Brilio.net - Polisi sudah menetapkan tiga tersangka atas kasus susur sungai yang menelan 10 korban jiwa dari siswi SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta. Belakangan ini penanganan tiga tersangka tersebut menuai kontroversi di media sosial. Kontroversi muncul usai ketiga tersangka tampil di jumpa pers Polres Sleman dalam kondisi rambut tercukur habis pada Selasa (25/2).
Sebelumnya, Pengurus Beras (PB) PGRI melalui akun twitter resminya pada Selasa (25/2) menyampaikan protes terkait cukur gundul pihak kepolisian kepada tiga pembina pramuka SMPN 1 Turi, Sleman.
"Pak Polisi, kami marah dan geram. Tak sepatutnya para guru-guru kau giring di jalanan dan dibotakin seperti kriminal tak terampuni. Mrk memang salah tapi program Pramuka itu legal & jadi agenda pendidikan. Jangan ulangi lagi! seblm semua guru turun," tulis akun @PBPGRI_OFFICIAL.
Meski demikian, sekitar pukul 22.00 WIB cuitan tersebut dihapus oleh admin. Hal itu ditujukan untuk menjaga tidak adanya silang pendapat yang lebih meluas.
"Demi menjaga silang pendapat yg lebih luas, kami hapus twitt itu. Mhn semua pihak menghormati proses hukum. Tiada seorang gurupun berniat celakakan muridnya. Kami juga amat sedih.Tolong polisi ikuti SOP, semua sama di depan hukum," tulis akun tersebut.
Berangkat dari cuitan itu, sebagian warganet menganggap tidak selayaknya ketiga tersangka yang dua diantaranya berprofesi sebagai guru ini dipotong rambutnya tanpa sisa. Warganet pun menyebut seharusnya guru tetap ditempatkan pada kondisi yang layak.
Menanggapi kontroversi di media sosial, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DIY, Pemda Sleman dan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI DIY pun menjenguk ketiga tersangka di Polres Sleman, Rabu (26/3).
Tersangka berinisial IYA mengaku penampilannya dengan rambut dicukur habis atau gundul ini dilakukan atas keinginannya sendiri dan tak ada paksaan dari pihak kepolisian
IYA beralasan bahwa pilihan rambut gundul diambilnya agar tak mencolok dengan tahanan yang lain. "Justru kalau kami tidak gundul dan tidak pakai baju tahanan akan mencolok dan berbeda dengan tahanan lainnya," ujar IYA seperti dikutip brilio.net dari merdeka.com, Kamis (27/2).
"Kalau gundul itu permintaan kami. Pada dasarnya alasan kami demi keamanan. Kalau saya tidak gundul banyak yang lihat saya bentuknya (berbeda), di dalam itu gundul semua. Jadi itu permintaan kami," lanjut IYA.
foto: merdeka.com/Purnomo Edi
IYA menerangkan dirinya dan tersangka lain diperlakukan dengan baik selama dalam penahanan. IYA juga menyebut tak ada tekanan maupun kontak fisik selama dalam penahanan.
"Saya tidak ditekan, tidak dipukuli. Kami justru disuport oleh petugas. Kami diberi dukungan sehingga kami jadi lebih kuat," tutur IYA.
IYA mengungkapkan jika pilihannya itu merupakan wujud pertanggungjawabannya dan risiko dari apa yang telah dilakukannya. IYA meminta agar diluruskan jika selama dalam penahanan di Polres Sleman, dirinya dan dua tersangka lainnya dalam kondisi baik-baik saja.
"Ini risiko kami dan ini wujud pertanggungjawaban kepada Allah dan keluarga korban. Kami minta diluruskan, kami baik-baik saja. Kami ingin menjalani proses hukum dengan sebaik mungkin sesuai koridor," ungkap IYA.
Sementara itu pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Arif Haryono mengatakan jika pihaknya datang ke Polres Sleman untuk memastikan kondisi ketiga tersangka. Arif mengungkapkan dirinya lega karena pilihan memangkas rambut habis adalah keinginan dari para pembina Pramuka yang saat ini ditahan di Polres Sleman.
"Soal penggundulan bahkan sesuai permintaan mereka. Agar sama dengan tahanan yang lain. Yang satunya juga mengaku memang biasa gundul. Saya ingin memastikan para pembina Pramuka ini dalam keadaan sehat dan baik dan tidak ada suatu apa pun," ungkap Arif.
Recommended By Editor
- Terima penghargaan, 2 penolong siswa SMPN 1 Turi merasa keberatan
- Ini sosok Kodir, penyelamat puluhan siswa SMPN 1 Turi hanyut
- Ini ancaman hukuman yang menanti tersangka susur Sungai Sempor
- Kisah relawan lawan petir & hujan cari korban hanyut SMPN 1 Turi
- Kisah heroik Tri Tukijo selamatkan 50 siswa SMPN 1 Turi