Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja mengumumkan bahwa penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, adalah murni bagian dari penegakan hukum. Ini adalah respons terhadap berbagai spekulasi publik yang mengaitkan kasus ini dengan politisasi.

"Sekali lagi saya nyatakan bahwa di sini tidak ada politisasi hukum, tetapi murni ini penegakan hukum. Penetapan tersangka memerlukan bukti permulaan yang cukup, dan itu harus dimaknai dengan serius, " ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.

Dia menambahkan bahwa penetapan seseorang sebagai tersangka memerlukan setidaknya dua alat bukti yang kuat. "Jadi, jika ada yang bertanya, 'Kenapa sekarang?' perlu diketahui bahwa penyidikan sudah dilakukan sejak Oktober 2023," jelas Harli.

Selama satu tahun terakhir, penyidik telah mendalami kasus ini dengan mengumpulkan keterangan dari 90 saksi dan menelusuri berbagai bukti lainnya. Setiap bukti, sekecil apa pun, dianalisis dan diintegrasikan untuk memastikan bahwa ada bukti permulaan yang cukup untuk melanjutkan kasus ini.

"Setiap kasus memiliki karakteristiknya sendiri, dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. Ada tingkat kesulitan yang berbeda-beda yang dihadapi oleh penyidik," tambah Harli.

Kejagung secara resmi menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula yang melibatkan Kementerian Perdagangan selama periode 2015-2023. Dia kini ditahan selama 20 hari ke depan.

Pada Selasa (29/10/2024), Tom Lembong terlihat dibawa ke mobil tahanan dengan mengenakan rompi tahanan berwarna merah muda dan tangan diborgol. Saat ditanya oleh awak media, dia hanya bisa menyerahkan semua kepada Tuhan. "Kita serahkan semua pada Tuhan Yang Maha Kuasa," ujarnya.

Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, juga mengungkapkan bahwa ada tersangka lain dalam kasus ini, yaitu CS, yang merupakan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). "Kerugian negara akibat importasi gula yang tidak sesuai dengan Undang-Undang mencapai Rp400 miliar," ungkap Qohar.

Kronologi penetapan tersangka Tom Lembong dimulai pada tahun 2015, ketika Indonesia mengalami surplus gula. Namun, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan saat itu memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP, meskipun pada saat yang sama, negara tidak membutuhkan impor gula. Hal ini melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 yang hanya memperbolehkan BUMN untuk melakukan impor gula.

Setelah kedelapan perusahaan swasta mengimpor dan mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari Harga Eceran Terendah (HET). Ini jelas merugikan negara dan menjadi salah satu alasan penetapan tersangka terhadap Tom Lembong.