Brilio.net - Kepergian seniman RM Gregorius Djaduk Ferianto atau Djaduk Ferianto, pada 13 November 2019 menyisahkan banyak kesedihan mendalam. Sebelum berpulang, Djaduk disibukkan dengan persiapan acara Ngayogjazz 2019, acara musik yang dia inisiasi pada 2007.
Hari itu, di padukuhan Kwagon, Desa Sidorejo, Kecamatan Godean, Sleman, langit terlihat begitu cerah. Masyarakat setempat sudah sejak pagi wara-wiri mempersiapkan banyak hal menyambut pagelaran Ngayogjazz 2019. Semesta seolah merestui semua berjalan dengan lancar. Ini merupakan momen pertama Djaduk Ferianto tak ada di Ngayogjazz.
Meninggalnya Djaduk 3 hari menjelang Ngayogjazz tentu bukanlah hal yang mudah bagi segenap panitia Ngayogjazz. Namun istri Djaduk, Bernadetta Petra meyakini semuanya harus tetap berjalan. Sebagai penghormatan, rangkaian acara ditambah 'Tribute to Djaduk Ferianto'.
"Di hari-hari terakhir, semangat mas Djaduk luar biasa. Mas Djaduk pasti nggak rela ini berhenti sampai di sini," ujar salah satu Board Of Creative Ngayogjazz sekaligus sahabat dekat Djaduk, Bambang Paningron dalam jumpa pers, Kamis (14/11).
Bambang Paningron (foto: Brilio.net/Hira Hilary Aragon)
Di dalam panggelaran Ngayogjazz 2019, tak cuma disajikan acara musik saja, melainkan ada pula Messiom Jazz. Messiom Jazz sebenarnya ide Djaduk sebagai bentuk kejutan baru dalam Ngayogjazz 2019.
Ketika memasuki pintu pertama museum, mata langsung dimanjakan dengan sebuah instalasi indah yang menggambarkan wajah Djaduk. Karya ini adalah karya anak dari Djaduk Ferianto.
Instalasi wajah Djaduk (foto: Brilio.net/Hira Hilary Aragon)
Messiom Jazz menjadi lokasi yang dipilih sebagai tempat 'Tribute to Djaduk Ferianto'. Sejumlah seniman membuat dan memajang karyanya berupa karikatur wajah Djaduk Ferianto.
Sejumlah seniman dalam Paguyuban Karikatur Yogyakarta (PAKYO) juga ambil bagian. PAKYO langsung membuat karya bertema Djaduk usai sang seniman meninggal. "Kita kumpulin, kita pamerkan di sini. Kebetulan kan Ngayogjazz pemrakarsanya mas Djaduk," kata Joen Yunus anggota PAKYO yang juga sahabat Djaduk saat ditemui brilio.net di Messiom Jazz, Sabtu (16/11).
Karikatur seniman wajah Djaduk (foto: Brilio.net/Hira Hilary Aragon)
Pada Tribute to Djaduk, lanjut Joen, semua seniman boleh membuat karya lebih dari satu. Semuanya memiliki makna yang berbeda-beda. Diakuinya, konsep karikatur sendiri mengikuti karakteristik seorang Djaduk Ferianto sesuai dengan interpretasi masing-masing.
Anggota PAKYO Poejiyanto, bercerita, hanya butuh 5 menit untuk menghasilkan gambar guna dipamerkan. Dia sendiri membuat tiga gambar untuk mengenang almarhum Djaduk. "Yang pertama konsepnya pakai sayap, menggambarkan beliau yang sudah terbang ke surga sambil bernyanyi. Kedua eskpresi dia bermusik," ceritanya.
Poejiyanto dan Joen Yunus (foto: Brilio.net/Hira Hilary Aragon)
Tribute to Djaduk Ferianto bukan cuma ditujukkan para seniman karikatur di museum saja. Salah satu sahabat dekat Djaduk, Idang Rasjidi yang tampil di Panggung Umpak bersama Oele Pattiselanno tak kalah terbawa suasana.
Sebagai rasa penghormatannya, Idang membawa foto penampilan Djaduk di Bangka Jazz dan lukisan Djaduk Ferianto. Menariknya, lukisan wajah yang dipajang di atas panggung merupakan karya putri Idang, Prajna Deviandra.
"Djaduk akan tetap ada di antara kita. Kemarin saya datang ke rumahnya, (ditanya) 'kenapa nggak datang kemarin ke makam'. Saya bilang itu bajunya Djaduk, tapi jiwanya ada di rumahnya Djaduk," kata Idang dengan suara terbata-bata.
Lukisan, alat musik perkusi, dan foto Djaduk (foto: Brilio.net/Hira Hilary Aragon)
Bagi pria 61 tahun ini, meski Djaduk tak lagi di sini. Namun jiwanya akan selalu tetap ada. Di atas panggung, tak ketinggalan pula set alat musik perkusi. Di mana dimaknai sebagai seolah Djaduk ikut bermain dalam lantunan musik.
Terakhir, panggung Ngayogjazz semakin indah ditutup dengan ungkapan sayang dan haru oleh kakak Djaduk, Butet Kertaradjasa. Melihat besarnya antusias masyarakat yang hadir, ia mengatakan Djaduk pasti akan senang melihatnya, meski raganya tak ada di sini.
foto: Brilio.net/Syamsu Dhuha
"Mendengar kegembiraan di atas panggung bersama mas Didi Kempot, Djaduk pasti seneng banget. Kita mengantar Djaduk ke surga dengan kegembiraan," kata Butet. "Dalam iman yang diyakini Djaduk, Yesus bangkit setelah 3 hari kematiannya. Malam ini Djaduk bangkit setelah 3 hari kematiannya."