Brilio.net - Ijtimak Ulama III telah dilangsungkan pada Rabu (1/5) di Hotel Lor In, Sentul, Bogor, Jawa Barat. Ijtimak ulama tersebut diklaim menghadirkan 1.000 ulama.

Adapun hasil yang cukup kontroversial dalam Ijtimak Ulama III ialah para ulama mengeluarkan lima rekomendasi untuk menyikapi dugaan kecurangan Pemilu 2019, salah satunya diskualifikasi capres nomor urut 01.

Mengenai Ijtimak Ulama ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi menegaskan MUI tidak terkait dengan Ijtimak Ulama III.

"Bahwa MUI tidak memiliki keterkaitan dengan Ijtimak Ulama III yang diinisiasi oleh beberapa orang," kata Zainut seperti dilansir dari Antara, Jumat (3/5).

Zainut mengatakan, MUI tidak memiliki hubungan kelembagaan dengan Ijtimak Ulama III, baik proses pelaksanaan maupun hasil keputusan itu. Jika ada pengurus MUI yang mengikuti kegiatan tersebut, maka dipastikan bahwa kehadirannya tidak mewakili institusi tetapi atas nama pribadi.

Zainut menjelaskan MUI memiliki forum serupa yaitu Ijtimak Ulama Komisi Fatwa yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali. Kegiatan itu diikuti oleh pimpinan Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia, pimpinan Komisi Fatwa dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, pimpinan dan pengasuh pondok pesantren, pimpinan lembaga Islam dan utusan perguruan tinggi agama Islam.

"Sehingga keputusan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa MUI memiliki tingkat representasi dan kedudukan yang sangat tinggi," kata Zainut.

Ijtimak Ulama Komisi Fatwa MUI membahas dan menetapkan berbagai masalah keagamaan dan kebangsaan. Fatwa atau pendapat keagamaan MUI terdiri dari masalah keagamaan sehari-hari (waqiiyah), masalah keagamaan yang bersifat tematis (maudhuiyah), masalah perundang-undangan (qanuniyah) serta masalah strategis kebangsaan lainnya.

"Ijtimak Ulama Komisi Fatwa MUI tidak membahas masalah politik praktis," ujar Zainut.

Kendati demikian, Zainut menerangkan MUI tetap menghormati perbedaan aspirasi politik umat Islam dan mendorong agar umat menyikapi perbedaan tersebut dengan cara dewasa dan tidak menimbulkan perpecahan. Dia mengingatkan kepada semua pihak bahwa Pemilu merupakan agenda nasional yang harus dikawal dan disukseskan bersama.

Zainut menyatakan seluruh tahapan pemilu harus dipastikan berjalan dengan demokratis, jujur, adil dan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan.

"Tidak boleh atas nama apa pun agenda kenegaraan yang sangat penting ini terganggu apalagi diintervensi oleh kelompok kepentingan yang memiliki niat jahat akan membelokkan arah demokrasi di Indonesia," kata Zainut.

Menurut Zainut, MUI mengimbau kepada semua pihak untuk mentaati konsensus nasional yang sudah menjadi kesepakatan bersama, menyerahkan penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu kepada lembaga negara yang diberikan kewenangan oleh undang-undang.

"Sehingga mekanisme pergantian kepemimpinan nasional lima tahunan berjalan dengan tertib, lancar, aman dan tidak menimbulkan gejolak yang dapat mengganggu keamanan dan keselamatan bangsa dan negara," tambah Zainut.

Seperti yang kita tahu, Ijtimak Ulama III menghasilkan lima rekomendasi. Rekomendasi tersebut dibacakan oleh penanggung jawab acara, Yusuf Martak.

Dilansir dari Liputan6.com, rekomendasi itu pertama, ijtimak ulama menyimpulkan bahwa telah terjadi kecurangan dan kejahatan bersifat terstruktur, sistematis dan masif dalam proses penyelenggaraan pemilu 2019.

Kedua, mendorong dan meminta kepada Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal, prosedural tentang terjadinya berbagai kecurangan dan kejahatan, terstruktur sistematis dan masif dalam proses pemilihan presiden 2019.

Ketiga, mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan membatalkan, atau mendiskualifikasi paslon capres-cawapres 01.

Keempat, mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal dan mendampingi perjuangan penegakan hukum secara syari dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan kejahatan serta ketidakadilan termasuk perjuangan pembatalan/diskualifikasi paslon capres-cawapres 01 yang ikut melakukan kecurangan dan kejahatan dalam Pilpres 2019.

Kelima, bahwa memutuskan melawan kecurangan kejahatan serta ketidakadilan adalah bentuk amal maruf nahi munkar, konstitusional dan sah secara hukum dengan menjaga keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan rakyat.