Brilio.net - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mewanti-wanti sebanyak 85 juta pekerjaan akan hilang pada tahun 2025. Hal ini disebabkan meningkatkan otomasi dan munculnya Artificial Intelligence (AI) di berbagai sektor pekerjaan.

"Kalau kita baca tahun 2025, pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta. Sebuah jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut untuk membuka lapangan kerja," kata Jokowi dalam acara peresmian pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024, di Jawa Tengah, Kamis.

Jokowi menyampaikan saat ini seluruh sektor pekerjaan mengarah kepada otomasi, dan perkembangan otomasi itu terus terjadi setiap hari. Oleh karena itu, menurutnya, Indonesia perlu memikirkan pembukaan lapangan kerja dengan dengan baik.

"Kalau bapak-ibu bertanya pada saya, fokus ke mana? Kalau saya, sekarang maupun ke depan kita harus fokus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja. Untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan," ujarnya dikutip dari Antaranews. 

Jokowi menyebut negara juga menghadapi tantangan lainnya dalam menciptakan lapangan pekerjaan yakni, sistem kerja paruh waktu. Dia menilai hal tersebut harus diwaspadai karena dapat memberi dampak buruk bagi para pekerja. Jokowi menyebut sistem ini dapat membuat perusahaan lebih memilih pekerja paruh waktu yang tak terikat atau freelancer.

"Hati-hati dengan ini ekonomi serabutan ekonomi paruh waktu. Kalau tidak dikelola dengan baik akan jadi menjadi tren, perusahaan lebih memilih pekerja independen. Perusahaan memilih pekerja freelancer, perusahaan memilih kontrak jangka pendek untuk mengurangi risiko ketidakpastian global yang sedang terjadi. Ini trennya kita lihat menuju ke sana," tuturnya.

"Dan yang bekerja itu bisa bekerja di sini bisa bekerja di negara lain. Sehingga sekali lagi kesempatan kerja semakin sempit dan semakin berkurang," imbuh Jokowi.

Jokowi mengatakan di sisi lain gejolak dan ketidakpastian global juga terjadi, dan membawa tantangan bagi semua negara di dunia. Namun, ia mengingatkan agar Indonesia tidak terlalu larut dengan situasi global yang ada meskipun tetap harus waspada.

"Menurut saya, jangan sampai kita terlalu larut dengan situasi global, meskipun kita ikuti. Jangan terlalu kita terbawa oleh skenario ekonomi global, meskipun kita juga harus selalu melihat angka-angka dan mengkalkulasi dengan perhitungan-perhitungan yang cermat," katanya pula.