Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja mengumumkan bahwa Thomas Trikasih Lembong, yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Penahanan ini berlangsung selama 20 hari setelah dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi komoditas gula yang melibatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk periode 2015 hingga 2023.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa penahanan ini berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 50 yang dikeluarkan pada 29 Oktober 2024. Tom Lembong terlihat keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 21.00 WIB, mengenakan rompi tahanan berwarna merah muda.

Mobil tahanan yang membawa Tom Lembong meninggalkan Gedung Kejaksaan Agung sekitar pukul 21.15 WIB. Proses penyidikan terhadap kasus korupsi impor gula ini sudah berlangsung cukup lama, dimulai sejak Oktober 2023. Selama satu tahun, sebanyak 90 saksi telah diperiksa untuk mendalami kasus ini.

Abdul Qohar menjelaskan bahwa penyidikan ini tidaklah sederhana. Mereka juga harus menghitung kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp400 miliar akibat praktik impor gula yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada.

Tom Lembong diduga melanggar Keputusan Mendag dan Menperin Nomor 257 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa hanya BUMN yang diperbolehkan untuk mengimpor gula kristal putih. Namun, berdasarkan persetujuan impor yang dikeluarkannya, gula diimpor oleh PT AP.

Lebih lanjut, pada November hingga Desember 2015, Tom Lembong sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan stafnya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula. Padahal, seharusnya gula yang diimpor adalah gula putih secara langsung dan hanya oleh BUMN.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Tom Lembong menyatakan kepada media bahwa dia menyerahkan semua kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia terlihat tenang meski dikelilingi oleh kerumunan wartawan yang melontarkan berbagai pertanyaan.

Kejagung juga membantah bahwa penetapan tersangka ini bersifat politis. Abdul Qohar menegaskan bahwa penyidik bekerja berdasarkan alat bukti yang ada, tanpa memandang siapa pelakunya. Jika ada bukti yang cukup, maka penyidik akan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku.