Brilio.net - Sebelum Oktober 2020, masa di mana Bus Trans Jateng koridor Solo-Sumberlawang mulai beroperasi, kondisi terminal wisata Sangiran di Desa Krikilan seperti tak berdenyut. Pandemi Covid-19 yang memaksa Museum Sangiran ditutup sementara, menjadi alasan utama sepinya tempat ini. Sebab, terminal tersebut dibangun pemerintah desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Sragen sebagai pemberhentian para wisatawan.
Namun, setelah dua tahun Trans Jateng melayani rute itu, pemandangan kontras dijumpai di terminal wisata Sangiran. Tidak hanya ramai pengunjung, tetapi roda perekonomian yang melibatkan UMKM dan komunitas di bawah pengelolaan BUMDes, mulai menggelinding. Saat ini di terminal tersebut terdapat sejumlah lini bisnis yang melibatkan langsung warga sekitar, misalnya shuttle, ojek, dan pedagang di shelter yang tertata rapi.
Pengoperasian ojek motor dan shuttle dengan kendaraan mobil pikap yang dimodifikasi dengan pemasangan atap dan kursi penumpang, dikelola BUMDes Purba Arta Raharja. Sedangkan, pedagang dikelola oleh tiap RT, sehingga warga yang berjualan bisa merata dari seluruh RT di Desa Krikilan.
Penumpang turun dari bus Trans Jateng di shelter Sangiran, Jumat (7/10). Trans Jateng di koridor Solo-Sumberlawang ini membantu mobilitas pelajar, pekerja pabrik, hingga wisatawan. (foto: brilio.net/fefy haryanto)
Trans Jateng yang menjangkau desa itu menambah kegembiraan warga yang sudah mulai bisa beraktivitas usai bertahun-tahun mengalami PPKM. "Trans Jateng sangat membantu, pertama sebagai angkutan anak-anak sekolah. Kedua, membantu warga yang ingin berwisata ke Sangiran, sehingga banyaknya wisata otomatis menambah income warga kami," kata Kepala Desa Krikilan, Widodo, kepada brilio.net, Jumat (7/10).
Shelter Trans Jateng di terminal wisata Sangiran bukan sekadar tempat menaikturunkan penumpang, tapi titik temu berbagai kepentingan yang saling menguntungkan secara ekonomi, sosial, bahkan pendidikan. Dari aktivitas menaikturunkan penumpang Trans Jateng ini, roda ekonomi rakyat turut menggeliat.
Pengelola Trans Jateng diuntungkan dari tiket penumpang, pengelola Museum Sangiran diuntungkan karena akses wisatawan makin mudah sehingga angka kunjungan bertambah, Pemerintah Desa Krikilan mendapat pemasukan lewat shuttle dan ojek yang dikelola BUMDes. Bagi masyarakat, terbuka peluang baru untuk membuka usaha, serta memudahkan mobilitas terutama bagi pelajar dan pekerja.
Widodo menyebut, pengoperasian shuttle dan ojek merupakan bagian dari program desa untuk mendukung desa wisata Sangiran. Pihaknya juga menggali paket-paket wisata di Desa Krikilan, sehingga memberi pilihan destinasi yang beragam bagi turis. "Jadi ini (antara Trans Jateng dengan program desa) berjalan bersama," lanjut Widodo.
Gaung desa wisata Sangiran semakin luas dikenal. Terminal wisata tersebut hampir setiap hari ramai dengan bus-bus yang mengakut wisatawan, khususnya pelajar, kendaraan pribadi, dan turis yang menggunakan moda Trans Jateng.
Sejumlah siswa SMA di Solo bersiap naik bus Trans Jateng dari shelter Sangiran usai berwisata ke Museum Sangiran, Jumat (7/10). Trans Jateng di koridor Solo-Sumberlawang ini membantu mobilitas pelajar, pekerja pabrik, hingga wisatawan yang berdampak pada tumbuhnya UMKM di sana. (foto: brilio.net/fefy haryanto)
Langit yang perlahan mendung pada Jumat (7/10) sore, membuat langkah empat pelajar SMA terburu-buru menuju shelter. Mereka baru saja merampungkan kunjungan ke Museum Sangiran dan akan kembali ke sekolahnya, SMAN 4 Solo, menggunakan Trans Jateng. Bus itu akan membawanya sampai Terminal Tirtonadi Solo, kemudian mereka bersambung naik angkutan umum lain ke sekolahnya.
