Brilio.net - World Health Organisation (WHO) baru saja meluncurkan laporan tentang obesitas di seluruh dunia. Tingkat obesitas anak dan remaja di seluruh dunia meningkat 10 kali lipat. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Lancet ini mengungkap fakta angka obesitas meningkat drastis dari 11 juta orang di tahun 1975 menjadi 125 juta orang di tahun 2016.
Dalam laman resminya WHO mengungkapkan bahwa obesitas rawan terjadi di negara maju. Tapi negara berkembang juga tidak luput dari peningkatan ini. Negara di Asia Timur dan Timur Tengah mengalami kenaikan signifikan di tingkat kegemukan anak.
"Selama empat puluh tahun belakangan, tingkat obesitas di anak dan remaja meningkat secara global dan trend ini akan berlanjut terutama di negara dengan tingkat penghasilan rendah dan menengah" tegas profesor Majid Ezzati dari Imperial College, London School of Public Health.
WHO sendiri melihat faktor dari meningkatnya kegemukan ini pada ketersediaan dan terjangkaunya makanan sehat. Banyaknya perusahaan makanan yang menyediakan makanan dan minuman penuh padat enerji seperti lemak dan gula membuat makanan sehat jarang dilirik. WHO juga memberi catatan kepada beberapa budaya yang melihat bayi gemuk sebagai tanda bayi sehat. Budaya ini memicu keluarga untuk memberi makanan kepada anaknya secara berlebihan.
Bagi WHO makanan sehat sendiri akan berbeda dari satu orang ke yang lainnya. Hal ini tergantung dari kebutuhan tubuh, gaya hidup, gender, umur, dan aktivitas fisik. Tapi secara umum, untuk dewasa makanan sehat terdiri dari buah-buahan untuk vitamin, enerji dari gula dan lemak, dan sedikit garam.
Guna memudahkan manusia memperoleh makanan sehat, maka lahirlah berbagai teknologi pengolahan pangan. Selain praktis, teknologi pengolahan pangan juga mampu mengurangi zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Tapi nyatanya kini makanan sehat malah makin sulit diperoleh.
Dilansir dari CNN, sejarah teknologi makanan yang paling penting terjadi di Prancis. Teknologi pengalengan memungkinkan makanan untuk disimpan dalam waktu yang lama. Sekarang, teknologi pangan semakin berkembang. Gizi dalam sebuah makanan sudah dikontrol secara presisi dengan komputer. Generasi milenial tinggal menggunakan smartphone dan informasi tentang gizi makanan bisa langsung terlihat.
Lalu, kenapa makanan sehat malah sulit diperoleh dan kalah populer dengan makanan junk food?
1. Harga
Sayangnya, banyaknya suplai makanan yang sudah diproses membuat makanan jenis ini lebih terjangkau daripada makanan sehat. Junk food dan minuman bersoda lebih murah daripada bahan makanan seperti sayuran dan buah-buahan.
Data dari jurnal yang diterbitkan di BMJ Jurnals mengatakan bahwa makanan sehat lebih mahal daripada junk food. Peneliti responden dari mengambil 27 survey dari 10 negara. Penelitian oleh Mayuree Rao, dari Warren Alpert Medical School Universitas Brown, AS ini mengatakan bahwa makanan junk food lebih murah Rp 7,4 juta rupiah per tahun daripada makanan sehat.
Hal ini berakibat pada konsumsi masyarakat miskin atau dengan penghasilan rendah. Mereka akan kesulitan memperoleh makanan sehat karena harganya yang tinggi. Orang-orang kaya saja yang mudah memperoleh makanan sehat.
2. Ketersediaan
Globalisasi membuat supermarket dan makanan siap saji semakin mengurita. Sebuah penelitian yang ditulis oleh Graciela Ghezn mengungkapkan bahwa keterkaitan perusahaan fast food besar dengan pertanian di Argentina.
Dalam jurnal tersebut, permintaan bahan makanan seperti kentang dan jagung yang digunakan dalam makanan cepat saji semakin meningkat. Hal ini mendesak para petani untuk semakin banyak untuk menanamnya dan langsung menjualnya. Penelitian yang diterbitkan di Development Policy Review tahun 2012 ini mengatakan Industri buah-buahan dan sayuran semakin terpuruk karena kurangnya permintaan dari pasar.
Fenomena ini sebenarnya terbalik dengan apa yang seharusnya. Karena keberadaan teknologi pengolahan pangan adalah untuk memudahkan masyarakat memperoleh makanan sehat. Tapi nyatanya, makanan olahan yang memenuhi standar sehat harganya mahal. Sedang fast food begitu populer dan dikesankan sebagai makanan modern meski kandungan gizinya di bawah makanan sebelum diolah.
Recommended By Editor
- Menelisik fenomena kematian akibat terlalu banyak kerja di Jepang
- Dwi Hartanto dan kebohongan kaum terpelajar, apa motifnya?
- Manipulasi video dan audio makin canggih, hoax makin menggila?
- Kenapa media asing ragukan Jokowi menang mutlak di Pilpres 2019?
- Kenapa AS tak sebut pelaku penembakan Las Vegas sebagai teroris?