Brilio.net - Poligami menjadi isu hangat di Tanah Air. Banyak pejabat pemerintahan, tokoh masyarakat, dan pemuka agama yang melakoni poligami. Penyanyi religi juga ada yang melakukan praktek ini. Yang terbaru, penyanyi religi Opick atau Aunur Rofiq Lil Firdaus ini diduga melakukan poligami. Dikutip dari Merdeka, Rabu (13/9) Opick digugat cerai istrinya, Dian Rositaningrum karena dugaan poligami tersebut.
foto: Dream.co.id
Poligami di Indonesia juga merambah ke dunia teknologi. Aplikasi Ayopoligami.com menghubungkan pria dan wanita yang bersedia melakukan poligami. Lajang, janda, atau duda semuanya dipersilakan untuk ikut dalam media untuk poligami ini. Aplikasi yang tersedia lewat web dan playstore untuk sistem operasi Android ini sudah diunduh ribuan kali.
foto: Merdeka.com
Negara juga sudah mengatur dengan jelas bagaimana poligami dilaksanakan. Dikutip dari hukumonline, Rabu (13/9) perkawinan diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan yang mengatakan bahwa suami bisa beristri lebih dari satu apabila mendapat izin dari istri pertamanya. Syarat lainnya seperti istri tidak dapat menghasilkan keturunan, cacat badan, dan jaminan berlaku adil. Berbagai persyaratan ini sebenarnya cukup menyulitkan praktek poligami di masyarakat Indonesia.
Isu poligami ini sering menjadi perbincangan masyarakat Indonesia karena menyangkut hak wanita dalam sebuah pernikahan. Dosen Universitas Islam Malang, H Ach Faisol dalam Jurnal Kependidikan Dan Keislaman FAI Unisma mengkritisi perubahan sosial di masyarakat Indonesia tentang praktek poligami. Faisol melihat ada lima perubahan sosial yang mendorong praktek poligami menjadi populer.
Perubahan sosial pertama dimulai dari saat zaman kerajaan di mana poligami menjadi keistimewaan seorang raja. Yang kedua terjadi sebelum UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang mengatur pernikahan siri yang melibatkan para kiai pada waktu itu. Ketiga, perubahan setelah lahirnya UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang menurunkan semangat pihak yang pro akan poligami. Pihak kontra memiliki pijakan hukum untuk menentang praktek ini.
foto: dream.co.id
Perubahan sosial keempat ditandai adanya kelahiran PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Kawin bagi PNS. Wacana ini semakin mempersempit pihak yang pro poligami. Terakhir, dengan pembentukan Komnas Antikekerasan terhadap Perempuan yang mengawasi praktek poligami akan kekerasan terhadap istri.
Melalui kelima fase perubahan sosial di atas, masyarakat Indonesia sudah mulai terbagi dalam hal poligami. Mereka yang pro akan poligami menganggap sebagai jalan hidup. Sedangkan mereka yang kontra, khawatir dengan nasib perempuan setelah dipoligami.
Ita Musarrofa, dosen Prodi Muamalah UINSA Surabaya dalam laman UIN Sunan Ampel Surabaya menulis tentang sosiologi poligami di Indonesia. Dalam artikel berjudul Sosiologi Poligami & Family Property, Ita mengatakan bahwa perempuan yang tidak mau dimadu harus dipahami pendiriannya. Dia melihat bahwa tidak semua wanita mampu menolak poligami. Mereka cenderung melihat praktek poligami sebagai takdir yang tak bisa dihindari.
Dia mengutip sosiolog keluarga Randall Collins yang mengatakan bahwa keluarga juga ada 'family property' di mana sebuah keluarga adalah sistem kepemilikan. Sang suami memiliki istri dan istri juga memiliki suami. Kepemilikan bisa meliputi kasih sayang, materi dan afeksi. Tapi ketika istri kedua datang, hubungan 'family property' ini menjadi kompleks.
Ita mewawancari seorang wanita yang dipoligami. Narasumber tersebut mengaku sudah tidak tahan walaupun awalnya merestui suaminya menikah lagi. Perasaan cemburu dan bersalah membuatnya menghindari tatapan suaminya. Ia harus membiasakan diri menjalin hubungan baik dengan anggota keluarganya yang baur.
Recommended By Editor
- Teuku Wisnu dikabarkan poligami, jawaban Shireen bikin adem
- Tak cuma Opick, 3 ustaz ini rumah tangganya juga goyah karena poligami
- 10 Meme miris soal selingkuh dan poligami, cowok-cowok wajib baca
- Potret kebersamaan Kiwil dengan dua istrinya saat rayakan Lebaran
- Pria ini tinggal satu atap dengan 39 istri, 94 anak dan 33 cucu