Brilio.net - Jodoh memang di tangan Tuhan. Tapi, manusia juga harus tetap berusaha. Di masa kini, banyak cara mencari jodoh. Tak heran jika seseorang butuh keterampilan mencari gebetan, tahu trik menarik hati, hingga bagaimana serius ke jenjang pernikahan.
Tak heran jika mencari jodoh menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Sebagian orang mungkin menganggap acara-acara cari jodoh sebagai sebuah hiburan saja. Tapi, bagi sebagian orang lain mencari jodoh adalah bisnis.
Tak heran jika kini ada seorang konsultan yang khusus mencarikan jodoh. Bambang Ariyanto adalah salah satunya. Dilansir dari Merdeka.com, Bambang menjadi konsultan jodoh dengan membuka biro jodoh secara online melalui media sosial Faceboook. "Jika berhasil pasangan tersebut sampai menikah, mereka wajib membayar kami Rp 10 juta," ucap Bambang.
Selain biro jodoh, ada juga situs yang mengambil keuntungan dari para jomblo tersebut. Yakni situs nikahsirri.com yang baru-baru ini menggegerkan dunia 'perjodohan'. Situs ini diduga mengarah ke prostitusi sehingga dibongkar oleh kepolisian. Pengurus situs mewajibkan penggunanya untuk mentransfer sejumlah uang lewat rekening bank. Uang tersebut akan ditukarkan dengan koin. Satu koin bernilai Rp 100.000. "Nanti akan kita cek. Dia kan ada beberapa (rekening) bank. Nanti akan kita komunikasikan dengan bank yang bersangkutan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono.
Tapi, apakah aksi mencarikan jodoh baru-baru ini saja ada? Dalam bentuknya yang lain, kontak jodoh ternyata sudah ada sejak lama. Hanya saja, sifatnya lebih untuk forum pertemanan, meski tak menutup kemungkinan serius ke jenjang pernikahan.
Sebelum ada internet, media seperti radio, televisi, dan koran menjadi ruang mencari jodoh dengan memanfaatkan jasa biro jodoh. Beberapa radio di Jakarta masih memiliki program untuk saling mendekatkan para jomblo.
Surat kabar mungkin menjadi media paling populer pada masanya, yakni era 70 hingga 90 an. Harian Kompas mempunyai rubrik Kontak Jodoh sejak 5 November 1978. Rubrik ini bertahan hingga 36 tahun sebelum akhirnya ditutup tahun 2014. Di rubrik ini, pengelola menggunakan nomor anggota sebagai identitas. Rubrik Kontak tak pernah mencantumkan nama, alamat atau nomor telepon peserta.
Tak hanya Kompas, surat kabar di Yogyakarta juga pernah memiliki rubrik ini. Yakni Biro Jodoh. Pemikik situs carlaaudina.wordpress.com membeberkan pengalaman bapaknya memasang iklan jodoh di Biro Jodoh tersebut. Setelah dua kali penayangan, ternyata banyak yang mengontak bapaknya. "Ada yang benar-benar berminat berkenalan, mencarikan anaknya jodoh, hingga ada juga yang memberikan nasihat serta caci maki," katanya.
foto: rubrik Kontak Jodoh di surat kabar/fimela.com
Selain radio dan surat kabar, televisi juga tidak mau ketinggalan. Dilansir dari Kapanlagi, televisi swasta juga menawarkan program biro jodoh. Salah satunya adalah acara televisi Kontak Jodoh. Program ini tidak hanya mempertemukan para jomblo tapi juga membuat mereka lebih percaya diri. Peserta akan di karantina dan mendapat pelatihan. Selain itu, peserta juga akan diperbaiki penampilan fisiknya oleh penata rias dan perancang busana.
"Data ABG Nielsen menunjukkan, satu bulan terakhir ini sharenya rata-rata 19%-20% di seluruh kota rating," ujar Manajer Senior Departemen Humas SCTV Budi Darmawan dilansir dari Kapanlagi. Artinya bisnis cari jodoh memang punya prospek bagus.
Seiring waktu, mencari jodoh lewat biro jodoh mengalami perubahan. Biro jodoh yang dulunya memanfaatkan radio, televisi, dan surat kabar mulai beralih ke jejaring internet. Kebanyakan situs akan menampilkan foto dari jomblowan atau jomblowati agar mereka bisa mengetahui bagaimana penampilan orang yang diincarnya.
Apakah biro jodoh efektif memupuk cinta dan rumah tangga? Seorang profesor di Universitas Rutger, Dr. Helen Fisher pernah mempublikasikan penelitiannya di elsevier.com. Menurut dia, identitas minim yang biasanya hanya foto tak bisa mewakili karakter orang yang sebenarnya.
Teknologi hanya mengubah cara orang berinteraksi saja. Hal ini termasuk dari kegunaan biro jodoh. Dia berpendapat bahwa walaupun tanpa situs biro jodoh, seseorang tetap akan menemukan pasangan masing-masing. "Tanpa profil, tanpa foto kamu akan tetap menemukan orang yang pas untukmu. Ketika kamu bertemu dengan patner potensial pertama kali, otakmu akan bekerja dengan sendirinya" tegas Helen.
Tapi, bagaimana pun biro jodoh tetap menjadi tren masa kini. Keberadaan internet mempermudah biro jodoh bekerja. Apalagi pengelolaannya juga cukup mudah. Meski harus diakui biro jodoh di internet ada yang memang dikelola serius untuk membantu seorang menemukan jodohnya, tapi ada juga yang hanya memanfaatkan biro jodoh untuk kepentingan bisnis semata hingga melanggar norma-norma yang ada.