"Jadi pada 12 Maret 2020 adalah hari awal suami saya mulai merasa sakit flu dan batuk. Kerena hal itu, sore harinya saya langsung membawa suami saya ke dokter pada Kamis," kata Ruretno seperti dikutip Liputan6.com.
Meski sudah berobat, suami Ruretno tetap saja tidak sembuh. Hingga pada 14 Maret 2020, Ruretno pun mengalami hal serupa seperti yang dirasakan sang suami.
"Seluruh badan saya sakit, begitu juga suami saya, kepala sakit, badan sakit. Untuk jalan saja benar-benar sakit, sampai-sampai saya harus diponggoh oleh anak-anak saya. Jalan ke kamar mandi juga harus dipapah sama anak-anak," beber Ruretno.
"Saya diinfus, dan langsung dimasukkan ke kamar. Dan pada sore hari 18 Maret 2020, saya mendengar kabar suami saya sudah meninggal dunia, karena pada hari itu suami saya kritis, suami saya sudah menjalani isolasi," cerita dia.
"Saya yang sering sakit dan suami saya itu orang baik, dan saya pernah berdoa kepada Tuhan, kalau memang mau memanggil dari salah satu kami, panggil saya dulu Tuhan, karena saya gak sanggup hidup tanpa suami," lirihnya.
Namun demikian, lanjut dia, rencana Sang Pencipta berbeda, sang suami terlebih dulu menghadap Sang Pencipta dengan kondisi sakit selama lima hari perawatan di rumah sakit.
"Tapi saya bersyukur, karena suami saya tidak menderita sakit lama," ucap Ruretno.
Sang suami akhirnya dimakamkan di TPU Pondok Ranggon, meski diberikan sejumlah syarat.
"Malam itu kami tinggal di hotel dekat TPU Pondok Ranggon agar bisa mengebumikan jenazah suami saya," kata dia.
"Akhirnya anak perempuan saya memutuskan agar saya tidak ikut, termasuk menantu saya karena terserang demam, kami ketika itu masih tidak ngeh kalau itu karena corona," tuturnya.
Akhirnya, lanjut dia, pemakaman sang suami hanya disaksikan oleh anak perempuannya dan suaminya.
"Begitu di sana tidak boleh ada acara macam-macam, begitu masuk langsung dikubur," kata Ruretno.
Setelah mengebumikan sang suami, semua anak-anaknya kembali ke rumah. Di situ, kondisi Ruretno semakin parah hingga pada akhirnya dilarikan ke RS Siloam, Kota Bekasi.
"Saya langsung dimasukkan ke ruang penyaringan dan setelah itu ke UGD, saya diinfus, dan hasilnya pun mengejutkan paru-paru saya kurang bagus, termasuk menantu saya juga yang ikut diperiksa, akhirnya saya diisolasi dan menantu saya harus diisolasi di rumah," cerita Ruretno.
Dia juga bercerita mengenai berbagai prosedur yang harus dilaluinya di RS Siloam Bekasi. Mulai dari ruang penyaringan, lalu pemeriksaan di UGD, dan kemudian diinapkan di ruang isolasi yang telah dipersiapkan RS Siloam.
Kemudian yang kedua, sambung Ruretno adalah berserah diri dan selalu memuji kepada Sang Pencipta. Dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, maka dia bisa bertahan dan dinyatakan sembuh dari virus menular tersebut.
Selanjutnya yang ketiga, yang tak lain adalah dukungan dari keluarga. Karena itu, dia bisa kembali ke pelukan keluarga yang dicintai.
"Ini yang tak kalah penting, kesatuan keluarga saya, saya melewati itu semua karena dorongan, semangat anak dan menantu saya. Ini yang menyemangati semua," jelas Ruretno.
Ruretno bersyukur dan berterima kasih atas perawatan yang diberikan dokter dan para perawat di RS Siloam Bekasi.
Perawatan dan dukungan yang diberikan para dokter dan perawat dirasa tepat dengan dirinya mengalami perbaikan kondisi dari hari ke hari.
"Dari kondisi kepala tidak enak, vertigo, badan sakit semua, napas sesak, memang membuat kita down," ucap Ruretno.
Namun, Ruretno merasa semakin termotivasi dengan perawatan yang diberikan, sehingga satu demi satu kondisinya membaik.