Tak lama bus yang mengangkut empat pelajar itu melaju, dua ojek mengantar dua wisatawan kembali dari museum. Mereka mahasiswa perguruan tinggi di Yogyakarta, Nanda (21) dan Ray (21). "Murah sekali tarifnya," ujar Ray yang baru pertama kali ini ke Sangiran.
Trans Jateng memberlakukan dua tarif untuk Senin-Sabtu, yaitu Rp 4.000 untuk penumpang umum dan Rp 2.000 untuk pelajar dan karyawan. Sedangkan khusus Minggu hanya berlaku tarif umum. "Pelayanan ramah, busnya nyaman," tambah Nanda yang asli Pontianak, Kalimantan Barat.
Sekitar 10 menit menunggu, bus yang dinanti pun datang. Interval antarbus di koridor ini memang tidak terlalu lama, rata-rata 15 menit dan tepat waktu. Ketepatan waktu ini pula yang membuat para pelajar dan pekerja pabrik tidak khawatir bakal terlambat jika menggunakan moda tersebut.
Dua armada bus Trans Jateng koridor Solo-Sumberlawang melayani penumpang di shelter Sangiran, Jumat (7/10). Terdapat 14 armada bus di koridor ini. (foto: brilio.net/fefy haryanto)
Di koridor ini terdapat 14 armada, masing-masing tujuh diberangkatkan dari Terminal Tirtonadi dan Terminal Sumberlawang. Seluruh armada siap melayani warga dengan pemberangkatan pukul 05.00-17.30 WIB dengan jatah perjalanan setiap bus adalah tiga kali PP.
Untuk kelancaran operasional otoritas Trans Jateng mengatur dua bus dipegang tiga pengemudi dengan sistem empat hari kerja dan dua hari libur. Selain driver, terdapat petugas pengecekan di tiap shelter dan pramujasa di dalam armada. Keberadaan pramujasa ini mengatur ticketing dan membantu penumpang.
Salah satu pengemudi, Safari (49) mengaku, bersyukur bergabung di Trans Jateng. "Di sini penggajian bagus, kesejahteran diperhatikan, dapat BPJS," ucap warga Sumberlawang ini.
Safari yang sudah bergabung sejak awal pengoperasian Trans Jateng koridor Solo-Sumberlawang itu menyebut, banyak warga terbantu oleh Trans Jateng. Setiap harinya banyak pelajar dan karyawan yang menjadi penumpang tetap bus ini. "Bahkan sudah saling kenal (penumpang dengan pramujasa maupun sopir). Dengan tarif segitu orang tinggal duduk, dapat fasilitas AC, mau jauh atau dekat tarifnya sama," tukas Safari.
Senada disampaikan sopir lain, Khairul Anwar. "Ya senang kerja di sini. Kita kerja tidak dikejar target, gaji tetap, penumpang banyak atau sedikit tinggal kita antar," ujar mantan sopir bus pariwisata yang dua tahun terakhir mengemudikan Trans Jateng.
Seluruh driver Trans Jateng seperti Safari dan Khairul, terikat sistem kerja kontrak lima tahun dengan perpanjangan setiap tahun. Pun dengan petugas pencatatan di shelter serta pramujasa.
Menggerakkan roda ekonomi rakyat
Sejumlah pengemudi shuttle dan tukang ojek menanti penumpang di terminal wisata Sangiran. Keberadaan Trans Jateng membuat kunjungan wisatawan naik, sehingga pengguna jasa shuttle dan ojek semakin ramai. (foto: brilio.net/fefy haryanto)
Sejak Trans Jateng beroperasi dan kebijakan desa mengharuskan wisatawan parkir dan berhenti di terminal wisata Sangiran, usaha ojek dan mobil antar-jemput wisatawan pun ikut diuntungkan. Saat ini, terdapat 22 mobil pikap dan 150 ojek motor yang tergabung dalam Paguyuban Armada Sangiran.
