Brilio.net - Baru-baru ini publik dihebohkan dengan kasus guru honorer Supriyani yang dituduh menganiaya muridnya di SDN 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara. Orang tua D merupakan anggota Polsek Baito. Supriyani dilaporkan oleh orang tua D di Polsek Baito, pada Kamis, 26 April 2024, atas dugaan kekerasan terhadap siswanya.

Kasus ini berhasil mengundang perhatian publik sekaligus menggoyahkan kepercayaan atau memunculkan skeptisisme di kalangan masyarakat terhadap sosok guru. Fenomena ini membawa dampak bagi dunia pendidikan, menimbulkan luka yang mungkin saja tidak mudah disembuhkan.

Kepada Brilio.net, Yuliani Putri, Ketua Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Saranglidi) menyatakan kepercayaan publik pada profesi guru memang perlahan mulai memudar. Di tengah arus berita yang ramai, banyak yang khawatir bahwa seorang guru bisa saja menyimpang dari tugasnya.

"Kalau ditanya skepstis, ya saya skeptis. Karena banyak guru sekarang yang bisanya mengajar, tapi tidak bisa mendidik," ujarnya kepada Brilio.net.

Meski satu kasus tak seharusnya menggambarkan yang lain, Yuli menegaskan rasa curiga telah melekat dan mengganggu, mengurangi penghormatan yang selama ini diberikan pada para pendidik.

"Ini tergantung kasusnya seperti apa ya? Memang tidak semua guru itu melakukan tindak kekerasan. Tapi akhir-akhir ini banyak," tambahnya kepada Brilio.net.

Kepercayaan ibarat fondasi rumah, sekali runtuh, maka segala yang berdiri di atasnya ikut jatuh. Pendidikan idealnya berdiri di atas kepercayaan yang kuat antara orang tua dan guru.

"Guru itu menurut aku tidak harus selalu benar. Guru harus ngerti hukum sehingga tahu seberapa jauh ia harus mendidik anak. Untuk kasus Supriyani ini percayakan ke penegak hukum saja," tegas Yuli kepada Brilio.net.

Ketika orang tua mengirim anak ke sekolah, sejatinya mereka menitipkan harapan besar kepada sang pendidik. Dalam harapan itu, guru diberikan kebebasan dalam menjalankan metode pengajaran sesuai kebutuhan peserta didik. Tetapi, jika kepercayaan itu terganggu, setiap tindakan guru dapat dipandang sebagai ancaman, bukan lagi bagian dari proses pendidikan.

"Jadi menurut saya guru itu juga harus diberikan sosialisasi tentang undang-undang anak. Sejauh mana hal-hal yang tidak boleh dilakukan kepada anak itu bisa dipahami gurunya," ujarnya pada Brilio.net.

Kronologi Guru Honorer Supriyani Dilaporkan Kepolisian

Dilansir dari Antara, kasus ini berawal dari Supriyani yang dituduh menganiaya siswanya berinisial D (6). Orang tua D merupakan anggota Polsek Baito. Supriyani dilaporkan oleh orang tua D di Polsek Baito, pada Kamis, 26 April 2024, atas dugaan kekerasan terhadap siswanya. Selang beberapa bulan kasus tersebut terus bergulir di meja kepolisian, hingga dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan atau P21, pihak kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap tersangka karena beberapa pertimbangan. Kasus ini menjadi viral di media sosial usai pihak kejaksaan melakukan penahanan terhadap Supriyani di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kendari, pada Rabu, 16 Oktober 2024.

Dikutip dari Antara, Kepala SDN 4 Baito Sanaali menyampaikan bahwa dirinya tidak mengetahui betul kronologis antara Supriyani dan siswanya. Akan tetapi, dibenarkan bahwa Supriyani menghukum salah satu siswanya, pada Rabu, 24 April 2024 lalu, yang saat itu korban masih kelas 1, dan saat ini telah naik ke kelas 2.

"Informasi awal yang kami dapat, anak itu jatuh di selokan. Namun tiba-tiba saja mengaku dipukul sama ibu guru (Supriyani), luka di paha bagian dalam," ucapnya seperti dikutip dari Antara.

Sanaali membantah adanya penganiayaan yang menyebabkan luka pada D, karena keterangan langsung dari Supriyani, guru lainnya, dan teman-teman korban di sekolah. Bahkan, para guru juga telah diperiksa polisi dan membantah penganiayaan tersebut.

"Tidak pernah ada kejadian Ibu Supriyani menganiaya siswa. Guru-guru lain juga sudah memberikan kesaksian, kenapa tiba-tiba ditangkap," sebut Sanaali.

Kasus guru honorer Supriyani yang dipolisikan, pertanda hilangnya kepercayaan orang tua terhadap guru?  2024 brilio.net

foto: Liputan6.com

Sementara itu, Kepala Polres Konsel AKBP Ferry Sam melalui Kapolsek Baito Ipda Muhammad Idris mengatakan bahwa kasus ini berawal dari laporan orang tua terduga korban yang melihat memar di bagian paha anaknya. Namun, korban mengaku luka tersebut akibat terjatuh dari motor saat berboncengan bersama sang ayah. Saat dikonfirmasi, ayah korban tidak mengakui dan kemudian bertanya kembali pada anaknya. Sang anak mengaku bahwa luka tersebut merupakan akibat aniaya gurunya.

Karena keberatan, ayah korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Baito, pada 26 April 2024. Kasus ini sempat dilakukan mediasi antara kedua pihak, namun terduga pelaku tidak mengaku sehingga orang tua korban menindak lanjut laporannya.

"Jadi kasus ini sudah dilakukan mediasi dengan melibatkan Pemerintah Desa setempat. Bahkan pihak Pemerintah Desa menyarankan terlapor mengakui perbuatannya, agar kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, bersangkutan tidak mau mengakui sehingga orang tua korban terpaksa memilih melanjutkan laporannya," beber Muhammad Idris.

Beberapa hari kemudian, terduga pelaku ditemani suaminya mendatangi rumah pelapor untuk meminta maaf. Saat itu, orang tua korban menerima permintaan maafnya, Namun, ayah korban mendapat kabar jika permintaan maaf yang dilakukan oleh terlapor dilakukan karena terpaksa.

Setelah dilakukan penyelidikan, mediasi kembali dilakukan. Pada saat mediasi pihak Supriyani diminta untuk membayar denda Rp 50 juta. Namun pihak sekolah hanya menyanggupi Rp 10 juta, karena tidak menemui jalan damai akhirnya kasus hukum Supriyani dilanjutkan dan ia langsung ditahan. Pihak kepolisian juga meningkatkan status ke penyidikan, serta melimpahkan kasus tersebut kepada pihak kejaksaan atau P21.

Setelah sempat ditahan oleh Polsek Baito, Supriyani kembali dibebaskan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, menangguhkan penahanan Supriyani. Penangguhan penahanan tersebut berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 048/LBH-HAMI-Konsel/Kuasa/X/2024 pada tanggal 20 Oktober 2024 dengan mengajukan Surat Permohonan Penangguhan Penahanan Nomor 050/LBH-HAMI-Konsel/X/2024 yang dikeluarkan pada 21 Oktober 2024.

Meski ditangguhkan, kasus hukum guru honorer Supriyani tetap dilanjutkan. Pada Selasa, 29 Oktober 2024, Supriyani menjalani sidang eksepsi. Namun, Majelis hakim Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menolak eksepsi penasihat hukum Supriyani.