhir Mei 2020," papar Guru Besar Statistika UGM, Prof.Dr.rer.nat Dedi Rosadi,S.Si., M.Sc.
Guru Besar Statistika UGM Dedi Rosadi bersama dengan Heribertus Joko, alumnus FMIPA UGM, dan Fidelis I Diponegoro, alumnus PPRA Lemhanas RI membuat prediksi pemodelan matematika untuk memproyeksikan kasus corona Covid-19 di Indonesia. Model probabilistik ini berdasarkan pada data nyata atau probabilistic data driven model (PPDM).
Dari hasil analisis yang dikembangkannya, ia memperkirakan penambahan maksimum total penderita corona Covid-19 berada di kisaran minggu kedua, yakni 7 sampai 11 April 2020. Penambahan berkisar 740 sampai 800 pasien per empat hari dan diperkirakan akan mengalami penurunan setelahnya.
"Ini adalah proyeksi untuk skenario ideal, ketika indikator seperti kebijakan pemerintah untuk pengaturan berhasil dan tidak terjadi jumlah pemudik yang signifikan," ujar Dedi.
Ia menjelaskan model dasar yang digunakan adalah model teori antrean. Prediksi yang dikemukakan tersebut berdasarkan data pasien per 26 Maret 2020 dan diasumsikan telah dilakukan intervensi ketat dari pemerintah sejak minggu ketiga Maret 2020.
Model tersebut mengasumsikan proses orang datang ke rumah sakit sebagai pasien positif corona Covid-19 yang mengikuti proses antrean Markovian. Setelah dilakukan pencocokan model terhadap data total penderita Covid-19 positif, maka Dedi dan tim mampu menjelaskan fenomena penting berdasarkan model yang mereka gunakan.
"Kami menyarankan untuk tidak melakukan ritual mudik lebaran dan kegiatan tarawih di masjid selama Ramadan, serta intervensi ketat oleh pemerintah melalui karantina wilayah dan isolasi diri ketat harus dilakukan sampai pandemi corona Covid-19 benar-benar berakhir awal Juni 2020," pungkas Dedi.