Anggota paguyuban, merupakan warga kelurahan Krikilan yang memiliki SIM, mobil atau motor dalam kondisi sehat serta pajak hidup, dan ingin bergabung bersama. "Semua warga bisa menjadi anggota paguyuban dan ini dinaungi oleh Bumdes yang dikelola Pemerintah Desa," ujar Sartono, Ketua Paguyuban Ojek Sangiran.
Dengan tiket resmi seharga Rp 3.000 per orang, pengunjung akan diantar mobil pikup dari shelter hingga Museum Sangiran. Lalu, untuk perjalanan pulang dari museum ke shelter, mereka bisa menaiki ojek resmi dan membayar tiket dengan harga sama.
Harga yang sangat terjangkau ini, tentunya membuat pengunjung tidak merasa dipermainkan. "Tarif sangat murah. Dari Rp 3.000 itu, Rp 2.500 masuk ke kami para pengemudi dan Rp 500 ke pihak BUMDes," sebut Sartono.
Dengan tarif semurah itu, pihaknya berharap dapat membangkitkan geliat wisata ke Sangiran. "Yang penting wisata ramai dulu, jalan dulu. Semakin banyak kunjungan, semuanya akan ikut terbantu," jelasnya.
Keberadaan Trans Jateng, diakuinya berpengaruh sangat besar pada geliat wisata di Sangiran. "Sebelum ada Trans sangat berbeda. Sekarang hanya dengan bayar 4 ribu, orang Solo sudah bisa sampai Sangiran. Selain itu, pelajar juga disarankan oleh guru-gurunya untuk naik bis saja. Intinya, keberadaan bis Trans Jateng ini memberikan dampak sangat signifikan," terang Sartono.
Salah satu pedagang, Sri Suwarni (62) menceritakan, pada awal operasi bus Trans Jateng sepi penumpang. Bahkan, dirinya sering ditawari sopir untuk ikut mencoba naik Trans Jateng. "Shelter itu bahkan belum dipaving, kalau hujan seperti sawah habis dibajak dan kalau panas debunya luar biasa. Orang sini belum terbiasa naik karena biasanya ke mana-mana naik motor," ujar wanita yang berjualan di shelter sejak hari kedua beroperasinya Trans Jateng.
Kondisi jauh berbeda dengan saat ini, di mana bus selalu ramai penumpang. "Bus ini jadwalnya tetap, pelayanan bagus, ada AC, rutenya jelas dan murah. Jadi orang-orang yang tadinya naik motor pindah naik bus, apalagi bensin mahal sekarang," tukasnya yang mengaku langganan naik Trans Jateng tiap kulakan ke Pasar Kalijambe.
Hal senada disampaikan Ngadinem (50), pemilik salah satu kios di shelter Sangiran. Dia yang berdagang sejak Mei lalu ini, mengaku terbantu oleh keberadaan shelter dan parkiran. "Ya, kalau liburan atau pas banyak kunjungan, lumayan yang beli jajanan," ujarnya.
Saat ini, terdapat 20 kios yang dikelola RT-RT dari desa Krikilan. Mereka menempati kios secara gratis untuk setahun pertama, terhitung sejak Mei 2022.
"Selain kami bisa usaha di shelter ini, Trans Jateng membantu warga yang sekolah, kerja, mau ke pasar, ke Solo dengan transportasi yang mudah dan murah. Rp 4.000 sudah bisa kemana saja dan waktu kedatangan busnya pun bisa dipastikan," tambah Linda, salah satu pedagang warga RT 6. Linda memiliki anak yang sekolah di SMPN Kalijambe yang menjadi pelanggan tetap Trans Jateng.
Recommended By Editor
- Wanita lulusan UGM kini jualan pisang, sampai dikomen Ganjar Pranowo
- Ganjar Pranowo tampil botak untuk dukung anak kanker, ini 7 potretnya
- Gaya asyik Ganjar Pranowo kerja sambil gowes, ini 9 potretnya
- Parodikan video klip Yang Terdalam, aksi Ganjar Pranowo bikin terhibur
- Pernah beri THR, Ganjar Pranowo sebut Mbah Minto sebagai inspirasi