Brilio.net - Pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tentang seorang anak berusia 14 tahun yang membunuh orang tuanya sebagai anak baik mengundang gelombang pro dan kontra. Menteri PPPA, Arifah Fauzi mengatakan kasus ini bisa menjadi bahan Introspeksi.
"Kalau saya tadi melihat sebagai seorang ibu, saya bisa membaca bahwa ananda MAS ini baik, sangat baik kalau menurut saya," kata Menteri PPPA Arifah Fauzi dikutip Antara.
Ia mengatakan semua masih belum tahu kenapa peristiwa tragis ini bisa terjadi
"Kita tunggu saja ya, mudah-mudahan ini sebagai momen untuk introspeksi kita semua," kata dia.
Di tengah sorotan publik, pakar psikologi angkat suara untuk menjelaskan fenomena ini dari sudut pandang ilmiah.
Pakar psikologi dari Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta (UNISA), Ratna Yunita menjelaskan bahwa pola asuh memainkan peran penting dalam pembentukan karakter anak.
"Sangat mungkin terjadi. Kalau di parenting, ada beberapa hal yang kalau kita lihat dari sisi psikologi, pertama tentang pola asuh," ucap Ratna saat dihubungi Brilio.net.
Pola asuh permisif—semua keinginan anak dipenuhi tanpa batasan—dapat membentuk persepsi keliru tentang norma sosial.
"Orang tuanya selalu mengizinkan hanya dengan alasan supaya saya enggak ingin mengecewakan anak. Padahal itu salah," lanjutnya.
Ketika anak tumbuh, ketiadaan batasan membuat mereka tidak siap menghadapi penolakan atau kekecewaan, yang bisa memicu perilaku konfrontatif.
Orang tua yang terlalu memanjakan anak ibarat memberikan pedang tajam kepada mereka tanpa mengajarkan cara menggunakannya.
"Efeknya adalah ketika anak dewasa nanti, saat ada hal yang mengecewakan mereka, entah di keluarga, sekolah, atau lingkungan teman, mereka cenderung menjadi konfrontatif," tambah sang pakar.
Kasus ini menunjukkan pentingnya menetapkan batasan sejak dini. Anak-anak perlu memahami bahwa dunia tidak selalu berjalan sesuai kehendak mereka. Tanpa ini, mereka bisa tumbuh menjadi individu yang sulit mengendalikan emosi, terutama dalam situasi sulit.
Metafora sederhana menggambarkan situasi ini adalah anak ibarat tanah liat yang dibentuk oleh tangan orang tuanya. Jika dibentuk dengan hati-hati, tanah liat itu menjadi karya seni. Sebaliknya, pola asuh yang ceroboh bisa menghasilkan bentuk yang retak.
Label anak baik bertujuan untuk menyoroti aspek lain dari kepribadian mereka. Namun, tindakan yang kejam tetaplah kejam.
"Ini adalah pengingat bahwa setiap anak punya potensi baik, tetapi lingkungan dan pola asuh bisa menjadi kunci apakah potensi itu diarahkan pada hal positif atau sebaliknya, tambah Ratna.
Kasus ini terjadi pada Sabtu (30/11), sekitar pukul 01.00 WIB, di mana AMS diduga membunuh ayah dan neneknya, APW (40) dan RM (69), serta melukai ibunya, AP (40). Kombes Ade Ary Syam Indradi dari Polda Metro Jaya mengonfirmasi bahwa kedua korban meninggal dunia, sementara ibu pelaku mengalami luka berat.
Ade menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan saksi, AMS terlihat berjalan cepat meninggalkan lokasi kejadian. Petugas keamanan yang menerima laporan tentang pembunuhan langsung memanggil pelaku. "Saksi T melihat pelaku berlari menuju lampu merah Karang Tengah setelah dipanggil," tambahnya.
Melihat pelaku berusaha melarikan diri, saksi AP segera meminta bantuan kepada saksi lainnya. "Saksi T dan GP segera menangkap pelaku yang saat itu terlihat berlumuran darah," ungkap Ade.
Kapolsek Cilandak, Kompol Febriman Sarlase, menegaskan bahwa ada tiga korban dalam insiden ini: APW, RM, dan AP, yang merupakan ibu pelaku. "Dua korban meninggal dunia, sementara ibunya selamat meski mengalami luka berat dan kini dirawat di RS Fatmawati," tutupnya.
Recommended By Editor
- Video Gus Miftah hina penjual es teh viral di Malaysia, Perdana Menteri Anwar Ibrahim ikut komentar
- Juru bicara presiden dihujat gegara kata 'rakyat jelata', pentingnya diksi demi suksesnya komunikasi
- Gus Miftah ngaku cuma bercanda ke penjual es teh, bagaimana kalimat guyonan bisa jadi petaka?
- Pendidikan kok kena pajak? Dilema antara kebutuhan negara dan hak dasar masyarakat Indonesia
- Simpang siur wacana kenaikan gaji guru, begini penjelasan Istana soal tunjangan Rp 2 juta
- Janji pendidikan berkualitas di Indonesia Timur, realistis atau cuma wacana semata?